Chapter 24 (Versi Revisi)

20.1K 487 9
                                    

Di suatu tempat yang lumayan jauh, seorang kakek tua dan cucunya sedang duduk bersama dengan seorang laki-laki. Dengan tatapan dendam, dengan tatapan penuh amarah, kakek tua itu mengelus punggungnya agar ia tidak menyimpan dendam. Cucunya yang berusia 10 tahun itu berlari untuk mengambil segelas air putih untuk di berikan kepada laki-laki itu.

"Terima kasih" Dion berterima kasih.

Saat kejadian perkara mobil yang di pakai memang masuk ke dalam jurang. Bersama Lio supir sekaligus bodyguard Dion mengalami luka yang cukup parah namun tidak sampai kritis karena baju pengaman yang di pakai di dalam baju kemejanya itu membuat mereka selamat.

Berawal dari kabar dari mata-mata yang di kirim Dion ke area perusahaan Hans membuat Dion mengetahui rencana busuk mereka dan membuat kematian palsu agar Dion bisa menyusun rencana selanjutnya dengan matang. Dion juga bekerjasama dengan polisi untuk mengamankan kamera dasbor dan kamera tersembunyi lainnya untuk menjadi barang bukti yang kuat.

Dion memberi tau rencana itu kepada orang tuanya dan orang tua Rosse, namun Rosse sendiri tidak di beri tau karena ia khawatir jika rencananya gagal. Orang tua Dion mengatur rencana kepada kepolisian untuk melanjutkan penyelidikan dan pencarian seolah-olah memang Dion menghilang.

Saat kecelakaan terjadi, mereka berada di dalam hutan dan jurang yang cukup dalam. Mereka berjalan bersama hingga seorang kakek dan anak laki-lakinya menolong mereka untuk di rawat di rumahnya. Alhasil selama lebih dari 1 bulan, mereka di rawat dengan sangat baik.

"Sudah waktunya kita berangkat, kakek dan Yoga juga ikut ya!" ucap Dion sambil tersenyum ramah.

Dion dan Lio membantu kakek itu untuk berjalan keluar rumah, Yoga berjalan di depan dengan senang karena ia sangat ingin pergi jauh melihat sekitar. Rumah yang mereka tempati sangat jauh dari keramaian, mereka tidak mampu untuk membeli rumah dan tinggal di gubuk kecil. Mereka makan dengan cara memancing ikan dekat sungai dan mengambil buah-buahan, sesekali juga ada orang-orang yang melihat dan memberi mereka nasi.

*Get married first,
Then start dating*

Rosse bangun sangat pagi di hari weekend, ia berencana untuk menanam bunga di area samping rumah agar terlihat lebih indah. Ana tidak ikut karena menyiapkan sarapan sedangkan Risseta ikut dengan Rosse, untuk Abri dan Andri mencuci mobil mereka untuk di pakai sambil melihat Rosse dan Risseta yang sedang menggali tanah.

Mereka berdua berjongkok, "Bunga apa yang kamu suka darling?" tanya Risseta sambil melubangi tanah dengan sekop kecil.

"Bunga matahari" Rosse juga ikut membantu.

"Kalau Ibu suka bunga daisy" Risseta sudah selesai melubangi tanah.

"Rosse baru membeli bibit bunga matahari, nanti Rosse beli bibit daisy deh!" Rosse membuka kemasan untuk menabur biji bunga matahari.

Risseta tersenyum lebar, "Nanti kita beli banyak bibit tanaman yang banyak"

Rosse menutup lubang tanah kembali, "Ibu kenapa suka bunga itu?"

"Karena bunganya kecil dan manis, apalagi yang berwarna putih. Kamu sendiri kenapa suka bunga matahari?" tanya Risseta penasaran.

"Bunga matahari seperti cahaya yang penuh harapan dan Rosse sendiri mau berharap kalau Dion akan datang" Rosse tersenyum kecil.

Suasana jadi sedikit sedih, "AYO SEMUA SARAPAN!" teriak Ana dari dalam rumah, Abri dan Andri juga sudah selesai mencuci mobil.

"Ayo kita masuk ke dalam" ajak Risseta.

"Ibu duluan aja, aku mau siram tanaman dulu" ucap Rosse.

Risseta berdiri dan berjalan ke arah rumah bersama dengan Abri dan Andri. Rosse berjalan ke arah keran air yang tidak jauh dari situ untuk mengisi pot penyiram tanaman dengan air. Setelah cukup, ia bawa lalu menyiram tanaman yang tadi ia tanam, perasaan senang dari dalam hatinya membuat tenang dan damai.

"Darling, Rosse!" panggil seseorang membuat Rosse menoleh.

Pot tanaman yang ia pegang jatuh karena ia terkejut melihat laki-laki yang sangat ia harapkan, yaitu Dion. Air mata langsung membanjiri pipinya, Rosse berjalan perlahan menatap Dion yang tersenyum kecil. Dion memeluk Rosse dengan erat karena sangat Rindu, isakan tangis tidak terdengar dalam dekapan tubuh Dion.

"Rosse anakku, Mom bawakan teh bunga mawar un-" Ana menjatuhkan teh yang ia bawa karena terkejut melihat Rosse berpelukan dengan Dion.

Orang-orang yang ada di dalam rumah terkejut dan berlari ke luar rumah, mereka semua jadi melihat Rosse dan Dion yang berpelukan. Semuanya berlari ke arah mereka berdua dan berpelukan, tangisan terdengar dari Risseta dan Ana sedangkan Abri dan Andri melepaskan pelukannya lalu berpaling karena tidak ingin orang lain tau kalau mereka menangis.

Dion melepaskan pelukannya, "Dion juga mau kenalkan seseorang yang udah bantu Dion."

Kakek tua dan cucunya berjalan mendekat dan membungkuk pelan menatap semua orang dengan canggung, tidak lupa juga Lio ikut membungkuk.

"Dion minta untuk kakek dan Yoga tinggal disini membantu pekerjaan rumah atau mengurus hal lain" ucap Dion.

Dion juga menjelaskan semuanya dengan rinci kepada semua orang, Rosse mendengarkan sambil terisak-isak karena tidak menyangka bahwa Dion masih hidup. Dengan semua hal yang terjadi cukup lama, perasaan semua orang menjadi campur aduk, kesal dan senang karena Dion yang selamat tapi harus juga memikirkan kedepannya.

"Kamu gak mau kasih tau aku karena gak mau aku khawatir??! Jadi disini semua orang tau kecuali aku?!!" tiba-tiba Rosse tidak bisa mengontrol emosinya.

Dion menggeleng pelan, "A-aku gak mau ka-"

"AKU KECEWA!" Rosse menangis pelan, "Kalau kamu bilang dari awal dan semua yang disini kasih tau aku, pasti aku gak akan sampai kepikiran dan nahan sakit berlebihan!" Rosse berjalan cepat masuk ke dalam rumah.

"Biar Mom saja yang ka-" Ana mau melangkah mengejar Rosse.

Dion menahan Ana, "Biar aku aja Mom, aku yang salah." Dion segera berlari untuk mengejar Rosse.

Sebenarnya Rosse tidak berniat untuk berbicara dan emosi berlebihan saat Dion datang dengan selamat, namun entah kenapa mulutnya tidak sesuai dengan apa yang ia pikirkan. Mungkin karena mood yang ia alami selama kehamilan mempengaruhi pola pikirnya saat itu.

Rosse berjalan cepat ke arah kamar dan mengunci pintunya, ia menangis kencang dan duduk di depan pintu. Perasaan yang ia rasakan benar-benar bercampur, ia tidak ingin jika Dion merahasiakan sesuatu darinya, ia juga tidak ingin Rosse menanggung rasa sakitnya sendiri, ia mau semua hal yang Dion alami dan lakukan ia ketahui.

Dion sampai di depan pintu kamar, ia memegang gagang pintu yang ternyata di kunci. Dion mengetuk-ngetuk pintu dengan pelan sambil menahan perasaannya.

"Darling, aku minta maaf. Aku gak bisa kasih tau kamu semuanya karena aku gak mau kamu khawatir, aku gak mau kamu terlibat, aku gak mau kamu ketakutan karena rencanaku" jelas Dion.

"Kamu liat aku sekarang, apa aku terlihat baik-baik saja?! Kalau kamu bicara lebih awal, aku hanya harus bersiap saja dan berdoa agar kamu berhasil. Kalau kamu gak jujur dari awal, sakitku jauh dari apa yang kamu khawatirkan saat gak bilang sama aku!" ucap Rosse terengah-engah.

Rosse bangun untuk berjalan ke arah tempat tidur, tubuhnya sangat lelah dan merasa lunglai, ia pun memegang meja hias di samping tempat tidur. Tanpa sengaja vas hias jatuh tersenggol, Rosse sedikit terkejut lalu naik ke atas tempat tidur. Dion yang berada di balik pintu khawatir mendengar suara itu dan langsung mendobrak pintunya.

"Darling, Are you okay? What happened?" Dion melihat vas bunga yang terjatuh.

Rosse menatap ke arah Dion dengan pandangan mata sedikit rabun, lama kelamaan mata Rosse mulai terpejam karena kesadarannya yang sudah menipis hingga akhirnya Rosse pingsan.

Nikah Dulu Baru Pacaran [TAMAT]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang