Tak terasa sudah hampir seminggu aku berada di LA. Dan aku belum tau kapan akan kembali lagi ke London. Terkadang aku merasa bingung harus kembali lagi ke London atau tidak. Ada suatu keinginan untuk tidak kembali ke London, karena walaupun Ibu sudah tiada, tapi aku masih bisa merasakan kehadirannya di dekatku. Dan aku merasa, aku akan selalu dekat dengan Ibu jika aku terus berada disini.
Tapi jika aku tidak kembali lagi ke London, bagaimana dengan Harry? Aku sudah berjanji kepadanya untuk kembali.
Dan.....aku juga mulai sangat merindukan dia.
Ngomong-ngomong soal Harry, beberapa hari yang lalu aku sudah berusaha untuk menghubunginya. Tapi dia tidak mengangkat telfon dariku. Aku juga sudah mengiriminya pesan, tapi dia tidak juga membalasnya. Aku sudah berusaha untuk menghubunginya beberapa kali, tapi aku tidak kunjung mendapatkan balasan darinya.
Entahlah, aku rasa dia benar-benar merasa kecewa dan juga marah denganku. Tapi aku sangat berharap bahwa dia tidak akan merasa seperti itu kepadaku. Karena kalau sampai dia merasa kecewa dan juga marah, aku juga akan merasakan hal yang sama kepada diriku sendiri. Aku akan merutuki diriku sendiri, karena ini adalah kesalahanku sendiri.
**
Melihat penampilanku di cermin full body, aku sedikit merapihkan pakaian yang sedang aku kenakan saat ini. Setelah merasa cukup, aku mulai mengambil tasku yang berada di atas tempat tidur, dan segera berjalan keluar dari kamar.
Melangkah menuruni anak tangga, aku berjalan menuju ruang makan dimana bibi Melisa berada.
Bibi Melisa memang masih berada di sini. Walaupun sekarang Ibu sudah tiada, dan dia tidak perlu membantuku lagi dalam mengurus Ibu, bibi memutuskan untuk terus tinggal bersama denganku. Dengan alasan dia ingin menemaniku agar aku tidak kesepian selama di rumah.
"Selamat pagi bibi." Sapaku, ketika melihat bibi Melisa yang sedang menyantap sarapannya itu.
"Selamat pagi Ashley. Duduklah, biar bibi ambilkan sarapan untuk mu dulu." Ucapnya, yang kemudian bangkit dari duduknya untuk menuju meja pantry. Dan aku pun mulai mendudukkan diriku di bangku meja makan.
"Ini sarapan untuk mu." Ucapnya seraya meletakkan sepiring pancake dengan lelehan madu, dan juga segelas susu coklat.
"Thanks bi." Balasku. Dan aku pun mulai menyantap menu sarapanku pagi ini.
"Ashley, kau akan pergi hari ini?"
"Hmm, ya...rencananya aku ingin pergi ke makam Ibu, dan setelah itu aku ingin berjalan-jalan sebentar."
"Apa kau ingin menggunakan mobil? Kalau kau ingin menggunakan mobil, kuncinya ada di atas bupet. Dan apa kau ingin bibi temani?"
"Tidak bi, aku ingin naik kendaraan umum saja. Dan bibi tidak perlu menemaniku. Karena aku ini sudah besar, jadi bibi tidak perlu menemaniku lagi."
"Baiklah. Kau hati-hati nanti, ok?" Ucapnya, seraya sedikit tersenyum kearahku. Dan aku pun sedikit mengangguk sebagai balasan.
**
Meletakkan sebuket bunga kesukaan Ibu tepat di depan batu nisan yang bertuliskan nama Ibu, setelah itu aku mulai berdiri di hadapan makamnya. Aku pun sedikit menyunggingkan senyum.
"Hi, bu, aku kembali datang mengunjungi Ibu lagi. Bagaimana kabar Ibu di sana? Ibu baik-baik saja, bukan? Apa Ibu merasa bahagia berada di sana? Ibu harus merasa bahagia berada di sana, ok?...kenapa tiba-tiba aku jadi cerewet seperti ini?" Dan aku sedikit terkekeh dengan ucapanku sendiri.
"Hmm..Ibu, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan dengan Ibu. Dan aku tau Ibu bisa mendengarku dari dalam sana....hmm...aku sudah memiliki seseorang dihatiku saat ini, bu. Dan maaf aku baru memberitahukan soal ini kepada Ibu sekarang. Dan jika Ibu ingin tau, dia adalah pria yang tampan, baik hati, dan juga pria paling manis. Jadi Ibu tidak perlu khawatir lagi, karena dia adalah pria yang baik....dan, ada suatu hal yang sedang aku bingungkan saat ini. Dia itu tinggal di London, dan saat ini aku masih berada di LA. Masalah yang aku bingungkan adalah, aku bingung harus kembali lagi ke London atau tidak. Ada rasa untuk tidak kembali lagi, karena aku masih ingin tetap berada dekat dengan Ibu. Tapi aku sudah berjanji kepadanya untuk kembali, dan...aku juga mulai merindukan dia. Apa menurut Ibu ini sedikit aneh? Membingungkan suatu hal yang seharusnya...tidak dibingungkan?" Menghentikan ucapanku sesaat, aku pun menghela sedikit nafasku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cool Man
FanfictionDingin adalah kata yang tepat untuk menggambarkan akan sikapnya. Dingin dan tanpa ekspresi adalah kesan pertama yang aku dapat ketika bertemu dengannya pertama kali. Dia adalah pria paling dingin yang pernah aku temui. And he is My Cool Man...