21

5.4K 660 49
                                    


Tiba-tiba ditelpon oleh orang yang kau suka pasti rasanya aneh. Sungguh sudah lama aku tidak merasakan ini. Perutku mulas seketika dan tubuhku jadi dingin. Aku senang tapi gugup. Aku ingin membuang ponselku tapi aku ingin mendengar suaranya.

"Hei, kau masih di sana?" Aku terkesiap, tahu-tahu aku sudah dalam posisi duduk di sofa.

"Y-ya, aku disini. Halo, Davis?"

Aku bisa mendengar Davis tertawa pelan di sana, "Kau oke disana? Kenapa suaramu begitu?"

"Aku oke," Aku sempat kikuk sendiri, tapi kemudian aku berdehem. "Kenapa kau menelponku?" kataku dengan nada normal, padahal dalam hati aku berteriak, 'oh my god, kau menelponku! Akhirnya!'

"Tak apa, hanya ingin memastikan apa kau oke di rumahmu. Tadinya aku ingin mengirim pesan, tapi aku takut kau tidur dan tidak membacanya."

Aku mulai tersenyum seperti orang gila. Ya Tuhan, tolong kendalikan diriku!

"Aku oke," kataku. Kami sama-sama diam setelah itu.

"Jadi... kau sudah tidak marah lagi, kan?"

Seketika aku mengingat sikapku padanya beberapa hari sebelum aku pulang dan aku langsung menutupi mukaku dengan tangan kiriku. Aku ingin berteriak rasanya ketika mengingat pertanyaan konyol yang kukatakan padanya malam itu.

"Jadi apa? Kau suka padaku? Makanya kau khawatir? Tidak mungkin seperti itu, kan?!"

Aku menggeleng dengan kuat untuk menghilangkan memori itu. Sangat memalukan.

"Kau tahu, kan..." Aku menggantungkan kalimatku. "Ciri penderita Klein-Levin itu bertingkah seperti anak kecil, mudah marah, jadi... aku minta maaf."

"Tak apa, kau tahu, sepertinya aku sudah mulai terbiasa denganmu."

"Baguslah,"

"Aku maklum saja. Kau bertindak seperti itu karena kau suka padaku, kan?"

Mataku melotot. Aku memutar otakku, mencoba mengingat apakah malam itu aku ada berkata 'aku menyukaimu' padanya. Tapi aku tak bisa mengingatnya, dan sepertinya aku memang tidak mengatakannya. Maksudku, aku bukan cewek blak-blakan seperti itu. Aku masih punya malu!

"A-a-apa m-maksudmu? A-aku tidak su-suk-ka pa—"

"Sudahlah," Suara Davis terdengar seperti mengejek. Kalau saat ini kami sedang saling berhadapan, mungkin sekarang dia memajukan kepalanya ke arahku. "Sebenarnya ucapanmu malam itu ibarat pengakuan secara tidak langsung, kan? Kau tahu, aku ini termasuk cowok populer jadi aku sudah tahu hal-hal seperti itu dari pengalaman."

Aku menaikan suaraku satu nada meskipun tergagap. "Ti-tdak, bukan seperti itu."

Sedetik kemudian aku mendengar Davis tertawa. Aku panik dan terus berkata tidak, tapi Davis malah makin tertawa kencang.

"Aku bercanda, Alice." Ia akhirnya berkata sambil mencoba meredakan tawanya. "Oh, man, kau sangat mudah dikerjai. Lucu sekali."

Aku melongo, kembali berkedip dan mencubit pahaku. Lelucon apa lagi ini, ya Tuhan?

"Kau bercanda?"

"Dan kau percaya." Ia tertawa lagi, namun lebih pelan. "Atau itu memang benar?"

"Ti-tidak." Bantahku, padahal jelas sekali kalau aku bohong. "Kau saja yang terlalu percaya diri."

"Well... aku memang percaya diri sih, terutama tentang ucapanmu malam itu. Aku benar-benar berpengalaman, tahu."

Aku tidak membalas. Jantungku sepertinya sudah berpindah tempat dan aku sulit bernapas. Aku tidak tahu harus berkata apa padanya.

My Sleeping BeautyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang