22. Si Kebo Nata

122 6 2
                                    

     Libur panjang tersisa hanya 5 hari lagi.

     Pagi buta begini Alesha sudah siap dengan kaus putih polos yang di balut dengan jaket warna navynya, celana training hitam yang pas dengan kakinya, juga sepatu olahraga putih yang menyerasikan setelan olahraganya. Tidak lupa rambutnya yang panjang ia ikat satu membentuk ekor kuda.

     Perempuan itu sudah memulai pemanasannya di halaman rumah sejak lima menit yang tadi, menunggu Nata yang belum juga keluar rumah untuk ikut jogging pagi dengannya.

     Setengah badan dari pinggang sampai kepalanya ia miringkan kesamping kanan, lalu ke kiri, kanan, kiri, kanan, kiri, begitu terus sambil dalam hati Alesha berhitung. "Satu, dua, satu, dua, satu, dua."

     Kaki Alesha masih dalam posisi yang sama, melebar mengikuti ukuran bahunya. Tapi kini gaya pemanasannya berubah lagi. Tubuhnya diam, hanya tangannya yang ia gerakkan. Hitungannya masih sama. Lama-lama Alesha jengah juga melakukan peregangan otot yang begini-begini saja. "NAT, BURUAN."

     Tidak lama setelah Alesha berteriak, ia melihat pintu rumahnya terbuka, dan memperlihatkan seorang lelaki dengan setelan untuk joggingnya, keluar rumah sambil sesekali mengucek matanya yang masih berat. Beberapa kali kadang mulutnya juga terbuka, menandakan lelaki itu benar-benar masih mengantuk.

     "Lama banget sih." keluh Alesha saat Nata sudah berdiri disampingnya.

     Sebelum membalas keluhan Alesha, Nata menguap lagi. "Ini masih jam berapa Al, lo maen bangunin gue aja."

     "Biar sehat, Nat." jawab Alesha sambil menepuk-nepuk pundak Nata yang lebih tinggi darinya.

     Kali ini Nata mengucek matanya lagi. "Belum nyari baju Bang Alvin yang muat sama gue."

     Alesha terkekeh, lalu memicingkan matanya menilik Nata dari ujung kepala hingga kaki. "Perasaan badan kalian bedanya ngga jauh-jauh amat deh."

     "Tetep aja, Al, gimanapun umur kita kan beda jauh."

      "Emang ngaruh gitu?"

     "Ngaruh. Menurut gue."

     Alesha memutarkan kedua bola matanya. "Alesan," tuturnya, sebelum Nata menimpali, Alesha lebih dulu melanjutkan. "Bilang aja tadi lo tidur lagi."

     "Yee, ngga percaya." balas Nata, lalu menarik tudung jaket Alesha yang tersampir di pundaknya, dan menyeretnya secara paksa. "Udah ayo, tadi minta buru-buru."

     "Nata, ih, lepas, jangan narik-narik."

     Sepertinya kesadaran Nata sudah terkumpul sempurna, buktinya Alesha yang meronta agar di lepaskan sangat sulit untuk terbebas dari cengkraman lelaki itu.

     Setelah sampai di taman kecil sekitar perumahan, barulah Nata melepaskan tangannya dari tudung jaket Alesha. Membuat perempuan itu menekukkan bibirnya kebawah, sambil membenarkan kaus dan jaketnya yang sedikit berantakan akibat ulah Nata.

     "Parah banget lo nyeret-nyeret gue begitu." kata Alesha kesal, sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

     "Terus lo maunya gimana? Gue gandeng-gandeng mesra gitu?"

     Balasan Nata dengan suara yang sengaja dibuat menggoda, berhasil menciptakan rona merah di pipi Alesha. Untunglah keadaan masih sedikit gelap dengan tambahan lampu-lampu yang tidak terlalu begitu terang, membuat rona itu tidak begitu kelihatan.

     "Apaan sih, Nat, kan maksudnya lo bisa nyuruh gue lari aja, sendiri-sendiri."

     "Gimana bisa, lo-nya aja masih ngoceh mulu."

LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang