Wajah Elina merah padam, tangannya mencekeram kuat selembar kertas hvs yang serasa ingin dia musnahkan dari bumi. Derap langkahnya menghentak kasar di koridor sekolah. Dari tampang jahat Elina tidak ada yang berani sekedar menyapa, semua siswa yang kebetulan melewati koridor dijam istirahat semakin menepikan diri, menempel bagai cicak di diding.
Sampai dipenghujung koridor, matanya menyapu lapangan basket SMA Nusa Tungga yang ramai dengan siswa laki-laki. Sasaran Elina hanya satu, dia yang sedang duduk mengobrol dengan dua temannya di tepi lapangan, seragam osis yang ia kenakan tak lagi beraturan.
Dengan langkah semakin cepat dan sorot mata menghunus satu arah tanpa memperdulikan siulan atau godaan dari teman-teman Jordan, diambilnya bola basket yang kebetulan ia lewati dan melempar kasar tepat mengenai tubuh Jordan.
Laki-laki itu berdiri kesakitan dengan wajah hendak meledak. "Breng--" upatanya terputus begitu disadari Elina yang berdiri menantang.
"Cantik, kalau ngajak abang Jordan main gak gitu caranya. Tinggal panggil sayang tiga kali," kata Jordan akhirnya menaik-turunkan alis.
Masih dengan kemarahan yang belum juga mereda, dicengkeramnya kerah baju Jordan, membuat beberapa siswa yang menyaksikan terperanjat. Tapi Jordan tau tabiat Elina dan hanya perlu menunggu singa betina itu bicara tanpa disela. "Kalau mau jadi jagoan, gak usah nyusahin orang! Lo harusnya minta persetujuan gue dulu! Anak cheers lagi chompetisi. Gak ada waktu buang tenaga buat hal yang gak guna," dilepasnya cengkraman pada kerah kemeja Jordan kasar.
Jordan menghela nafasnya. "Jangan cari ribut disini," Jordan mendekatkan wajahnya, berbisik tepat ditelinga Elina. "Gak akan ada asap tanpa api. Gue tau lo juga gak mau bikin sensasi, kita bicara nanti."
Setelah Jordan menjauhkan wajahnya, baru Elina tersadar dia sudah menyita seluruh perhatian penduduk SMA Nusa Tunga. Elina begitu terbawa emosi setelah menemukan selembar kertas surat perintah diatas mejanya. Dan semua akal sehatnya dihisap habis begitu saja.
Dengan mendatangi Jordan seperti ini, dia sang Queen bee tentu akan menjadi sorotan seluruh siswa, bahkan Elina bisa membuat si kutu buku paling kuper jadi tukang gosip dadakan hanya dengan ulahnya. Hebat.
Dilemparnya kertas yang tadi ia cengkam kuat pada Jordan, "Kita bicara sepulang sekolah," lalu Elina berderap pegi.
Jordan mengacak rambutnya, kebiasaan cowok yang tidak bisa dihilangkan. Dipungutnya kertas yang tadi Elina lemparkan kearahnya.
"Brengsek," umpatnya setelah membaca kertas tersebut.
Pantas Elina marah, tapi Jordan jauh lebih marah sekarang. Siapa yang sok jagoan menantang cabang olahraga SMA Gardira dengan mengatasnamakan pekan persahabatan olahraga --what the fuck?-- ditengah ujian praktik kelas tiga tanpa persetujuannya sebagai ketua futsal?
Sangat konyol.
Tangan Jordan mengepal kuat, ingin ia layangkan satu tinjuan tanpa ampun pada nama yang secepat emosinya datang terlintas dipikirannya.
"Kenapa Jo?" Tanya Rafka, salah satu teman Jordan yang kebetulan menjabat sebagai tim basket.
"Cari ketua lo."
¤¤¤
Dengan terburu-buru Irvan berlari menyusuri koridor yang ramai dengan siswa-siswi SMA Gardira dijam istirahat. Tujuannya hanya Kantin, bukan karena lapar, tapi dia harus segera melapor.
"Woiwoi....Misi...Minggir...." serunya memecah keramaian.
Beruntung Irvan terbiasa dengan olahraga, dan lebih beruntung lagi dia anak pemilik sekolah ini, jadi tidak ada yang boleh melarangnya. Mau lari, mau nari, mau goyang dumang di tengah lapangan juga gak akan ada siswa yang nglarang. Mungkin hanya ibunya sebagai ketua yayasan. Mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
CIRCLE
Teen FictionSiapa bilang menjadi seorang 'Pusat semua mata' adalah posisi sempurna? Terkadang, selalu ada dongeng muram dibalik gemerlap apa yang tampak didepan mata. Dan saat masa lalu yang menyakitkan kembali untuk mengobati luka kasat mata. Dan ketika masa d...