BAB 23

27 3 0
                                    

Setelah seharian menyibukkan diri dengan pelajaran sekolah, Elina berjalan gontai menuju ruang seni tari --tempat ekskul modern dance latihan-- meski ini bukan jadwal berkumpul ataupun mengajar. Dilemparnya tas penuh buku itu sembarangan, kemudian menghidupkan tape musik di sudut ruangan, seketika lagu Hero yang dinyanyikan Christina Perry mengentak bagai udara yang menyelimuti atmosfer.

Elina memejamkan matanya, menumpahkan segala emosinya yang bergejolak melalui tari, seluruh badannya seakan berkonspirasi mewakili teriakan hatinya yang terpatri, menyatukan setiap gerak-gerik kaki dan tangannya hingga melebur bersama musik.

I let my soul fall into you

I never thought I'd fall right thought

I fall for every word you said

Elina yang bodoh dan terus membodohi perasanya, seandainya waktu itu, andai saja saat itu...

Seandainya, seandainya, seandainya....

You made me fall I needed you

And forced my heart to think it's true

But I found I'm powerless with you

Setiap lirik lagu seakan merekam memori yang berputar dikepala Elina bagai piringan hitam yang tak mampu diam, terus menekan Elina dalam ruang hampa udara yang menghimpit dadanya, membuat sesak tak berkesudahan yang membawanya makin terisak bersama tarian.

Now I don't need your wings to fly

No, I don't need hand to hold in mine this time

You held me down but I broke free

I found the love inset of me

Now I dont need hero to survive

Elina terus berputar bersama iringan musik, tempo yang semula menghentak berubah lembut. Tapi Elina terus berputar dalam tempo yang kian cepat, semakin cepat. Seakan ia menciptakan konflik dengan musik, membuat dirinya tak punya kendali atas tubuhnya untuk menghentikan putaran dalam tarian.

I already saved my life

Now I don't need your wings to fly

Hingga musik berakhir...

Bersama tangis, lelah, dan segala amarah, tubuh Elina jatuh dalam dekapan yang tanpa sadar ia rindukan. Hangat yang Elina nikmati, dan aroma tubuh itu masih begitu Elina kenali, meski mereka telah saling menyakiti.

"Gue disini Lina, lo kenapa?"

Dan saat tangan itu medekapnya lebih kuat, Elina kian terisak.

¤¤¤

Irvan tidak tau situasi seperti apa yang sebenarnya tercipta diantar mereka. Ingin bicara tapi tak mampu memilih kata, seakan dia terdakwah yang bersalah. Dan semua yang dia ucapkan terasa salah.

Setelah tragedi baku hantam antara dirinya dengan Rezky, Enggar memintanya tetap tinggal di sini berdua, bukan apa-apa. Bagaimana jika ada yang menganggap mereka homo? Oke, bukan salahnya berpikir buruk. Lagipula Irvan hanya mencoba mencairkan situasi dengan tidak terlalu tegang.

Terdengar helaan nafas panjang Enggar, lalu perlahan senyum tertahan. Sungguh Irvan untuk pertama kalinya tidak mengerti jalan pikiran temannya. Dan sekarang Enggar tertawa bagai orang gila. Atau memang gila? Ah, Irvan semakin tidak mengerti situasi.

"Gue hidup didunia yang sungguh lucu." Kata Enggar akhirnya.

"Emang apa yang lo harapkan, bisa hidup sendirian di saturnus?"

CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang