BAB 19

31 3 0
                                    

"Bang, gue boleh masuk?" Kepala Kiran menyembul dari balik pintu kamar Enggar, tampak kakaknya tersebut sedang sibuk dengan leptop diatas tempat tidurnya.

"Sejak kapan lo jadi adik manis yang punya etika ke kamar orang?" Sindir Enggar tanpa mengalihkan perhatiannya.

"Yaudah, deh. Gak jadi cerita..." Kata Kiran berbalik pergi tanpa menutup kembali pintu kamar Enggar. "....soal kak Elina Tunga Dewi, cewer tercantik se-SMA Nusa Tunga yang ketiban sial karena suka sama abang songong, mending suka sama abang tukang bakso. Bisa kenyang." Teriaknya dari luar kamar Enggar.

Enggar yang masih sibuk diatas tempat tidurnya hanya mendelik sambil bergumam. "Dipikir gue perdu...WUAPA?" Buru-buru Enggar turun dari tempat tidurnya dengan gedubrakan berlari keluar kamar mengejar Kiran.

Gue jelas perduli.

"Enggar, hati-hati!" Tegur Mamanya begitu Enggar menubruk Susan, membuatnya hampir menumpahkan puding yang ia bawa.

"Maaf, Ma." Kata Enggar nyengir. "Bikin puding Ma?"

"Bikin Gado-gado." Jawab Susan sakartis. "Udah jelas mama bawa puding, masa iya bikin empek-empek."

"Nah, bener itu Ma, bikin empek-empek yang pedes pasti enak."

Salah fokus.

"Eh, Enggar minta pudingnya ya, Ma?" Sebelum Susan sempat menjawab, Enggar sudah lebih dulu menyabotase nampan yang Susan bawa.

"Jangan dihabisin Gar, nanti kakak kamu Keira bisa manyun lima senti!" Teriak Susan memperingatkan.

"Dibikin film aja Ma, terkenal banget itu film 5 cm." Jawab Enggar ikut berteriak.

Salah fokus, lagi.

Enggar mengetuk pintu kamar Kiran, lalu menyembulkan kepalanya --Persis yang dilakukan Kiran sebelumnya. "Sibuk?" Tanya Enggar melihat adiknya yang tengah membolak-balik buku didepanya.

"Hemm." Kiran hanya bergumam tanpa perlu menoleh.

"Mama bikinin puding, nih." Kata Enggar seraya masuk kedalam dan duduk di tepi tempat tidur adiknya. "Enak dimakan sambil ngobrol."

"Dih, gue mencium bau-bau menyogok?" Kata Kiran mendelik.

Enggar mendekatkan puding tersebut kehidungnya --Seperti mengedus. "Aroma coklat, kok." Kata Enggar polos.

Kontan Kiran menepuk dahinya pelan. Dia lelah punya abang seperti Enggar.

"Buruan, Ki. Lo tadi mau cerita apa?" Desak Enggar seraya ikut duduk disebelah adiknya bersandar pada dinding dengan kaki berselonjor diatas tempat tidur.

"Terlanjur males." Balas Kiran kembali membaca buku.

"Tapi gue terlanjur jatuh cinta. Eh, penasaran maksudnya." Rengek Enggar.

Kiran mendelik. "Dangdut banget, sih, lo bang."

"Gue sukanya tilawati bukan dangdut." Elak Enggar polos.

"Astafirulloh, dosa apa gue punya abang kok gatengnya begini amat, ya, lelah gue sapa muka polosnya yang udah pengen gue lindes tapi gak tega." Kata Kiran dramatis mengusap wajahnya frustasi.

CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang