17. Ditinggalkan (b)

215 16 7
                                    

Kertas berbentuk persegi panjang berwarna pink, di genggam Alesha erat-erat namun dengan hati-hati. Takut-takut kertas tersebut akan lecek dan bisa saja mengurangi nilai esetetika dari surat yang sudah Alesha buat semalaman suntuk. Begitu menurut Alesha.

Sekali lagi, perempuan itu tersenyum puas melihat hasil karya tangannya.

Saat melihat lelaki yang sejak tadi ia tunggu-tunggu memasuki kelas, Alesha menegakkan tubuhnya. Tersenyum manis pada lelaki dengan seragam putih biru yang pas di badannya itu.

"Hai, Ga," sapanya.

Dirga yang heran melihat sikap Alesha yang tidak seperti biasanya, menaikan sebelah alisnya bingung. "Tumben nyapa?"

"Ngga tumben kok," ucapnya sambil cengengesan, badannya pun tak luput dari perhatian Dirga. Persis kaya cacing kepanasan kebanyakan obat, fikir Dirga.

"Lo kenapa deh, Al?" tanyanya lagi, semakin memicingkan matanya ke arah Alesha.

Masih dengan sikap yang sama, Alesha menggeleng kuat. "Ngga kenapa-napa kok," ujarnya sambil gaya idiot.

Gemas, Dirga meletakan tangannya di dahi Alesha. "Lo sakit?"

Lagi-lagi Alesha menggeleng. "Ngga, kok."

Melihat sepucuk surat yang di genggam Alesha, Dirga bertanya. "Itu apaan?"

"Surat."

"Iyaa gue juga tau kalau itu surat, maksudnya itu surat buat apaan?"

Masuklah mereka ke inti. Membuat pipi Alesha bersemu, menggigit bibir bawahnya, lalu tersenyum. Tubuh Alesha benar-benar persis kaya cacing yang lagi kepanasan di gurun sana, gerak kanan, gerak kiri. Geal-geol. Ah mungkin dia bisulan, kata Dirga dalam hati.

"Eumm, ini.." ucap Aleshan menggantung, lalu matanya menyipit karena tersenyum. Benar-benar membuat Dirga gemas. "Ini buat Reno, tapi gue malu kalo ngasihin langsung, jadi gue titip ke lo ya, Ga?" cengirnya.

Seketika raut wajah Dirga berubah. Kecewa lebih tepatnya. Tapi sama sekali tidak di sadari perempuan yang memiliki mata berbentuk bulan sabit itu.

Menaik turunkan alisnya, Alesha meminta kepastian. "Ya, ya, ya?"

"Yaudah, mana sini?" ujar Dirga, tangan kanannya menengadah meminta surat.

Dengan semangat Alesha memberikan suratnya. "Tapi ngasihnya jangan pas ada guenya ya, maluu, Ga," tuturnya malu-malu kucing.

Dirga hanya mengangguk, dan tersenyum di paksakan.

****

Deringan dari ponselnya, memecahkan konsentrasi Alesha mengerjakan tugas agamanya untuk menulis arab. Lalu mengalihkan pandangannya pada ponsel yang terletak di samping buku cetak PENDIDIKAN AGAMA ISLAM.

Reno❤

Mata Alesha terbelalak melihat ID Caller si penelpon. Bahkan ia harus menggigiti bibir bawahnya, takut-takut teriakannya akan mengganggu ketenangan Tante Rina, Om Farhan, dan Bang Alvin di ruang keluarga sana.

Memang setelah di tinggalkan oleh Mama dan Papanya, Alesha serta Alvin langsung di bawa oleh Rina, yang notabenenya adalah adik dari Rena, Mamanya Alesha juga Alvin.

Dengan gugup Alesha mengangkat telponnya. 'Duh jangan-jangan Reno mau ngebahas soal surat itu lagi, gue harus ngomong apa nih?'

"Halo, Al," sapa Reno dari sebrang sana.

LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang