35. Berbaikkan

20.2K 1.7K 119
                                    

Author POV

(Namakamu) memandang hampa bangku kosong dibelakangnya. Entah kenapa, belakangan ini ia merasa ada yang berbeda dalam dirinya, ada yang hilang.

Rasa hilang yang datang bersamaan dengan Iqbaal yang akhir-akhir ini tidak masuk sekolah. Padahal UN sudah di depan mata. 1 minggu lagi.

Ngapain juga gue mikirin Iqbaal?
Ngapain juga gue mikirin orang yang udah pasti gak mikirin kita.
Inget. Dia udah nyakitin lo!

Cinta. Lagi-lagi jawabannya adalah cinta. Cinta memang kadang masuk akal. Sesering apa dia menyakitimu, tetap saja hati ini tidak mau berpaling darinya.

(Namakamu) menghela nafasnya. Memang Nasim masih setia menemaninya, tapi akhir-akhir ini, menurutnya Nasim tidak seasik dulu. Karena sepertinya dia sedang mendekati cewek lain. Jadi, hanya sedikit waktu untuknya.

"Kenapa sih lo bengong mulu." Kata Salsha membuyarkan lamunannya.

(Namakamu) melihat Salsha dan Steffi sudah menghadapnya. Dengan Salsha yang sedang memainkan handphonenya.

Memang sekarang sedang jamkos.

"Gue lagi laper aja. Kapan bel ya?" Tanya (namakamu) asal.

"Alah. Boong kan lo. Segala nanya bel kapan. Biasanya juga langsung jalan ke kantin. Apalagi pas jamkos." Kata Steffi yang sepertinya sudah melihat kebohongan (namakamu).

"Eh eh, kok Iqbaal gak masuknya barengan sama si uler keket ya?" Ucap Steffi lagi sekaligus bertanya.

Langsung saja, (namakamu) menengok ke belakang. Benar. Sehari Dianty tidak masuk. Esoknya Iqbaal ikutan tidak masuk.

UDAH PASTI ADA KAITANNYA LAH! Suara dari dalam pikirannya memenuhi otaknya.

"Tau." Balasnya malas lalu menopang dagunya.

"EMANG DASAR YA TUH ULER. BENER-BENER BERBISA BANGET. KOK GUE NYESEL YA PERNAH SAYANG (SEBAGAI SAHABAT) SAMA DIA." Salsha yang memang ekspresif, berteriak dengan keras. Sampai ia tidak menyadari, bahwa Fadlan--ketua kelas--sudah berdiri di depan kelas.

"Bisa diem?" Kata Fadlan dingin. Fadlan memang begitu, dingin dan jarang ngomong. Tapi otaknya tidak bisa disaingi, karenanya ia diangkat menjadi ketua kelas.

Salsha berbalik badan dengan malas, Steffi pun sama. Dan selanjutnya, Salsha menopang dagu dan melihat Fadlan--sok memperhatikan--.

Fadlan berdehem, "Jadi gini, gue disini mau nyampein kabar buruk. Ternyata, kemarin-kemarin Dianty gak masuk itu karena dia sakit."

Entah kenapa jantung (namakamu) berdegup tiba-tiba. Dianty sakit? Apa itu karna penyakit tumor otaknya?

"Dan disini, gue pengen kita semua nengokkin dia." Kata Fadlan berhenti sejenak.

"Nengokkin dia? Ewh." Steffi berkata jijik. Tapi dengan volume pelan, dan masih bisa didengar oleh Salsha.

"Iya! Gue juga ogah! Gue gak mau ah nengokkin--"

"Semuanya harus ikut." Ucapan tegas Fadlan memotong ucapan Salsha.  Matanya yang selalu saja tajam, menatap Salsha. Membuat Salsha sedikit bergidik.

"Kita tunjukkin solidaritas kelas kita. Kita tunjukkin kepedulian kita sesama makhluk hidup. Kecuali disini ada yang bukan makhlul hidup. Itu mah terserah." Sindir Fadlan yang langsung kena sasaran.

"Ihhh. Gue males dateng ah, lo juga gak mau dateng kan (nam)?" Tanya Salsha pada (namakamu) yang sedang melamun.

"Ah-- iya. Gue mah ikut aja deh." Jawab (namakamu) gagap.

She's (Namakamu) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang