"David..."
"Hmm?"
Aku ingin sekali berteriak dan memukulnya seperti tadi, namun aku tidak bisa karena terlalu syok dengan kejadian sebelumnya. Kami sekarang sudah dalam perjalanan ke taman bermain dan yang membuatku bertambah syok kali ini adalah karena David menyetir mobilnya terlalu pelan.
Tadinya aku merasa lebih baik, tapi beberapa menit kemudian aku kembali was-was. David terlalu sibuk dengan ponselnya dan sama sekali tidak melihat ke depan. Aku, yang berusaha menenangkan diri untuk tidur, selalu gagal karena kaget mendengar mobil-mobil lain menyelip kendaraan kami. Bahkan setiap truk besar menyalip kami dengan jarak sekian sentimeter, aku selalu memekik "Ya Tuhan!!" sambil menutup mataku.
Aku semakin tak bisa tidur karena setiap kali aku mencoba menutup mata, kejadian kertas 'orang hilang' tadi selalu terbayang dan itu sukses membuatku gelisah.
Entah setan apa yang kini singgah di tubuhku, setiap aku melihat ke arah David dan mengingat tujuan kami, setan itu selalu berbisik,
Tenang Alice, tak apa. Mari pikirkan tentang itu sepulang jalan-jalan.
Setiap kali aku berpikir seperti itu, otomatis tanganku bergerak memukul kepalaku sendiri. Kau bodoh ya, ini masalah serius! Tapi kemudian aku berpikir lagi, Tapi belum tentu kalau aku pulang aku akan naik roller coaster, mungkin yang ada Mom akan memarahiku seminggu lebih. Tapi tak berselang lama, tubuhku mulai berkerigat dingin membayangkan wajah Mom yang sedang marah.
Begitulah konflik batin yang kualami. Aku yang tidak tahu harus berbuat apa, akhirnya mengikuti alur yang ada saja. Setan itu menang.
"David..." aku memanggilnya lagi. Tangan kiriku berusaha menggapainya.
"Hmm? Apa sweetie?"
Aku mendengus karena ia menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel. "Kalau kau tidak segera melihat ke depan, mungkin sebentar lagi kita akan menabrak mobil itu." kataku sambil menunjuk mobil yang sedang parkir di pinggir jalan.
David sontak melihat kedepan. Secepat kilat ia memutar stir di depannya. "Astaga! Untung saja." Ia melihat ke arahku, "Kau tak apa, sweetie?"
Aku menarik napas panjang sanking kesalnya. "Pertama, aku tidak mau mati. Jadi kumohon lihatlah ke depan dan menyetirlah seperti orang normal."
"Oke." David mengangkat bahunya dan menatap lurus ke depan.
"Kedua, aku mau mobilnya berjalan tidak terlalu laju ataupun terlalu lambat."
"Itu... sedikit sulit tapi akan kuusahakan." David berkata seperti itu dengan santai. Tapi tangannya masih memegang ponsel jadi itu membuatku masih merasa tak aman.
"Ketiga—" Aku membuka suaraku ketika ia mulai melihat ponselnya lagi. "Bisakah kau simpan ponsel itu? Sangat mengesalkan melihatmu bermain ponsel."
"Iya, iya. Kenapa tiba-tiba kau jadi cerewet, sih?"
"Salahmu sendiri. Di sampingmu ada yang lebih nyata, kau tahu?"
"Lagipula kenapa? Ponsel itu segalanya sekarang. Memangnya siapa yang bisa hidup tanpa ponsel di zaman sekarang ini?"
"Aku?" Aku menunjuk diri. Buktinya selama beberapa bulan ini aku tetap hidup meski tanpa ponsel. "Kau bertukar pesan dengan siapa sih? Davis?"
"Kau cemburu?" David mulai tersenyum jahil. Ah, dia mulai gila lagi. "Aku tahu kok perasaanmu, baiklah, aku tidak akan mengambil ponselku lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sleeping Beauty
Teen FictionIni cerita tentang Alice. Gadis berumur 16 tahun yang mengidap penyakit Syndrom Kleine-Levin. Kau tahu? itu penyakit langka. Kau bisa tertidur selama berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Tapi, suatu hari, ketika ia terbangun, ia be...