Bab 27 - This is Bullshit!

2.5K 300 193
                                    

"Kamu nggak akan pulang? Emang nggak kuliah?" tanya Dad padaku.

Aku menggeleng lemah.

"Sayang, pulang yuk. Kamu butuh istirahat, kamu butuh tidur karena kamu nggak tidur semaleman," kata Dad.

Lagi, aku menggeleng. Aku tidak mau meninggalkan rumah sakit sampai mereka berdua sadar. Aku tidak mau.

"Ya udah, cuci muka dulu ayo," ajak Dad.

Aku menatap Dad sesaat lalu mengangguk, berdiri dan ditemani Dad berjalan menuju toilet. Sampai di depan pintu toilet, Dad membukakan pintunya untukku.

"Mau Dad temenin di dalam atau nggak?" tanya Dad.

Aku responnya dengan gelengan kepala, lagi. Setelah itu aku melangkah masuk ke dalam toilet dan Dad menunggu di luar.

Berdiri di depan wastafel, dan aku memperhatikan pantulan diriku pada cermin. Menunduk lalu menghela nafas, aku tidak boleh menangis lagi. Entah kenapa kali ini memori ingatan begitu jahat padaku, dia baru saja memutar ingatan dimana aku sedang berada berdua di toilet besama Zeeo.

Tidak hanya Zeeo, tapi dengan Ken juga. Aku mengingat jika sekitar beberapa hari yang lalu atau entah seminggu yang lalu, di toilet klub. Aku memeluknya sambil menangis, dan aku tahu jika dirinya menahan marah padaku saat itu.

Ingatan tersebut membuat mataku panas, dan meleleh. Menyeka sudut mata lalu berbalik, membuka salah satu bilik toilet dan ingatan di dalam memori otakku kembali menghianati. Tidak bisakah mereka berhenti memutar banyak kenangan antara aku dengan mereka?

Closet. Hanya sebuah objek yang dapat menyeretku masuk ke dalam kenangan konyol bersama Ken. Lari dari kejaran Oscar dan Zara, bersembunyi di toilet tapi malah bertemu dengan Zac dan Crystal yang saat itu sedang dimabuk asmara. Sudut bibirku tertarik ke atas sedikit, mengingat betapa dekatnya jarakku dengannya saat itu.

Selesai buang air kecil, aku kembali menghampiri wastafel lalu membasuh wajahku asal. Setelah itu aku keluar dan menemui Dad masih setia menunnggu di depan pintu toilet.

"Pulang ya?" bujuk Dad.

"Aku nggak mau pulang," jawabku.

"Kita pulang, makan, habis makan kamu istirahat dulu di rumah. Nanti kalau kamu udah seger udah nggak cape, Dad anter kamu kesini lagi, iya?"

"Aku nggak mau Dad!"

"Sayang, denger. Kalau kamu maksa terus-terusan disini dengan kondisi kamu yang kayak gitu nanti kamu ikutan sakit. Daddy nggak mau kamu sakit, dan Daddy yakin mereka juga nggak mau kamu sakit. Mereka mau pas mereka sadar mereka liat kamu yang sehat, bukan kamu yang lemah atau sakit. Nurut sama Daddy ya?"

Aku menghela nafasku. "Iya udah, tapi aku mau nemuin Ken sama Zeeo dulu."

Daddy tersenyum, mengusap kepalaku lalu mengecupnya. "Daddy tunggu di mobil."

Aku mengangguk, lalu berjalan kembali ke depan ruang ICU. Melihat mereka terbaring di dalam sana selalu membuat hatiku terasa sakit. Memakai baju khusus dengan cepat, memasuki ruangan dimana Ken berada lalu duduk pada bangku di samping bangkar.

"Ken, udah pagi. Lo nggak mau bangun gitu?" aku mengusapi pipinya yang dingin.

"Gue mau minta maaf kalau gue mengacaukan semuanya..." meraih tangannya dan menggenggamnya.

"Gue pulang dulu ya, nanti gue kesini lagi. Lo mau janji nggak sama gue? Janji pas gue kesini lagi, lo harus udah buka mata." Meletakkan tangannya kembali, lalu aku berdiri dan mengecup keningnya agak lama.

Lo kuat, lo pasti kuat, bangun dan peluk gue terus bilang sama gue kalau lo baik-baik aja. Air mataku mengalir, melepaskan ciumanku di keningnya lalu aku menghapus air mataku. Setelah itu aku berjalan keluar.

Never ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang