Hai semua. Long time no see. maaf banget nih lama nggak update. Masih ngurusin tugas kuliah yang seabrek. Maaf ya.
Nih lah, ada sedikit partnya Ray sama Lara. semoga suka :)
__________________________________________________
Suasana pesta pernikahan teman Rado mendadak terasa sangat mencekam untuk dua orang yang saling terdiam dikeheningan malam, mata dua orang itu hanya memandang jauh gedung-gedung menjulang tinggi didepannya saat ini. Rayhan masih mengumpulkan sisa-sisa kesadarannya, dan wanita yang ada disampingnya ini masih terus saja mencengkeram lengannya tanpa berkeinginan untuk melepaskan. Siapa lagi kalau bukan Lara. Rayhan mendadak merasa sangat pusing kepalanya memikirkan wanita ini, entah apa yang sebenarnya yang ada didalam benak wanita ini. Rayhan ingat betul dengan wanita yang ada disampingnya ini. dia adalah wanita yang mengira dirinya ingin bunuh diri diatas rooftop rumah sakit.
Memang dia sebodoh itu ingin mengakhiri hidupnya.
Enggak lah.
"Lepaskan aku.." ujar Rayhan dengan lirih.
Wanita itu menggeleng, ia malah semakin mencengkeram lengan Rayhan hingga kuku-kuku Lara sedikit menusuk dikulit Rayhan. Melihat Rayhan meringis wanita itu langsung melonggarkan cengkeramannya. "Maaf" Lara menundukkan kepalanya, karena merasa bersalah.
Rayhan menghembuskan nafasnya berat"Tidak apa"jeda beberapa detik "Ayo kita duduk, aku jelaskan kesalahpahaman ini" Rayhan mulai menarik Lara ke tempat duduk yang disediakan digedung ini.
Setelah duduk hampir lima menit akhirnya Rayhan mulai membuka suaranya. "Namaku Rayhan. Rayhan aditya" ujarnya sambil mengulurkan tangan kearah Lara.
Lara tampak terdiam sebentar sebelum menyambut uluran tangan Ray. Lara menjabat tangan Rayhan. Ada sesuatu menggelitik didalam hati Lara saat bersentuhan dengan tangan hangat Rayhan. "La..lara" Lara tergagap saat menyebutkan namanya.
Rayhan mengangkat sebelah alisnya "Lalara?"
Lara menggeleng keras, "Bukan. Maksudku Lara. Larasati Adeliana Jonson"
Rayhan menganggukkan kepalanya. "Baiklah, sekarang apa yang kamu pikirkan tentangku?"
"Idiots" jawab Lara singkat, padat, dan membuat Rayhan mengerutkan alisnya. "Pertama, apa yang ada didalam pikiranmu sehingga kamu berniat mengulangi hal ini lagi? Kedua, apa hidupmu memang benar-benar terpuruk dan semenyedihkan itu? Ketiga, ini bukan pertanyaan, melainkan pernyataan. Jangan pernah melakukan itu lagi. Aku tekankan sekali lagi. Jangan pernah."
Lagi-lagi Rayhan menghela nafasnya berat, wanita ini sudah memergokinya dua kali. Dan lagi-lagi wanita itu salah paham dengannya. "Aku tidak seperti yang kamu pikirkan, Lara" ujarnya lirih, hingga nyaris lembut. Bahkan dengan tak tahu malunya hati Lara terasa bergemuruh mendengar suara Rayhan saat menyebutkan namanya. Namun cepat-cepat ia singkirkan rasa aneh itu.
"Pertama, aku tidak mengulangi itu lagi. Aku hanya menghilangkan penatku saja Lara, mungkin bagimu itu suatu yang sangat membahayakan, tapi dengan itu aku bisa merasa lebih baik. Kenapa? Aku merasa beban yang aku rasakan itu bisa terbang bersama angin yang menerpa tubuhku. Oh ya, Aku masih ingat wajahmu saat di rooftop rumah sakit dulu. Aku bahkan ingin tertawa terbahak melihat wajahmu yang sepucat mayat saat menarikku." Rayhan tersenyum geli mengingatnya hingga membuat Lara menunduk sambil menggaruk tengkuknya yang kemungkinan tidak gatal, "Kedua, hidupku memang terpuruk Ra bahkan nyaris hancur seperti gelas yang sengaja dihempaskan ke lantai." Rayhan menutup matanya, menahan rasa sesak yang berpusat didadanya. "Apalagi saat aku harus merelakan orang yang sangat aku cintai hidup bersama orang lain, itu sungguh menyakitkan." Sekilas Rayhan tertawa sumbang. "Maaf, aku jadi curhat seperti ini."
Lara menatap Rayhan, mata lelaki itu tampak sudah ingin menumpahkan cairan yang dibendung. "Tidak apa" ujar Lara sembari menepuk-nepuk bahu Rayhan.
"Bahkan kita belum ada dua jam berkenalan, dan aku sudah mengadakan curhat colongan" Rayhan menertawakan dirinya sendiri.
"Jika itu memang bisa membuatmu lebih baik, aku siap mendengarkan keluh kesahmu." Lara menarik tangannya dari bahu Rayhan. Kemudian Lara mengulurkan tangannya tepat didepan dada Rayhan. "Kita tadi hanya berkenalan, sekarang aku menawarkan pertemanan?"
Rayhan menatap Lara, kemudia menyambut uluran tangan Lara. "Teman."
"Yes, Teman." Lara tersenyum lebar, memperlihatkan deretan giginya. "Jadi, mulai sekarang bagilah kesedihanmu padaku, Teman."
Rayhan tersenyum memperlihatkan lesung pipinya. "Terima kasih, Ra."
"It's oke, Ray. Jangan sungkan ya." Lara melirik jam tangan yang ada diperelangan tangannya. "Ups. Aku harus kembali Ray. Kakakku pasti sudah nyariin aku nih."
Rayhan manggut-manggut, "Oke, Ra. Sampai jumpa" Lara menatap Rayhan sambil mengerucutkan bibirnya. Rayhan yang menyadarinya langsung menatap Lara bingung "Kenapa, Ra?"
"Mana ponsel kamu? Aku mau catet nomorku. Biar kamu tidak lupa sama Teman barumu ini" Lara menengadahkan tangannya didepan Rayhan. Rayhan menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah teman barunya ini, kemudian mengambil ponselnya dari saku celananya.
Lara mengetikan 12 digit nomor diponsel Rayhan dan menghubungi nomornya sendiri, "Jangan lupa hubungin aku ya, Ray. Aku harap kita bisa melanjutkan perkenalan kita lebih lanjut lagi. Maaf sekali aku harus kembali dulu." Rayhan mengangguk dan tersenyum.
"Kamu sendirian, Ray?" tanya Lara sambil mengembalikan ponsel Rayhan.
"Iya, aku sendirian. Ini acara temen lama." Lara ber'oh ria, kemudian setelah memasukkan ponselnya kedalam tas setelah menyimpan nomor Rayhan.
"Mau bareng kedalam- em maksudnya kalau kamu mau sih?" Tawar Lara sambil berdiri sedikit merapikan bajunya, tapi langsung dijawab gelengan oleh Rayhan.
Menyadari raut muka Lara yang sedikit kecewa Rayhan langsung berdeham"Maaf ya, Ra. Aku langsung pulang saja." Bukan karena apa. Hanya saja Lara sedikit khawatir dengan keadaan Rayhan. Lara juga terlihat cemas saat menatap Rayhan. Rayhan langsung berdiri sejajar dihadapan Lara, "I'm okey. Jangan khawatir, Teman" ujar Rayhan sambil menepuk puncak kepala Lara.
Untuk sesaat kaki Lara terasa lemas.
Sangat lemas.
'Bernafas ra, Bernafas.' runtuk Lara dalam hati.
Menyadari hal aneh, Lara langsung berdeham dan salah tingkah. "Aku duluan, Ray" pamitya. Rayhan mengangguk. "Ya. Hati-hati, Teman"
Lara terseyum dan berjalan meninggalkan Rayhan, tak lupa ia melambaikan tangannya saat berbalik menatap Rayhan lagi. Rayhan tersenyum dan juga ikut melambaikan tangannya sekilas.
"Jangan lupa hubungi aku, Teman" teriak Lara memperingati yang langsung diacungi jempol oleh Rayhan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa pertemuan malam ini masih menyisakan senyuman yang mengembang di wajah mereka berdua.
___________________________________________________________
Salam rindu dariku.
RnL
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta
RomanceBerawal dari sebuah keterpaksaan akhirnya Fatih menyetujui permintaan terakhir istrinya Rena yang tengah mengalami kritis setelah melahirkan anak pertamanya. Rena ditengah masa kritisnya menyampaikan sebuah pesan apabila dia tidak bisa lagi menjala...