12

15.6K 1.2K 89
                                    

haloooooo?

apa masih ada yang nungguin ini cerita? *krik* aku minta maap maap maap bangettttt karena baru lanjut sekarang :') tau-tau sudah akhir februari aja. lama banget ya? maap yaa. tapi beneran deh, aku ga ada buka wattpad dari pertengahan januari pas aku ngepost itu chapter 11 itu .-. baca cerita di wattpad pun ga ada, hiks :( terus aku itu kalo buka lewat laptop jarang, takut dimarahin mama hehe biasanya aku buka lewat hp, tapi ram di hp aku itu kecil banget, memori wattpad udah ga muat lagi jadi datanya aku hapus, akun aku tekeluar deh..*apaangakpentingbanget*

bagi yang masih nungguin lanjutan cerita ini *kalo ada* makasih bangetttt ya, buat yg komen sama vote juga makasih bangett, padahal cerita ini makin lama makin absurd gila -_-

yahh, namanya aja author keles, gini sud wkwk

***

Aku ingin tidur sekarang juga. Sumpah.

Mengerikan rasanya melihat wajah-wajah di depanku ini. Apalagi ketika tawa hambar mereka menyeruak masuk ke telingaku. Aku merinding.

Tapi reaksiku ini sungguh berbeda dengan yang lainnya. Aku bisa melihat David dan teman-temannya mengulum senyum. Bahkan David dengan entengnya ikut tertawa.

“Oh, dude, jangan bercanda.” Suara cowok itu berubah dingin. “Kau jelas-jelas mengundang kami.”

Aku menoleh ke arah David dengan mata hampir melompat keluar ketika ia berkata, “Oh, Bob, aku tidak bercanda. Untuk apa aku mengundangmu?”

Melihat mata Bob menggelap membuatku ingin sembunyi sekarang juga. Kukira, beberapa detik ke depan akan berlangsung baku hantam, namun ternyata Bob menarik napas panjang—dan kesal, lalu menghembuskannya perlahan.

“Jangan main-main denganku, David,” ia mengeluarkan sebuah I-Phone dari kantong celana jeans robek-robeknya dan maju selangkah ke depan kami. ia menyeriangai sambil memperlihatkan sebuah pesan di layarnya.

Bob makin menyeringai melihat kami semua melongo, “Lihat? Kau sendiri yang mengirimkan ini padaku. apa kau amnesia, huh?”

Aku membaca kilat pesan di layar itu yang ternyata berisi ajakan untuk pergi ke tempat ini. Tidak ada yang bereaksi . aku benar-benar tidak mengerti kenapa David melakukan ini. Dia mengundangnya. Dia mengundang Bob dan mengusirnya ketika mereka datang. Ini penghinaan! Dan David melakukannya seolah ia tidak punya dosa sama sekali. Apa dia memang amnesia?

Hah! Tidak mungkin. David gila, bukannya amnesia.

Bob menarik ponselnya dan memasukkannya kembali ke kantongnya. Ia menatap kami semua dengan senyum kemenangan.

“Well, sepertinya kau sudah tertangkap basah, dude,” Bob tertawa, “Oh, tidak usah merasa bersalah begitu, akan kuanggap angin lalu. Bagaimana kalau kita mulai pestanya?” Ia tertawa lagi.

Saat aku berpikir ide Bob sangat bijaksana, dan saat aku berpikir keadaan ini akan kembali normal, perkataan David selanjutnya langsung membuat semua pikiranku menjadi suram seketika.

“Itu bukan aku.” Sahutnya enteng. “Dan itu bukan nomorku.”

Oh, Tuhan.

“Oh sudahlah, man. Hentikan saja omong kosong itu.” Bob kembali menyahut.

“Aku tidak bercanda,”

Aku yakin Bob tidak mendengar apa yang David katakana barusan karena ia dan kawan-kawannya langsung mengambil tempat diantara kami, mencomot makanan kami, dan bertingkah seakan kami semua adalah kawan lama yang tidak mereka temui sejak lama. Aku melonjak kaget ketika ada yang mencengkram tanganku. Aku menoleh, dan menemukan salah satu dari anggota Bob yang sedari tadi menatapku sambil menjilati bibirnya. Kali ini, ia mengedip-ngedipkan matanya seolah mengisyaratkan sesuatu. Jangan tanya aku apa, aku tidak tahu dan tidak mau tahu.

My Sleeping BeautyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang