Ada banyak pertanyaan yang berlarian di kepala Alvin mengenai sikap Irvan yang mendadak terlalu bahagia meski dia berhak, tapi alih-alih Enggar yang biasa ceria hari ini nampak biasa saja, sementara Rezky seperti biasa tak terlalu perduli saat sudah dihadapkan dengan edisi terbaru komik Dective Conan.
Mereka sedang di studio musik hanya untuk sekedar berkumpul sepulang sekolah, musim ujian membuat mereka menunda rencana berpetualang ke Malang yang sudah mereka rencanakan sebulan sebelumnya untuk menikmati kota apel dan bertahan dikedinginan kota batu. Dibanding pergi keluar negri, mereka lebih mencintai wisata di negara sendiri. Bukannya sombong, tapi pesona pariwisata di Indonesia memang pantas disombongkan. Setiap daerah menyimpan surganya sendiri untuk dinikmati, bukan sekedar dikagumi dengan pujian, tapi jika ada kesempatan liburan justru keluar negri.
Sekali lagi Alvin melirik pada Irvan yang tersenyum najis memandang ponselnya, kemudian beralih pada Enggar yang tak berhenti mengganti cenel TV.
"Temen lo kenapa, sih?" Tanya Alvin berpindah posisi duduk disebelah Enggar, mengunyah kripik kentangnya yang tersisa.
"Temen gue 'kan temen lo juga," jawab Enggar melirik sekilas Alvin yang fokusnya tertuju pada Irvan. "Kenapa gak ada iklan Sprite, sih. Itu iklan lucu tau."
"Anjir," seru Alvin menjitak kepala Enggar. "Hidup itu gak semanis drama korea. Mungkin harga gula lagi tinggi, jadi gak bisa makan yang manis-manis."
"Buat lo yang manis kan cuma Mawar, dan dia gak mungkin lo makan. Cuma satu didunia," celetuk Rezky tanpa mengalihkan perhatiannya.
"Lah yang tinggi 'kan harga cabai, makanya kita gak boleh main sama cabe-cabean. Ketinggian harganya," sergah Enggar.
"Enggar!"
Sepersekian detik berikutnya Enggar terbahak, sementara ketiga temannya yang baru saja secara reflek berteriak bersamaan mengerutkan dahi sebelum ikut tertawa memenuhi ruang yang semula buram, ini baru namanya mereka. Tidak perlu hal mewah, untuk menjadi nyata hanya perlu sedikit kebersamaan dan tertawa melepas lelah. Dan bersama mereka Enggar dapatkan paket lengkap tanpa meminta tambahan yang lainnya, karena bila mereka ada, maka akan tercipta tawa bahagia.
"Gitu kek, berasa main dikuburan gue tadi," kekeh Enggar beranjak berdiri menghidupkan pemutar musik disudut ruangan, dan seketika suara Troye Sivan mengalunkan lagu Youth melengkapi atmosfer yang semula lenggang.
"Renang yuk," seru Irvan ikut berdiri. Dan seringai ketiga temannya adalah jawaban pasti.
Studio itu tepat disamping rumah Irvan, sekarang sedang musim penghujan, sungguh aneh melihat empat remaja SMA berenang saat langit kelabu penuh dengan awan mendung menggantung, angin musim dingin yang lalu-lalang menembus kulit. Dan detik berikutnya hujan menyapa bumi, percikan air yang beradu dengan kehebohan empat remaja yang masih asik bercanda-ria dikolam belakang rumah Irvan tidak juga reda, bibir mereka sudah membiru karena air semakin dingin, hujan semakin semangat menerjang bumi disertai sambaran kilat sesekali.
"Iravnnnn! Kalian bertiga juga! Udah naik, nanti mati kedinginan!" Teriak Diana, ibunda Irvan dari pintu belakang.
"Tante kalau ngomong suka bener, ih," kekeh Rezky yang pertama kali naik dari kolam disusul yang lainnya.
"Wanita emang selalu benar, pokoknya laki-laki mau gimanapun juga salah," seringai Diana skakmat, meski sudah berkepala emat ibunda Irvan terkadang bagai remaja seusia anaknya, tetap gaul dan suka bercanda.
"Dih, mama curhat," goda Irvan yang masih basah kuyup hendak memeluk mamanya, sengaja mengoda. Namun urung saat tatapan mamanya berisikan pesan tersurat akan membunuhnya jika berani melakukan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
CIRCLE
Teen FictionSiapa bilang menjadi seorang 'Pusat semua mata' adalah posisi sempurna? Terkadang, selalu ada dongeng muram dibalik gemerlap apa yang tampak didepan mata. Dan saat masa lalu yang menyakitkan kembali untuk mengobati luka kasat mata. Dan ketika masa d...