BAB 5

54 7 0
                                    

Tidak ada yang lebih membosankan dari mengulang materi yang sudah dikuasai sejak pertama kali mendengarnya. Tapi memang seperti itulah kehidupan kelas tiga. Pengulangan materi, pendalaman, ulangan, kuis, praktek, tugas, dan ujian.

Enggar mengedarkan pandanganya kesekeliling kelas, semua murid tampak ambisius menyimak layar powe point di depan. Membiarkan Enggar terjebak dalam kata membosankan sendirian.

"Odi, gue bosen." Renggek Enggar pada cewek yang sibuk mencatat disampingnya. Jarak meja mereka hanya dibatasi celah tipis, sehingga hanya dengan berbisik mereka bisa saling berkomunikasi.

Dengan kesal Natalia menoleh. "Tapi gue enggak, gimana dong?"

"Lha, siapa yang tanya lo. Gue 'kan cuma lapor." Enggar tersenyum miring saat mendengar dengusan Natalia, ini bukan pertama kalinya Natalia termakan jebakan receh Enggar. Lebih tepatnya, Natalia selalu terjebak.

"Psst, Odi..." Panggil Enggar, tapi cewek itu terus sibuk dengan acara mencatatnya.

"Natalia Alodi..." Panggil Enggar lagi.

Merasa ini tidak akan berakhir saat Natalia sudah mengabaikanya, Enggar beralih pada ponselnya dan mengetikan pesan di Grup.

Enggar : Gue bosen.

Tidak butuh waktu lama, mengingat otak encer ketiga temannya dalam hal pelajaran. Tentu mereka sama bosennya dengan dirinya.

Irvan : Lo selalu bosen, dodol.

Rezky : Gue laper dan dodol terdengar enak.

Alfin : Makan saja Enggar dan kedodolanya.

Enggar : Haha lucu haha lucu.

Alfin : Gue memang lucu dan mengemaskan.

Irvan : Muntah.

Rezky : Muntah. (2)

Enggar : Muntah. (3)

Alfin : Astafirulloh, lo semua udah pada hamil aja. Hanya tinggal gue yang suci disini.

Baru saja Enggar ingin mengetikan pesannya lagi, suara deheman keras menghentikan gerakan jemarinya. Dan saat Enggar mendongak, mata tajam Pak Rehan sudah mengarah kepadanya.

"Layarnya ada didepan Enggar Dikta, bukan dibawah." Katanya sakartis.

"Tadi ada semut nyebrang pak dilantai, takut keinjek jadi saya lihatin dulu. Kasihan." Jawab Enggar polos.

"Perhatikan semut dilayar saja. Dan berhenti main-main." Kata Pak Rehan dengan nada final tak terbantahkan. Setelahnya Pak Rehan melanjutkan presentasi yang bahkan Enggar tidak menyimak dari awal.

Tapi, bukan Enggar Dikta namanya jika hanya sebuah peringatan saja bisa menghentikannya.

Irvan : Udah pada denger berita belum?

Alfin : Gue gak nonton TV tadi pagi.

Irvan : Bukan berita kaya gitu, bego.

Alfin : Ya biasa aja dong, pecel lele.

Rezky : Benar, pecel lele lebih enak daripada dodol.

Enggar : Rezky dan perut karetnya.

Enggar : Luar binasa.

Alfin : Jadi apa berita barunya.

Irvan : Telat. Males. Bubar aja sono.

Rezky : Owch. Abang Irvan ngambek.

CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang