21. Bersama Irzan

20.2K 1.8K 185
                                    

Author POV

"Lo putus sama Iqbaal?" Tanya Irzan tiba-tiba.

Membuat (namakamu) yang sedang membaca buku tentang UN-nya tersentak kaget.

"Irjan! Bisa gak lo engga ngagetin gue!" (Namakamu) balas berkata tak kalah keras dari Irzan

"Jawab. Dan gak usah ngalihin pembicaraan."

(Namakamu) menghela nafasnya. "Bukan putus, tapi break."

"What the? Break?" Tanya Irzan kaget. Ia langsung duduk di tempat tidur (namakamu) dan menatap adiknya.

(Namakamu) mengangguk dan melanjutkan baca bukunya.

"Aduh. (Namakamu). Udah gue bilang lo jangan putus atau break sama Iqbaal. Batu banget sih lo." Kata Irzan lalu menghela nafasnya malas.

"Irzan! Kan gue yang jalanin. Gue juga yang mau. Apa salahnya sih?" Balas (namakamu) sewot. Si Irzan emang kadang-kadang nyebelin banget. Sok ikut campur.

"Tapi—" Irzan memotong ucapannya. "Argh!" Lalu ia mengacak rambutnya.

(Namakamu) memandang Irzan aneh. "Lo kenapa Jan? Putus sama Dean? Atau lo break juga sama Dean?" Tanya (namakamu) sembari membuka lebar mulutnya.

"Gue bukan lo yang terlalu bego atau gampang dihasut."

"Kok elo jadi nyolot si, nyet."

"Emang gitu kenyataannya, njing."

"ANJIR LO! LO YANG ANJING!"

"Berarti lo adiknya anjing dong? Secara gak langsung lo juga anjing." Perkataan Irzan membuat (namakamu) terdiam.

Bukan terdiam karna marah, ngambek, atau apa. Tapi diam karna mikir.

Udah dibilang kan, (namakamu) itu emang terlalu bego. Gitu aja pake mikir.

"Kenapa diem? Penyakit terlalu bego lo itu kambuh lagi?" Sindir Irzan yang langsung dihadiahi dengan pukulan bantal di wajahnya.

"Duh. Duh. Duh. (Namakamu). Lo jangan pukul gue pake bantal lo dong. Bantal lo bau iler tau gak." Well, sebenarnya Irzan hanya bercanda. Tidak sungguh-sungguh kok.

"Huaaaa Irzan! Hiks hiks." (Namakamu) menangis. Gak tau kenapa. Si Irzan emang demen banget godain (namakamu) ampe nangis gini.

"Eh eh eh. Lo kenapa nangis, kutu!" Irzan sengaja menjitak kepala (namakamu), gak keras kok, tapi penuh kasih sayang. (Alah bahasa gue).

"HUWAAAAAA!" (Namakamu) semakin memperbesar volume nangisnya.

"Yaampun cil. Jangan nangis dong. Cup cup cup." Kata Irzan dengan lembut lalu membawa (namakamu) ke dalam dekapannya.

"Huwek. Huhuhu." (Namakamu) membenamkan wajahnya diketek Irzan. Ini emang udah kebiasaannya sejak kecil. Kalo nangis, benemin mukanya bukan di dada, tapi ketek. Mungkin aromanya lebih mantap.

Irzan yang melihat (namakamu) menangis-nangis, sesekali mengangkat wajah (namakamu), dan melihat air matanya terus mengalir dan bibirnya pun melengkung ke bawah. Childish. Tapi unyu, bagi Irzan.

Lalu ia mengusap punggung adiknya, siapa tau bisa nenangin. Setelahnya ia memainkan rambut (namakamu) dengan digulung-gulung.

Well. Rambutnya wangi banget. Dari (namakamu), Irzan jadi suka vanilla. Karna aroma tubuh dan rambut (namakamu) vanilla semua.

"Udah sayang." Itu pernyataan bukan pertanyaan. Tapi jujur, Irzan masih ingin berlama-lama seperti ini. Ia kangen sama suasana seperti ini. Suasana saat mereka berdua free tanpa kegiatan dan akhirnya saling curhat.

She's (Namakamu) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang