Kantin sudah cukup ramai saat Elina berjalan dengan disertai berbagai tatapan. Meski itu menganggu, tapi Elina mencoba tidak perduli. Bahkan tidak jarang cowok seangkatanya bersiul atau sekedar memanggil namanya.
"El?" Panggil Racel saat Elina melewati meja yang tengah diduduki Vanesia, Shanaz, dan Racel di meja itu. "Gabung kita aja." Pinta Racel menepuk kursi disampingnya dengan senyum yang tampak palsu bagi Elina. Bukannya Elina berburuk sangka, tapi Elina sudah mengenal mereka sejak kelas sepuluh. Cukup mudah mengetahui baik buruknya mereka, meski Elina sendiri tidak yakin dimana baiknya.
Memaksakan seulas senyum, Elina mengangguk dan duduk disamping Racel setelah meletakan makananya.
"Jadi, gue denger lo udah gak aktif lagi di kelas seni, kenapa?" Tanya Shanaz memulai obrolan.
Elina hanya mengedipkan bahu. "Gue gak mau terlalu sibuk di kelas tiga, gue mau fokus buat anggota junior. Ada kompetisi Modern dance bulan depan."
"Setuju." Vanesia menjentikan jarinya. "Mereka payah, gue rasa gak ada yang sebanding sama kemampuan lo. Gue pesimis kalau lo gak mulai metode keras sama mereka, sekolah kita bisa kalah." Tambahnya
Elina hanya tersenyum miring, meski pujian adalah hal biasa bagi Elina. Tapi berbeda bila mereka yang melakukannya.
Kini Shanaz beralih pada Racel yang sibuk mengaduk jus jeruknya. "Lo sendiri Ra? Gue denger lo berusaha deketin Jordan?"
Dan BOOM! Biar Elina tebak, seseorang melihat dirinya dan Jordan di toko buku, dan dengan asumsi otak pendek mereka membuat kesimpulan sendiri. Dasar penyebar gosip.
"Kok lo gak tanya gue, sih? Betapa cowok ganteng gue dan gue sangat serasi. Dan kita hidup aman, sejahtera, bahagia." Teriak Vanesia dengan wajah lugu yang hanya ditanggapi Shanaz dengan memutar bola mata.
Elina tidak menyalahkan sifat lugu Vanesia yang tidak sebanding dengan umurnya, entah itu sungguhan atau rekayasa. Tapi semua orang tau Vanesia terlalu mudah dibodohi. Dan mungkin itu yang dilakukan Alden sekarang.
"Ya, dan gue harap gak ada yang menjadi penghalang untuk kali ini." Jawab Racel tersenyum sinis tanpa memperdulikan ocehan Vanesia.
Dengan santai Elina meminum jus alpukatnya. "Bukannya Jordan lagi nargetin anak Gardira. Kalau gue gak salah dia adik kelas, ketua jurnalistik, cantik, punya otak, dan anak rekan bisnis ayahnya. Jadi, bisa dipastikan dia keluarga kolega yang cukup terpandang." Senyum Elina sangat puas saat meliaht wajah Racel yang pias.
"Apa maksud lo dengan punya otak?" Nada suara Racel mulai meninggi.
"Ya, seorang cewek yang lebih mengandalkan hati dan logikanya, bukan sekedar modal make up tebal, barang mewah dan in a good shape body." Sebenarnya, bisa saja Elina mengatakan itu pada Racel. Tapi, Elina tidak mau menjadi bagian dari mereka yang tidak punya otak. Jadi dia menjawab sesuatu yang lebih logis seperti. "Dia juara beberapa olimpiade sains tingkat provinsi."
Masih mempertahankan tatapan sinisnya Racel bertepuk tangan, seperti sebuah sindiran. "Wow, lo cukup tau banyak tentang dia"
"Hanya cukup gak sampai banyak." Jawab Elina mengedipkan bahu.
Mengetahui suasana mulai tidak baik dan obrolan semakin memanas, Shanaz yang merasa ini salahnya mencoba mengalihkan topik. "Oh ya El, kenapa lo dianter sopir tadi pagi?"
Dan memang pengalihan Shanaz terbukti berhasil saat Vanesia ikut menimpali. "Gue juga lihat ada montir ngurus mobil lo tadi pagi. Terus lo kemarin pulang gimana?"
"Hanya masalah kecil dengan ban, dan gue pulang naik busway." Elina mengucapkan fakta itu dengan santai tanpa perduli ekspresi berlebihan ketiga orang dimeja itu saat mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CIRCLE
Teen FictionSiapa bilang menjadi seorang 'Pusat semua mata' adalah posisi sempurna? Terkadang, selalu ada dongeng muram dibalik gemerlap apa yang tampak didepan mata. Dan saat masa lalu yang menyakitkan kembali untuk mengobati luka kasat mata. Dan ketika masa d...