BAB 2

79 12 0
                                    

Elina selalu senang aroma coklat yang tercium samar dari tempatnya membaca buku. Meski Coffe lebih cocok untuk lidahnya, tapi coklat selalu punya tempat tersendiri untuk ketenangan hatinya.

Sesekali tanganya membenarkan letak kacamata disela-sela membalik lembar novel Cerita dalam Keheningan karya Zara Zattira yang sudah separuh isinya dia baca. Hingga suara kursi yang ditarik didepannya membuat dia mendongak dari barisan kalimat cerita Zaira dan hiruk-piruk kisah kehidupan cinta, tantangan dan kematian.

Elina tersenyum menyapa -bukan senyum palsu- pada cewek dengan ramput dikucir kuda, ada raut lelah diwajah cewek tujuh belas tahun itu. "Udah jam istirahat Tal?"

"Koreksi, lima belas menit hidup bebas gue." Jawab cewek itu bersandar pada kursi.

Elina tertawa kecil -bukan tawa yang dipaksakan- kemudian mengambil sebuah bigkisan dari kertas bewarna coklat muda, mengesernya hingga berhenti di depan cewek itu. "Makan dulu gih."

Seperti biasa Elina akan mampir ke sini setiap punya kesempatan, meskipun tidak ada kesempatan Elina akan tetap menyempatkan diri untuk sekedar mengantar satu cap coffe dan burger untuk teman bermainnya dari Sekolah Dasar yang bekerja sambilan di toko buku ini, Natalia.

Kondisi ekonomi keluarga Natalia yang hanya mengandalkan gaji pensiunan Kakeknya sebagai Veteran pada masa kolonial Belanda, sementara Neneknya sudah tak lagi kuat untuk bekerja mencari uang selain membereskan Rumah bergaya Joglo, tempat mereka tinggal bertiga. Membuat cewek yang bahkan belum memegang ijazah SMA itu terpaksa mencari pekerjaan sambilan ditengah-tengah ancaman Ujian Nasional.

Setelah membuka bingkisan itu, mendapati isi yang tidak pernah berubah, maka ekspresi Natalia 'pun begitu. Dengan bibir tertekuk dia menumpukan kepalanya pada kedua tangan dengan siku yang menyangga di meja. "Kalau tiap hari lo terus giniin gue, utang gue sama lo numpuk ampek bisa buat beli satu cabang KFC."

Elina memasang ekspresi berfikirnya. "Gue gak kepikiran jadi preman pasar yang nagih setoran ke lo buat harga satu kantong burger."

"Tapi gue ngerasa gak enak aja."

"Oh gitu, yaudah. Besok gue ganti bawa Ketoprak kesukaan gue yang enak itu aja gimana? kalau lo bosen sama burgernya." Elina mengangguk-angguk seakan dialah pencetus kenapa Ayam berkaki dua.

Sudah tentu Natalia tidak punya kesabaran untuk tidak menjitak kepala Selebriti temanya itu. "Untung lo cantik dan baik, jadi gue gak tega buat ngunci lo di gudang buku bekas kaya di sinetron-sinetron."

"Apa hubunganya?" Tanya Elina menaikan sebelah alisnya.

"Ya gak ada, makanya jangan dicari." Natalia berkata sakartis.

Elina memilih diam saat Natalia sudah mulai memakan makananya, dia sudah cukup tau secepat apa perubahan mood temanya. Hanya tinggal menghitung...

Satu.

Dua.

Tig...

"Eh, gue bete, bete. Cowok yang sering gue ceritain itu masa ya dia bikin gue naik darah, sumpah. Dia itu dateng di hidup gue cuma buat-

Elina memotong pembicaraan Natalia seraya menyodorkan kotak tisu dari tasnya saat melihat noda saus di mulut Natalia. "Siapa namanya gue lupa?"

Koreksi, Elina melupakan semua nama dalam hidupnya.

Natalia berdecak seraya membersihkan mulutnya. "Lo selalu lupa Lina, gue curiga lo suka sama gue." Natalia menatap horror Elina begitu 'pun sebaliknya. "Gimana enggak coba? Lo bahkan lupa nama sepupu lo yang oh-sangat-ganteng itu. Sementara gue? Kita gak ketemu satu minggu aja lo masih inget nama gue, dan ajaibnya nama lengkap gue!" Lanjut Natalia dramatis.

CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang