27

1.9K 266 40
                                    


"Aku percaya."

Mataku terbelalak, lebih tepatnya takjub ketika mendengarnya. Setelah Davis pergi sekolah, aku sendirian di rumah dan itu membuatku takut. Nyawaku selama ini sudah sering terancam dan hebatnya algojo itu adalah gadis cantik yang tinggal di sebelah rumah sekaligus teman cewek terdekat Davis.

Bayangkan saja jika orang yang mengancam nyawamu sedekat itu darimu. Kujamin kau akan seperti aku sekarang; hampir gila.

Jadi aku perlu menceritakan kegilaan ini sebelum aku jadi gila betulan.

Masalahnya, pasti orang-orang akan menganggapku betulan gila jika aku menceritakannya. Lihat saja, ketika Davis kusinggung tentang vas yang jatuh, ia malah menganggapku mengada-ada.

Tapi saat ini aku benar-benar butuh seseorang. Dan tidak ada makhluk lain yang kupercaya selain David—teman curhatku.

"Kau percaya?" Kataku, hampir seperti berteriak. "Kau benar-benar percaya?"

"Tentu saja, sweetie." David berbisik karena saat ini sedang ada kelas, tapi ia tetap nekat menghubungiku. "Meski kau bohong aku tetap percaya."

Aku tertawa. David selalu bisa menghiburku. Ah, semua pasti akan lebih mudah jika saja ia yang aku sukai.

Duniaku terlalu rumit sekarang, jauh lebih rumit dari mainan puzzle super besar yang pernah dibawa Sammy ke rumah.

"Aku sangat takut sendirian." Kataku sambil menaikkan selimut hingga ke leherku. "Padahal aku sudah mengunci semua pintu."

"Aku akan kesana, kita bisa makan es krim jika kau mau."

"Aku juga ingin macaroon."

"Apapun itu, Sweetie. Tapi tidak bisa sekarang. Aku masih punya dua kelas lagi dan aku tidak bisa bolos kali ini."

"Bahkan jika aku ingin sekarang?"

"Maafkan aku, Sweetie."

Aku tersenyum kecut. Bahkan David tidak benar-benar percaya padaku. "Baiklah."

Tidak ada suara setelahnya, namun telepon kami pun tidak terputus. Aku bisa mendengar sayup-sayup keramaian kelasnya. Dan itu sedikit membuatku rindu kehidupan normalku dulu, kecuali bagian mengerjakan tugas—aku sudah lupa rasanya, dan aku tak mau mengingatnya.

Tapi, rasanya lebih baik dihadapkan tugas sekolah daripada harus menghadapi situasi gila hari ini. Kakiku mengenaskan, mentalku kelelahan, hatiku galau, jiwaku ketakukan dan malu sekaligus... dan ditambah sindrom yang selalu datang di saat yang tidak tepat. Mengingatnya membuatku sakit kepala, dan rasa kantuk serta lelah ditambah kaki yang cenat-cenut membuatku tidak tenang menutup mata.

Jelas sekali aku paranoid. Tidak ada yang bisa menjamin nyawaku tak melayang jika aku tidur. Pikiranku terlalu liar.

Akhirnya aku tertidur juga dan bangun pukul 1 siang. Sebenarnya aku bisa melanjutkannya, namun aku bertekad untuk terjaga sebisa mungkin ketika sendirian. Dengan susah payah aku berusaha turun menuju dapur, dan hebatnya aku berhasil setelah lebih dari setengah jam lompat-lompat. Aku memakan makanan sisa yang ada di meja dan meminum modafinilku lebih banyak dari biasanya. Bahkan aku lupa kalau overdosis itu ada.

Aku harus sadar... aku harus waras... aku harus santai...

Itu mantraku. Dan terus kukomat-kamitkan tanpa henti. Kalau mulut bisa berbuih, mungkin sekarang dari mulutku sudah keluar gelembung.

"Tidak bisa kah kau datang lebih cepat?" Akhirnya aku menghubungi David lagi. Semenit sebelumnya aku menelpon Jane yang langsung tertawa terbahak-bahak dan menyebutku tidak waras setelah mendengar ceritaku. Aku frustasi. Kenapa tidak ada yang percaya padaku?

"Masih ada satu kelas lagi, sweetie."

Aku mendengus. Kenapa menunggu untuk makan es krim hampir sama beratnya dengan menunggu kepastian Davis?

Aku sungguh perlu mendinginkan kepalaku agar bisa tidur dengan damai.

"Kurasa aku akan gila, apa Emma di sana?" tanyaku. Aku bangkit dan mulai lompat-lompat lagi menuju teras, dan saat aku membuka pintu tiba-tiba saja suara David menjadi nyaring.

"Ya, tapi... whoa, whoa, sweetie tunggu. Apa yang kau lakukan?!" Katanya. "Aku bisa mendengarmu!"

Aku cekikikan ketika kudengar suara kelas yang tadinya ramai menjadi sepi, dan David mulai cengengesan di sana. "Oh, sorry guys."

"Kenapa kau begitu bodoh, David?"

"Bodoh, tapi kau hampir suka kan?" Suaranya memelan.

Perkataannya membuatku tertawa lagi. Baru saja aku ingin berbicara, suara David sudah menyambar. "Oh, oh, kembali ke pertanyaanku tadi. Kau keluar rumah?"

"Ya, di teras. Aku akan menunggu di sini."

"Jangan nekat pergi sendirian, meskipun kedai es krimnya hanya lima menit dari sana tapi aku tidak mau kau pergi sendiri."

"Kau pikir aku bisa pergi sendiri?" Aku terkekeh sambil melihat salah satu kakiku yang diperban. Tepat saat itu wanita yang tinggal di depan rumah Davis (namanya Madam Rose, omong-omong) tampak keluar dari rumah dan menuju mobilnya. Dan seketika ide gila muncul di kepalaku.

"David, kurasa aku akan pergi tanpamu."

"Apa?! Kau jalan kaki? Jangan gila, sweetie!"

Sebenarnya, David mengoceh tapi aku tidak dengar karena aku berteriak pada Madam Rose untuk menumpang padanya.

"Aku pergi duluan, oke."

"Whoa, whoa, sweetie tungg—"

Sambungan terputus. Lebih tepatnya, aku mengakhiri panggilan kami.


***

Haiiiii

msb mulai update lagi nihh, semoga ada yang menunggu yah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

msb mulai update lagi nihh, semoga ada yang menunggu yah...

bakal kuusahain update seminggu sekali/2 kali.. doakan yah guys wkwk udah dapat 4 capter soalnya 

makasih buat siapapun yg udah setia menanti di lapak msb. xoxo

My Sleeping BeautyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang