23

6.2K 649 69
                                    



Jane berkata ia akan menonton konser Taylor Swift pada bulan ini, 5 hari sebelum Mom dan Dad pulang. 5 hari sebelum Mom dan Dad pulang adalah kurang lebih 8 hari lagi dari sekarang. Dan itu belum tentu benar karena aku sungguh bodoh dalam matematika, termasuk pertambahan dan pengurangan.

Mengenai kejadian Davis-menatap-Emma-hatiku-sakit, aku sungguh ingin melupakan itu tapi tidak bisa. Adegan itu berputar otomatis di otakku setiap kali aku melamun. Aku sempat berpikir untuk berhenti minum modafinil agar aku bisa tidur lama dan melupakan apa yang kulihat waktu itu. Tapi demi Tuhan, aku tidak bisa tidak melihat Davis secara langsung, sementara aku tidak tinggal di sini selamanya.

Intinya, sejak kejadian itu aku galau.

"Kau sakit?"

Davis melihatku bingung. Pagi ini aku bangun seperti biasa, menyapa Mr. Josh dan Davis seperti biasa dan sekarang aku sarapan bersama mereka. Seperti biasa.

"Tidak," aku menjawabnya seperti biasa, namun aku bisa melihat Davis menaikkan alisnya.

"Kau tidak pernah makan selambat ini, Alice." Davis meyodorkan sesendok sereal favoritnya kepadaku, tepat di depan Mr. Josh yang kini senyum-senyum melihat kami. "Kau tidak selera makan roti? Coba ini."

Aku menelan ludahku dan bingung bagaimana meresponnya. Lihat, kan? Bagaimana bisa aku tidak galau kalau akhir-akhir ini dia bersikap seperti ini. Aku bisa gila menebak perasaannya.

Davis menaik-turunkan alisnya dan memainkan matanya bolak balik dari arahku ke sereal itu. Tentu saja, akhirnya aku memakannya. Tidak mungkin aku menolak kebaikan Davis yang disaksikan ayahnya.

"Mau? Aku bisa mengambilkannya untukmu."

Aku tersenyum melihatnya, entah berapa detik aku lupa bahwa cowok di sampingku inilah yang membuatku hampir gila.

"Tidak, terima kasih. Aku akan menghabiskan apa yang Mr. Josh buat untukku." Kataku. Davis tertawa hingga mata birunya hampir tak terlihat. Mr. Josh tersenyum padaku, ia mengangkat tangannya seolah berusaha meraihku. Aku memajukan badanku dan menundukkan kepalaku.

Sejak kemarin, Mr. Josh sering sekali mengelus rambutku. Aku menyukainya.

"Kau benar-benar tipeku, Alice." Kata Mr. Josh. "Aku jadi ingin punya anak perempuan. Sayang, calonnya tidak ada."

Aku tertawa sambil mengunyah roti. "Kau bisa mencarinya, Mr. Josh. Aku yakin banyak wanita yang akan tertarik padamu karena kau tampan."

Aku dan Mr. Josh tertawa lebih keras. Davis melihat kami dengan pandangan aneh. "Ugh, jangan coba-coba, Dad. Aku sungguh tidak ingin punya ibu tiri."

Davis memakan sereal kemudian berkata lagi. "Oh, sebelum kau terlalu percaya pada Alice aku akan menyadarkanmu."

Ia tersenyum jahil. "Dad, beratmu hampir 100 kilo dan kau buncit. Kau tidak mungkin percaya pada Alice karena baik kau dan aku sama-sama tahu kalau kau tidak tampan. Yang tampan itu—" ia tiba-tiba saja membuat jambul dadakan dengan tangannya. "—aku."

Kami tertawa lagi dan lagi, dan sarapanku habis tanpa kusadari.

Aku membantu Mr. Josh mencuci piring setengah jam kemudian. Saat aku selesai dengan pekerjaanku, Mom menelponku dan aku melesat menuju teras lalu duduk di kursi kayu favoritku. Mr. Josh keluar beberapa menit kemudian, lengkap dengan pakaian polisinya. Ia hanya memberi sinyal dengan matanya ketika melihatku menempelkan ponsel di telinga. Aku tersenyum sambil melambaikan tanganku.

Mom rajin menelponku setiap hari. Kadang aku bingung, di rumah asliku, aku ingin sekali menelpon Mom. Tapi setelah di sini aku bahkan tidak pernah menelponnya dan Mom lah yang selalu menelponku. Dia selalu bertanya mengapa aku selalu menolak melakukan video call, dan aku memberikan beribu alasan tidak masuk akal yang bahkan tidak kuingat lagi.

My Sleeping BeautyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang