BAB 27 (a)

28 3 0
                                    

Enggar menelisik penampilanya dan berdecak puas, dirapikannya sekali lagi rabutnya yang tak pernah tampil rapi. Setelah itu menuruni tangga dengan percaya diri.

"Pagi," sapa Enggar ceria mendapati Kiera dan Kiran dimeja makan. Ibunya pasti sudah berangkat sejak setengah jam yang lalu saat ia mandi.

"Selai kacang kesukaan lo habis, Gar, gue ganti coklat," celetuk Kiera beranjak kedapur, "susunya dihabisin," sambungnya setengah berteriak. Sementara Kiran masih juga diam menikmati roti selainya.

Hanya perasaan Enggar, atau Kiera memang sedang berkonspirasi membuat dirinya terjebak bersama Kiran. Seperti kakaknya meluncurkan kode-kode kasat mata untuk melurusakan banyak hal.

"Hg..hm," Enggar yang sedang minum susu hanya menggumam tidak jelas.

"Gue berangakat bang, jadwal piket pagi," katanya meneguk susu dengan terburu-buru, "kak gue berangkat!"

"Hati-hati!" Seru Kiera.

"Gue anter," kata Enggar ikut beranjak, menyambar tasnya dan meraih tangan adiknya tanpa memberi kesempatan menolak.

"Modus," gumam Kiran yang berjalan disamping Enggar.

"YaTuhan, baik sama adik sendiri dikira modus. Anak jaman sekarang makananya baper, enakan juga lemper."

Kiran menepuk dahinya pelan, "yaTuhan, abang gue yang paling ganteng serumah, gue lelah sama lo. Modus ke kak Elina lah, masa sama gue. Ngaku?!" Dengan bibir tertekuk masam Kiran memasang seatbelt.

"Yailah, lo mah suka suuzon. Dosa baru tau rasa, 'tar kalau gue masuk surga terus lo gak bisa karena kebanyakaan suuzon, siapa yang susah? Lo juga kan? Gue mah enek-enak aja disana," ceramah Enggar sesekali melirik adiknya disamping fokus menyetir.

"Astafirulloh, abang muka doang yang ganteng, doanya kok jelek!"

"Canda elah," kekeh Enggar.

Tiba-tiba keduanya terperangkap dalam diam tanpa obrolan yang tak berkelanjutan, tidak mau terjebak lebih lama Kiran hendak menghidupkan radio sebelum ponsel disaku Enggar berdering.

"Angkatin tolong," kata Enggar sampil menjulurkan ponsel pada adiknya dengan tangan kiri.

Tau itu hal terbaik demi keselamatan mereka, Kiran menerimanya. Terpampang nama Alvin and the cikmang sebagai ID penelfon.

"Enggar Dikta yang paling ganteng sedunia, meski masih gantengan gue! Buruan ke rumah Irvan!" Teriak Alvin langsung saat Kiran sudah me-lospeaker ponsel kakaknya.

"Gue lagi nganter Kiran, nyet. Kenapa, sih?" Tanya Enggar bingung.

"Mobil dia ketinggalan di pinggir jalan tadi malem, katanya, gue mau ngater nyokap sama Silvia, jadi gak bisa jemput dia. Dan dia gak bisa terjebak sama Dearlin dalam satu mobil kalau minta Rezky yang jemput," terang Alvin. "Gue gak tega nyuruh dia naik angkot, entar dikeroyok ibu-ibu buat dijadiin menantu gimana?"

"Alay lo!" Seru Enggar terkekeh.

Tak urung Kiran yang bisa mendengar ikut tertawa geli, teman-teman kakaknya memang lebih gila dari kartu yang sering ia tonton di minggu pagi, Kiran jadi ingat saat mereka menginap dirumah dan mendirikan tenda di halaman belakang bukannya tidur di kamar Enggar atau kamar tamu. Katanya biar Kiran tetap leluasa bergerak bebas tanpa sungkan, lagi pula saat itu sedang musim kemarau. Mereka ingin menghabiskan malam dengan gugusan bintang dan memanggang masmellow. Selalu ada hal gila yang menyenangkan untuk mereka lakukan.

"Gimana? Lo bisa jemput enggak? Soalnya Nyokap dia juga lagi diluar kota. Jadi enggak berangkat ke sekolah. Gue suruh dia naik pesawat kalau lo gak bisa."
"Emang punya?" Tanya Enggar bingung.

CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang