"Al, woy! Jadi lari ngga nih?" panggil Nata di depan sana, yang sudah berjalan mendahului Alesha.
Alesha mengerjapkan matanya, menyadarkannya kembali dari lamunan masa lalu yang jujur dari hati paling dalam, ia merindukannya.
"E..Eh, iya tungguin."
Mereka berdua berlari kecil mengitari air mancur di tengah taman. Mungkin kurang lebih sudah 12 kali putaran, karena memang tidak terlalu besar air mancurnya, sehingga membuat mereka tidak terlalu kelelahan walaupun berlari banyak-banyak.
Tapi nyatanya tidak untuk Alesha, nafasnya memburu karena kelelahan. Alesha mengibarkan bendera putihnya, mengaku kalah karena tadi Nata mengajaknya adu kuat berlari, saat Alesha mengejeknya payah. Nata tersenyum menang melihat Alesha yang membungkuk, lalu terkekeh sebelum akhirnya menghampiri perempuan itu.
"Gimana, mengakui kan, kalo gue emang hebat dalam segala hal?" tanya Nata menyombongkan diri.
Dengan nafas yang belum teratur, Alesha berdecih. "Apaan, ujian aja dapetnya telor semua."
"Nilai ujian praktek gue 82 ya," balas Nata tidak terima. "Yang olahraga." lanjutnya diakhiri cengiran lebar.
Alesha mendongakkan wajahnya. "Kalo pelajaran eksaknya?" tanyanya menaikkan sebelah alis, menantang.
Nata melekukkan bibirnya kebawah. "Yah kalo yang itu mah ngga usah di bahas dong."
Mendengar jawaban Nata membuat Alesha tertawa puas, sampai ke mata.
Tawa yang Nata suka.
Lelaki itu tersenyum, mendengar tawa Alesha membuat hatinya terasa hangat.
Merasa di perhatikan Alesha menghentikan tawanya. Menatap Nata sambil menyipit curiga. "Ngapain lo senyam-senyum liatin gue?"
"Cantik."
Hanya satu kata balasan dari Nata, membuat pipi Alesha merona lagi.
"Gue suka." senyuman lembut itu masih setia di bibir Nata.
Kali ini Alesha menunduk malu, mencoba menyembunyikan rona merah dipipinya, takut ketahuan karena matahari yang mulai berani menampakkan dirinya.
Nata menyentuh puncak kepala Alesha, mengusapnya pelan. Membuat Alesha semakin merunduk, dan sampai menggigiti bibir bawahnya menahan rasa di hati yang sangat bergejolak, ia ingin berteriak saking senangnya.
"Itu." ucap Nata seraya mengedikkan dagunya ke arah belakang Alesha, dan di ikuti langsung oleh perempuan berkuncir kuda yang menolehkan kepalanya.
Sekitar tiga meter dari tempat Alesha berdiri, ada seorang anak perempuan yang sangat lucu sedang memakan ice cream ditangannya. Di belakang anak yang sekiranya berumur 4 tahun, terlihat seorang Ibu paruh baya namun masih bisa dibilang cantik, menghampiri anak perempuannya.
"Cantik ya, anak kecilnya."
Dan tidak butuh sampai hitungan ketiga setelah Nata mengakhiri ucapannya yang terpotong-potong, Alesha berteriak. "IH NATA RESE." ia menarik kuping Nata, sampai-sampai cowok itu hampir terjatuh.
Nata mengaduh dan mencoba melepaskannya, tapi Alesha menariknya sangat kencang saking kesalnya.
"Loh, Al, kok lo marah-marah?" tanya Nata bingung. "Emangnya gue ngapain, Al, gue salah apa coba." lanjutnya masih berusaha melepaskan jeweran maut Alesha.
"Tau. Mikir aja sendiri!"
"Jangan bilang lo mikir yang ngga-ngga ya."
"IH, BERISIIKKK..," Alesha semakin mengencangkan tarikan di telinga Nata, dan kemudian di lepaskannya begitu saja. "Rese."
KAMU SEDANG MEMBACA
LUKA
Teen FictionIni bukanlah kisah tentang benci yang berubah jadi cinta, bukan juga kisah tentang seseorang yang diam-diam mencinta, ataupun kisah tentang persahabatan yang di dalamnya terdapat sebuah rasa. Ini adalah kisah tentang bagaimana cara menyembuhkan luka...