BAB 30

15 2 0
                                    

Pada dasarnya SMA Gardira memiliki fasilitas lengkap, dari mulai lapangan tenis, lapangan futsal, gedung badminton, dan lapangan basket outdoor maupun indoor, belum termasuk fasilitas olahraga untuk cabang lainnya. Tapi tempat favorit mereka sejak pertama sampai saat ini tidaklah berubah, tempat pertama mereka dipertemukan dan tidak mengharapkan perpisahan meski setalah hari-hari penghabisan di kelas tiga tidak akan mungkin lagi bagi mereka untuk leluasa bertengger ditempat ini. Dan hampir genap tiga tahun SMA, seakan tempat ini sudah menjadi daerah kekuasaan, singgasana bagi mereka tanpa diminta.

Seperti hari ini, hari sebelum hari ini, atau hari-hari yang sudah beberapa kali mereka lalui bersama, lapangan basket in-door dipenuhi suara teriakan mereka berempat, sesekali tergantikan bola yang memantul pada lantai lapangan atau suara benturan bola dengan ring menyelinap diantara langkah kaki dan tawa kemenangan, celoteh mengejek, atau umpatan kekalahan.

"Oper," teriak Irvan pada Rezky yang memegang bola, Rezky yang hanya bermain dan bukan pemain basket sungguhan membiarkan bola terlalu lama ia pegang, bila teriakan Irvan tidak menyadarkanya tentu hal itu akan menjadi pelanggaran.

Setelah menerima bola dari Rezky, Irvan terlalu sulit menembus pertahanan Alvin yang menampilkan senyum miringnya, belum lagi Enggar menjaga ring yang menjadi tujuannya, saat Irvan melakukan pivot, Alvin berhasil mengambil alih bola dan memberi kode agar Enggar mensejajarkan langkah mereka, bagai pasangan menari yang sedang berkolaborasi, keduanya melaju cepat ke ring tak bertuan dan dengan cepat pula Alvin melayangkan lay up.

"Menang..menang...menang...menang," nyanyi Alvin dan Enggar sambil menarikan selebrasi hula-hula mereka, berhubung Irvan terlalu senag dan Rezky tidak begitu perduli dengan hasil permainan jadi mereka hanya ikut tertawa.

"Rez, ke Coffe shop sepupu lo aja, yuk, lagi males ke studio gue."

Seketika ketiga pasang mata dengan tatapan yang sama terarah tepat pada Irvan, seakan temannya itu berubah warna. Mereka memang berencana berkumpul di studio, berhubung besok hari jumat adalah hari yang santai di SMA Gardira, biasanya hanya berisi pelajaran-pelajaran kesenian berdasarkan minat para siswa, hari jumat disekolah cukup singkat, tidak seperti empat hari penuh  yang berkutat dengan buku, ulangan, dan ujian sebelumnya.

"Kenapa, sih? Biasa aja ngliatnya, 'tar cinta!" Dengus Irvan memalingkan wajah Rezky karena cowok itu berdiri paling dekat dengannya.

"Lo kan gak suka --bukan-- gak bisa minum kopi," kata Enggar.

"Ya terus?" Tanya Irvan menaikan sebelah alisanya.

"Lo kan gak suka --bukan-- gak mau lagi ke tempat itu karena gak ada susu," tambah Alvin.

"Jadi dimana letak masalahnya?" Irvan makin bingung menatap ketiga temannya.

"Ya lo masalah kita, kutil," seru Rezky jengkel, "lo gak suka, gak bisa, gak mau lagi kesana setelah insiden gak ada susu vanilla."

Irvan hanya terkekeh singkat, "ya lo bertiga kan suka kopi, gara-gara gue kita jarang ngumpul ditempat-tempat kayak gitu. Well, gue bisa pesen jus atau apalah, yang penting kan kalian seneng dan gue seneng karena bareng kalian."

Saat Resky dan Alvin memandang Irvan horror, Enggar justru menerjang Irvan dengan pelukan. "Ulululu, gue terharu."

"Jijik lo, Gar, sampai lo nyium gue! Gar serius, Gue bunuh!" Peringat Irvan sambil mengelak saat Enggar memonyongkan bibirnya gestur hendak mencium. Melihat itu Rezky dan Alvin terbahak sebelum ikut berpelukan --menjijikan-- selayaknya teletabise.

"Lo bertiga duluan aja, gue mau nganter Dearlin dulu," kata Rezky saat mereka berempat berjalan menuju lapangan parkir SMA Gardira.

Sebelah alis Irvan terangkat, "Dia belum pulang?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 20, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang