Bab 10 - The Game

4.5K 383 721
                                    

Setelah menyingkirkan meja dan menyudutkan sofa, di sinilah kami sekarang, duduk melingkar di atas lantai tanpa alas. Karena Nathan yang terus memutar bekas botol minuman tidak jelas, keluarlah sebuah ide  mengajak kami untuk bermain sebuah permainan. Belva... ya Belva mengumpulkan batang kayu kecil yang biasa disebut sumpit, hhh kenapa aku jadi sebal pada Belva?

Jadi kami semua sudah berkenalan dengan Sonia, adik dari Kevin dan Davin. Tapi ternyata Oscar sudah lebih dulu mengenalnya daripada kita, namun hanya Zeea satu-satunya orang yang tidak mau berkenalan dengan Sonia. Anehnya Sonia terlihat begitu akrab dengan Oscar, wah ini tidak bisa dibiarkan. Dan lagi sedaritadi Zeea dan Oscar tidak berbicara sama sekali, bahkan sepertinya mereka menghindari tatapan satu sama lain. Lagi, aku belum mengetahui dengan jelas letak duduk perkara antara Oscar dan Zeea. Mungkin karena masalah ini masih panas, jadi lebih baik didinginkan terlebih dahulu.

Ah ya kami semua tidak turun ke bawah untuk menyanyikan lagu ulang tahun karena kami terlalu malas untuk melakukannya, dan kami lebih memilih menuruti perintah Nathan. Duduk melingkar dan mengikuti aturannya, karena dia baru saja mengajak kami untuk bermain sebuah permainan.

"Gue bingung kenapa gue mau ngikutin perintah lo, ini mau ngapain sih?" protes Kevin pada Nathan.

"Lo mau mainin permainan kayak waktu di basecamp?" tanya Oscar.

"Yup," jawab Nathan.

Kami benar-benar duduk melingkar, dengan posisi aku, Ken, Zeea, Davin, Sonia, Oscar, Zeeo, Kevin, Nathan, Ruby, dan Belva. Jadi secara teksnis aku duduk bersebelahan dengan Belva dan bersebrangan dengan uhm, Zeeo.

"Gue jelasin—"

"Zara?" seru Kevin memotong perkataan Nathan.

Kami semua sontak menoleh ke arah Kevin memandang, dan menemukan Zara berdiri canggung karena ditatap oleh kami semua dalam waktu yang bersamaan.

"Toilet dimana?" tanyanya berusaha terlihat biasa.

"Toilet ada di bawah, ngapain ke atas?" tanyaku ketus.

"Kebetulan toilet di bawah lagi ada orang," jawabnya tak kalah ketus.

"Lo pake toilet di kamar gue aja," ujar Belva ramah.

Zara mengangguk dan berjalan menuju kamar Belva. Perlahan aku melirik sinis pada Belva yang duduk di sampingku, astaga kenapa aku jadi membencinya seperti aku membenci Zara?

"Ken," panggil Nathan.

"Apa?" sahut Ken.

"Zara lo gaji nggak sih?" tanya Nathan tidak penting.

"Harus, gue jawab pertanyaan nggak bermutu lo?" balas Ken.

"Lo nggak liat itu bajunya Zara? Sempit banget keliatannya, sampai—"

"Sampai apa?" potong Ruby yang jemarinya sudah tersangkut di telinga Nathan.

Nathan meringis, sambil berusaha melepaskan jemari Ruby dari telinganya, "Iya itu sampai nggak muat."

"Apanya yang nggak muat?" kini Kevin yang bertanya.

"HEH! Lo semua kan liat tadi kalau baju yang Zara pakai itu—"

Lagi, perkataan Nathan terputus begitu saja ketika terdengar suara pintu kamar yang terbuka, diikuti dengan suara langkah kaki dari heels yang bersentuhan dengan lantai.

"Lo manggil gue?" tanya Zara.

"Cepet banget ke toiletnya," ujar Ruby.

"Gue cuman nyingkirin remah cake yang masuk ke dalem baju," jawabnya santai lalu kembali berjalan.

Never ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang