Suasana rumah Enggar tidak jauh berbeda dari hari-hari sebelumnya, hanya kali ini Kiran lebih banyak diam, ibunya lebih lama mengungsi didalam kamar, dan Kiera seperti biasa belum pulang dari jam lemburnya. Enggar sendiri hanya menjadi pembaca di group chat yang didominasi Irvan dan Alvin tentang pekan olahraga ilegal antar dua sekolah yang memang selalu bersaing dalam segala bidang.
Tapi, Enggar 'pun tau itu sangat konyol, dan tolol, dan konyol, dan tidak masuk akal. Menolak berarti kalah, menerima berarti siap susah. Ini bukan masalah gengsi atau sebangsatnya, tapi reputasi sekolah akan terbawa menjadi perkara jangka panjang dalam memperhitungkan pandangan orang eksternal.
Baru Enggar hendak bersiap pergi sampai panggilan dari Kiera membuatnya sadar kakaknya telah pulang, "ada waktu?" Tanyanya masuk kedalam kamar Enggar.
"Gue tandinya mau ke rumah Rezky, cuma main aja," kata Enggar melepas kembali jaketnya. Tanda ia menggagalkan rencana.
"Ada yang mau gue omongin. Coklat atau kopi?"
Bila kakaknya menawarkan minuman, dapat ditarik kesimpulan ini akan menjadi obrolan yang panjang, atau mungkin juga tak akan lebih dari lima menit tapi bisa membuat Enggar berpikir lima hari untuk mencari solusi. Tidak ingin mengulur waktu, Enggar menceletuk ragu, "coklat."
Mereka berdua sudah berdiri di balkom kamar Enggar, dengan masing-masing mug yang masih mengepulkan asap samar, terbias udara kedalam kedamaian malam yang tiba-tiba serasa janggal.
"Gimana sekolah? Gue lama gak ketemu temen-temen lo yang keracunan virus gak normal. Belum dapet penawar?" Mulai Kiera setelah satu tegukan coklat hangatnya yang nikmat.
"Yah, masih sekonyol kartun kesukaan Kiran, atau mungkin lebih parah," kekeh Enggar diikuti Kiera.
"Ah, jadi kangen jaman SMA," gumam Kiera lebih pada dirinya sendiri.
Setelah itu kembali senyi, keduanya tenggelam dalam kenikmatan coklat yang masih hangat, sedikit menolong mereka untuk tak menggigil karena angin bulan September yang bertiup lebih kencang.
Sampai Kiera seratus persen menfokuskan pandangan pada adik laki-lakinya, membuat Enggar meliriknya sekilas. "Gue akan mulai serius."
"Soal?" Tanya Enggar bingung.
"Pembicaraan kita."
"Berasa mau disidang dan gue adalah terdawah yang bersalah," canda Enggar.
"Ini tentang lo, dia, dan mereka. Tentang Enggar, Elina, dan semua yang terlibat didalamnya," mendengar nama yang terlontar dari mulut kakaknya membuat Enggar praktis ikut memfokuskan dirinya pada Kiera. "Biarkan gue cerita tanpa disela," kata Kiera mengangkat satu tanganya membuat mulut Enggar bungkam.
"Gue hanya sebatas tau dari Kiran, gak lebih dan gak mencari lebih lagi. Gue tau lo bisa menyikapi itu dengan dewasa," Kiera mengambil jeda sejenak, "Gue awalnya sepemikiran sama Kiran mengetahui lo --well, sulit menerima masa tiga tahun silam. Dan mungkin juga gue harusnya sewaspada Kiran terhadap lo setelah tau semua fakta dan sikap lo bertolak dari praduga-praduga yang gue buat. Tapi seperti yang gue bilang diawal, gue percaya lo bisa menyikapinya dengan dewasa.
"Gue sayang sama lo, seperti Kiran dan mama. Gue gak mau lo bermain sandiwara dengan apa yang lagi lo hadapi, kalau lo emang mau berjuang disamping Elina setelah semua fakta tanpa tujuan yang dibutakan oleh dendam, gue bisa menerima hubungan kalian. Karena cinta tak memandang masa lalu, cinta menuntunmu pada masa depan. Soal Kiran, lama-lama dia bakal paham, kalau apapun yang terjadi dulu, bukan masalah siapa yang salah, tapi siapa yang mau memperbaikinya untuk membuat kesalahan itu termaafkan dengan mudah."
Kiera menutup cerita panjangnya dengan senyum simul, kakak Enggar itu lantas menyapu senyumnya bersama tegukan coklat lalu melenggang anggun meninggalkan Enggar dibalkom kamar sendirian. Sebelum Kiera benar-benar hilang dibalik pintu ia berucap cukup untuk Enggar tangkap. "Gak ada cinta yang salah, orang yang terus-menerus menyalahkan cinta. Jangan tidur malem-malem, Gar. Sweet dream."
KAMU SEDANG MEMBACA
CIRCLE
Teen FictionSiapa bilang menjadi seorang 'Pusat semua mata' adalah posisi sempurna? Terkadang, selalu ada dongeng muram dibalik gemerlap apa yang tampak didepan mata. Dan saat masa lalu yang menyakitkan kembali untuk mengobati luka kasat mata. Dan ketika masa d...