Sebenarnya, aku ingin sekali pergi dari hadapan David yang kurasa sinting ini. tapi dia tetap memegang tanganku dan berharap agar aku menemaninya bermain basket. Katanya, dia dan timnya akan bertanding dengan sekolah lain dalam waktu dekat ini. Tapi, well, kau tahu, itu tidak penting bagiku. Yang penting sekarang adalah: aku harus pergi dari sini!
“Please, sweetie.” David memasang muka memelasnya, bahkan matanya mulai berair. Jadi akhirnya aku menjawab—dengan terpaksa, “Oh ya. Tentu saja.”
Kalau saja dia bukan temannya Davis.
David bermain dengan cukup hebat walaupun sendirian. Tadinya dia mengajakku bermain bersama, tapi aku menolaknya karena aku sudah lelah. David hanya mengangguk sambil berkata, “Aku baca di internet, katanya orang yang menderita Syndrome Kleine-Levis mudah lelah.”
Aku yakin Davis yang memberitahunya soal penyakit anehku.
Rasanya, aku ingin menyolot padanya seperti ini: ‘Kalau kau sudah tahu, kenapa masih mengajakku?!’. Namun, aku teringat kalau David temannya Davis. Dan mereka sudah bersahabat sejak mereka masih memakai popok.
Bayangkan saja, mereka sudah saling curhat sejak mereka masih bayi.
Mataku langsung berbinar ketika melihat Davis berjalan mendekat sambil membawa beberapa kaleng minuman soda.
“Davis, apakah Emma sangat sibuk didalam?” tanyaku. Davis langsung mengangkat salah satu alisnya, sementara David langsung berhenti bermain basket.
“Eumm, sebenarnya tidak.”
“Oh bagus!” kataku cepat. “Aku akan membantunya sekarang.”
Davis menatapku tak mengerti. Aku terpaksa harus menoleh ke belakang dan tersenyum kaku kepada David yang tengah memperhatikan kami. Lalu aku berbalik lagi pada Davis dan memberikannya pandangan ‘cepat-selamatkan-aku-dari-teman-sintingmu-sekarang-juga!’
Davis sepertinya mengerti. Bahkan aku melihatnya berusaha menahan tawa.
“Ya.” Akhirnya dia berkata. “Mungkin Emma butuh bantuan.”
Aku menghela nafas lega. Sementara Davis , oh sudahlah, dia malah tersenyum mengejek padaku.
“Ada apa, sweetie?” Begitu mendengar suara David aku memejamkan mataku frustasi. Ini sudah yang ke 5 kalinya dia memanggilku sweetie. Dan sungguh, itu memuakkan.
“Tidak apa-apa. Aku akan kedalam sekarang.” Kataku.
“Why?” Tanyanya cepat, tangannya bahkan sudah terangkat. Bola yang dipegangnya sudah hilang entah kemana.
“Aku akan membantu Emma, oke? Bye!”
Aku berlari cepat ke dalam rumah tanpa menghiraukan panggilan David, kemudian masuk ke ruang makan. Tidak ada makanan tersaji disana. Aku memutuskan untuk ke dapur. Dan boo! Aku melihat Emma disana.
“Ada yang bisa kubantu?” kataku.
Emma berbalik kemudian tersenyum. “Sayang sekali, aku sudah selesai. Oh, mungkin kau bisa membantuku membawanya?”
“Tentu.”
Hari ini Emma memasak taco, salad, dan kentang goreng. Dan aku tak pernah protes terhadap yang ia buat. Dude, semua yang dia masak sangat enak!
Kami meletakkannya diatas meja. Daripada harus diam-diaman seperti ini, aku berpikir untuk membuka percakapan dengannya. Mungkin saja, kami bisa berteman baik.
“Jadi, aku baru sadar kalau rumahmu disebelah.” Kataku sambil duduk di salah satu kursi. Kudengar Emma tertawa kecil lalu menjawab, “Aku dan Davis sudah bertetangga sejak kecil.”
“Kau tahu, temannya Davis, maksudku David, apa dia terkena gangguan jiwa?” tanyaku. Emma tertawa lagi mendengarnya. “Oh, David memang begitu sejak kecil. Dia agak playboy. Anggap saja dia sedang bercanda.”
“Akan kucoba.” Kataku sambil terkekeh. Dalam hati, aku ragu bisa menganggapnya bercanda. Aku ragu, apa aku tahan jika dia terus-terusan memanggilku sweetie?
“Alice, kau mau aku menceritakan tentang mereka sedikit?” Tanya Emma. Bingo! Sebenarnya, aku cukup penasaran dengan mereka.
“Jadi, mereka sudah berteman sejak bayi. Kurasa David sudah memberitahumu. Itu karena kedua ayah mereka juga sudah berteman sejak bayi.” Aku mengangguk. Jadi, persahabatan mereka bahkan terjalin secara turun menurun. Berarti, sudah dipastikan keturunan mereka selanjutnya akan bersahabat. Yeah, sahabat dari bayi.
Kemudian Emma mulai duduk di kursi dan melanjutkan ceritanya. Awalnya, dia bilang dia akan menceritakannya sedikit. Namun nyatanya, ia menceritakannya cukup lama hingga makanan di meja sudah dingin dan kentang goreng hampir habis karena kumakan. Bahkan, Emma tak berhenti tersenyum dari awal hingga akhir.
Kurasa ia terlalu bersemangat.
Intinya, Davis dan David sama-sama tampan. Mereka berdua juga sama-sama populer disekolah mereka—Davis dengan kepintarannya dan David kerana basketnya. Namun mereka punya kepribadian yang jauh berberda. Davis populer disekolah karena sikapnya yang stay cool, sedangkan David karena sikapnya yang—kau tahulah bagaimana. Kata Emma, David seperti itu karena dia memang baik pada setiap orang. Tapi kalau menurutku, dia aneh.
Pokoknya, Davis dan David selalu menempel satu sama lain. Seperti permen karet.
Aku akhirnya memutuskan berdiri dan mendekat ke jendela. Sebenarnya, ini juga salah satu caraku agar tidak menghabiskan kentang goreng.
Disana aku melihat Davis dan David yang sedang dihalaman. Tadinya kupikir mereka akan duel basket berdua, namun ternyata hanya David yang bermain basket. Sedangkan Davis berdiri dipinggir, hanya sesekali meempar bola pada David. Kenapa Davis tidak main?
Tiba-tiba Emma sudah ada disampingku. Karena senyumnya malah makin lebar, aku jadi penasaran padanya.
“Kenapa kau terus tersenyum?”
Emma menoleh padaku. “Alice, kau tahu tidak rasanya jatuh cinta?”
Aku menggeleng. Tentu saja tidak. Selama 16 tahun aku hidup, aku tidak pernah punya pacar. Padahal, Jane selalu membawa cowok yang berbeda ke rumah tiap bulan untuk makan malam bersama keluarga kami.
Aku dan Jane memang berbeda walaupun kami bersaudara.
Aku jadi rindu pada Jane dan Mom. Dad juga.
“Kalau kau suka pada seseorang, jantungmu akan berdetak lebih setiap melihatnya. Kadang kau akan merona kalau didekatnya. Lalu, kau akan memikirkannya setiap saat.” Kata Emma. Bahkan dia menaruh kedua tangannya didadanya sambil menutup matanya. Kemudian tersenyum sangat lebar hingga gigi putihnya terlihat semua.
Oke, dia memang agak berlebihan.
Atau, aku yang berlebihan mendiskripsikannya?
“Bagaimana kau tahu?”
“Karena aku mengalaminya.” Katanya. Aku terkekeh kemudian kembali memperhatikan Davis dan David dihalaman. “Oh ya?”
“Ya. Aku suka Davis bahkan sejak aku masih sd.”
Perkataannya sukses membuatku berhenti terkekeh. Bahkan saat ini, aku mulai memasuki duniaku sendiri, di dalam otakku.
Ada yang perlu diklarifikasi disini. Emma suka Davis. S-u-k-a. Berarti, Davis dan Emma tidak pacaran. Haha!
Entah mengapa, aku tidak bisa menahan senyumku setelah memikirkan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sleeping Beauty
Teen FictionIni cerita tentang Alice. Gadis berumur 16 tahun yang mengidap penyakit Syndrom Kleine-Levin. Kau tahu? itu penyakit langka. Kau bisa tertidur selama berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Tapi, suatu hari, ketika ia terbangun, ia be...