A/N
Part ini hampir 90% narasi, semoga aja gak bosen pas dibaca.
Kalo bosen? Maap yaa >_<
***
Sial.
Benar-benar sial. Bahkan ini hari pertamaku ‘melihat’ dunia luar sejak sekian lama dan seseorang sudah mengunciku di toilet. Hell ya! Padahal aku bukan murid sekolah ini. Masih ada saja orang iseng yang mengerjaiku. Kenapa aku harus mengalami siksaan seperti gadis payah yang terkena bullying?
Aku sudah berteriak-teriak hingga suaraku nyaris seperti orang tercekik. Aku sudah menggedor-gedor pintu hingga tanganku nyaris bengkak. Nihil. Tidak ada yang mendengarku. Kemana pasangan lesbi dan anggota cheer itu? Aku mengintip melalui celah dibawah pintu. Kaki-kaki mereka tidak tampak sekalipun. Bahkan aku tidak mendengar langkah kaki seorangpun yang masuk.
Aku panik.
Sudah hampir satu jam dan aku hanya bisa lompat-lompat sambil mencengkram rambutku seperti orang gila. Udara disini pengap dan sudah bercampur ‘parfum’ lama-lama ingin membuatku muntah. Aku butuh menghirup oksigen sebelum aku akan mati dalam beberapa jam kedepan.
Seharusnya ponsel dapat mempermudahh segalanya, namun ketika aku mengecek seluruh kantong di celanaku, aku sama sekali tak menemukannya. Sampai aku sadar, aku tidak membawa ponsel bahkan saat Mom menyeretku kerumah sakit 2 minggu yang lalu. Benar-benar bodoh.
Sekarang aku bisa apa?
Sekarang yang bisa kulakukan hanya duduk sambil memluk lututku sendiri. Berkali-kali aku merutuki diri karena mau-maunya menonton pertandingan basket sampai seperti ini. Harusnya aku mati-matian menolak ajakan Davis, jadi sekarang aku sudah tidur dengan aman dan nyaman di ranjang yang empuk, bukan malah terjebak ditoilet sambil mempertaruhkan nasib antara hidup dan mati seperti ini.
Mataku panas. Aku menangis lagi. Aku terisak bahkan tersedak berkali-kali. Rasanya aku sudah seperti anak 5 tahun yang menangis penuh ingus.
Tapi aku takut. Bagaimana jika aku tiba-tiba tidur disini? Bagaimana jika tidak ada yang sadar kalau aku ada disini?
Aku tak bisa membayangkan bagaimana Mom shock dan Dad yang peyakit jantungnya kambuh ketika membaca Koran dipagi hari yang memberitakan seorang gadis 16 tahun penderita Syndrom Kleine-Levis bernama Alicia Arsen ditemukan tak bernyawa di salah satu toilet sekolah Mission karena terkunci dan kelaparan.
Lihat? Bahkan pikiranku sudah tidak masuk akal.
Lagi-lagi pikiranku menerawang pada sosok Davis. Bagaimana bisa dia tidak mencariku padahal aku tidak kembali hampir 1 jam?! Bagaimana jika dia meninggalkanku begitu dia tahu aku tidak kembali? bagaimana jika dia beranggapan aku sengaja pergi darinya? Bagaimana jika dia tidak perduli kalau aku pergi?
Tidak, Alice. Jangan berpikiran negatif.
Aku pasrah. Aku semakin membenamkan kepalaku kedalam lututku. Aku butuh tidur. Aku harus tidur. Semakin aku terjaga maka semakin panik aku menghadapinya.
Ketika aku memejamkan mataku, segalanya menjadi lebih rileks dari sebelumnya. Aku sudah tidak terisak dan tersedak meskipun air mata terus keluar dari mataku. Bahkan kini aku mendengar suara Davis yang memanggilku dari jauh dan itu membuat perasaanku aman. Benar kan, tidur membuat segalanya rileks.
Suara Davisyang tadinya jauh semakin dekat dan dekat. Aku semakin memejamkan mataku agar terus bisa mendengarnya sambil berharap khayalanku ini bisa jadi kenyataan.
“Alice!” itu suara Davis lagi. Kali ini lebih dekat seperti beberapa meter dariku. Kepalaku terangkat ketika seseorang mulai menggedor-gedor bilik-bilik di toilet ini. Ketika aku membuka mataku, suara Davis tetap terdengar bahkan seperti beberapa langkah dari toilet dimana aku terkunci.
Mataku membulat sempurna. Badanku berdiri dengan sendirinya. Ini bukan mimpi. Aku selamat.
“Davis!!” aku mulai menangis lagi dan menggedor-gedor pintu dengan lemas. “Aku disini.”
Entah perasaan senang, lega, atau terharu, semuanya bercampur jadi satu.
Tiba-tiba suara hening. Aku merinding seketika. Davis tidak memanggil namaku lagi. Aku pun berhenti berhenti menggedor pintu. Langkah sepatu berjalan perlahan mendekati toilet dimana aku berada. Aku bisa melihatnya dari bawah. Ada seseorang di luar sana, berdiri mematung. Aku bahkan ragu itu Davis, seakan beberapa menit yang lalu semua teriakan Davis itu hanya khayalanku saja. aku menunggu sampai dia berbicara, namun yang diluar tak berbicara sedikitpun.
Ya Tuhan, yang dia lakukan diluar sana hanya bernafas!
“A-lice?” Kali ini dia bersuara dan aku benar-benar yakin itu Davis. “Itu… kau?”
Ada kelegaan yang luar biasa hingga tubuhku kembali jatuh terduduk di lantai. Aku benar-benar selamat. Davis menyelamatkanku.
“Iya, ini aku, bodoh. Cepat keluarkan aku.” Aku berkata dengan sisa-sisa suaraku. Persis seperti besi yang karatan seraknya.
Aku tahu Davis sedang berusaha untuk membukanya dan aku berusaha untuk tidak panik. Aku bisa melihat gagang pintu yang bergerak cepat hingga menimbulkan bunyi berdecit yang cukup keras. Aku bisa mendengar Davis yang memukul pintu dan mengumpat berkali-kali. Itu membuatku tak bisa menahan tangisku, dan aku membuat Davis semakin panik diluar sana.
“Alice, tenang, oke?” Davis mulai menendang pintu, berusaha mendobraknya. Aku menutup telingaku mendengar suaranya. Perkataan Davis sama sekali tidak membuatku tenang. Aku semakin takut tidak bisa keluar dari sini.
Satu dobrakan keras membuat pintu itu terbuka. Oksigen seakan menyeruak masuk ke dalam paru-paruku. Diluar, aku melihat Davis memegangi lengannya sambil meingis. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana sakitnya. Mungkin memar. Dan aku sungguh menyesal membuatnya seperti itu.
“Kau baik-baik saja?” Davis menatapku khawatir. aku hanya bisa menggeleng pelan. Dia pasti tahu aku tidak baik-baik saja.
“Pulang.” Kataku, nyaris berbisik. “Pulang. Pulang. Pulang. Pulang.”
Aku masih merancau ketika Davis membawaku kedalam pelukannya. “Hush, sudah tidak apa-apa. Sudah aman, oke?”
Tidak. Semuanya tidak aman selama aku masih disini. Aku butuh kasurku, selimut, dan bantal. “Pulang.”
“Oke, pulang.” Katanya pasrah. Davis menarikku berdiri, namun aku sama sekali tak bisa. aku lemas dan pusing. Dan mengantuk.
Akhirnya, aku harus merepotkan Davis lagi karena dia langsung menggedongku keluar.
Tubuhku terasa ringan. Seakan disekitarku dipenuhi kabut-kabut yang membingungkan, tiba-tiba semuanya mendadak gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sleeping Beauty
Teen FictionIni cerita tentang Alice. Gadis berumur 16 tahun yang mengidap penyakit Syndrom Kleine-Levin. Kau tahu? itu penyakit langka. Kau bisa tertidur selama berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Tapi, suatu hari, ketika ia terbangun, ia be...