Aku sudah memikirkannya.
Aku tidak ingin pergi ke pesta. Aku tidak akan pergi ke pesta. Pengalaman mengajarkan segalanya. Sejak ada penyakit sialan ini, pesta merupakan hal yang menyebalkan buatku. Tiap kali aku pergi ke pesta, aku selalu berakhir tidak sadarkan diri di tengah-tengah pesta. Penyakitku kambuh dan aku tidur di lantai tiba-tiba.
Lalu besok paginya, Jane (sekedar mengingatkan, dia kakakku) akan mengomel seharian dan mengungkapkan betapa menyesalnya dia membawaku ke pesta.
Nah, bagaimana jika aku tiba-tiba kambuh di pestanya Ashley? Itu memalukan.
Apalagi Ashley bilang bahwa pesta ini bukan sembarang pesta. Karena ia akan pindah sebelum kelulusan, maka ia ingin membuat pesta seperti prom night. Jadi kau harus memakai gaun, high hells, make up, kemudian berdansa.
Oh, lupakan saja. Aku tidak sanggup.
“Davis?” Ini sudah pukul setengah 12 malam dan aku (mungkin) mengganggunya dengan menggedor-gedor pintu kamarnya. Tapi aku tidak bisa membiarkan ini, aku benar-benar tidak tenang mengenai pesta.
“Davis?”
Davis tidak menjawab walaupun aku menggedor pintunya berkali-kali. Kupikir Davis sudah tidur. Jadi, aku mencoba memutar gagang pintunya yang kebetulan tidak terkunci. Ketika aku membuka pintu dan masuk ke kamarnya, aku menemukan Davis. Dan hebatnya ia tidak tidur, ia hanya duduk di kursinya yang berjarak 5 langkah dari pintu kamarnya.
Aku merasa dipermainkan.
“Kau mendengarku tapi tidak menggubrisku.” Kataku kesal. Davis yang matanya mengarah pada buku yang dibacanya melirikku, kemudian ia tersenyum jahil. “Aku tidak dengar.”
Aku menatapnya jengkel, “Ya, kau dengar.”
“Tidak.” Kali ini ia merespon sambil mengarakan matanya ke arah buku yang ia pegang.
“Apa susahnya berdiri kemudian berjalan 5 langkah ke arah pintu dan membukanya?”
Tanpa memalingkan mata dari buku sialan itu, ia menjawab, “Aku belajar, itu sangat merepotkan, tahu.”
Dia selalu menyebalkan, seperti biasanya.
“Omong-omong,” Davis menutup bukunya kemudian menatap ke arahku. “Kau bau.”
Cukup. Rasanya aku ingin meledak.
Aku menghentakkan kakiku, memutar badanku dan berjalan cepat kembali ke pintu. aku sudah membuka pintu ketika suara Davis menggema di telingaku.
“Jadi kau ke kamarku hanya untuk marah-marah dan keluar? Ah, kau memang merepotkan.”
Lupakan kalimat kedua dari dialog yang Davis katakan. Cermati kalimat pertama dari dialog yang Davis katakan. Benar juga, aku hampir lupa tujuanku kemari.
“Ehem,” Aku berdehem setelah hampir dua menitan diam di ambang pintu Davis. Setelah yakin urat malu-ku sudah terputus, aku menutup pintu dan berbalik ke arah Davis.
“Sebenarnya, aku mau minta tolong.”
Davis menaikkan sebelah alisnya, “Apa?”
Dengan gerakan cepat aku mengambil bangku yang terletak di sudut ruangan dan menyeretnya sampai berhadapan di depan Davis.
“Begini, aku ingin kau tolong aku supaya aku tidak pergi ke pestanya Ashley, kau—”
“Kenapa?” Davis langsung memotong ucapanku, “Semuanya pergi kesana.”
“Aku tidak suka pesta,” Davis hendak menyahut namun aku memotong ucapannya. “Kau kan pergi ke pestanya, kau hanya perlu bilang ke Ashley kalau penyakitku kambuh dan aku tidur. Beres kan?”
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sleeping Beauty
Teen FictionIni cerita tentang Alice. Gadis berumur 16 tahun yang mengidap penyakit Syndrom Kleine-Levin. Kau tahu? itu penyakit langka. Kau bisa tertidur selama berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Tapi, suatu hari, ketika ia terbangun, ia be...