Bab 28 - Tell Me, if This is Just a Dream

2.2K 317 327
                                    

Ini sudah hari ketiga dan mereka belum kunjung sadar, aku disini di tepi atap gedung rumah sakit dan duduk sendiri sambil menikmati dinginnya udara pada malam hari yang berhembus menerpa kulit menggelitiki tengkuk. Menatap gedung-gedung tinggi pencakar langit yang dihiasi lampu di beberapa ruangan di dalamnya. Menghirup udara malam yang bercampur dengan sisa lelah dari para manusia yang telah bekerja seharian. Membuatku bersyukur jika aku masih bisa menghirup udara dengan bebas sampai malam ini.

Suara engsel dari pintu besi yang berjarak beberapa meter di belakangku berbunyi, menunjukkan jika ada seseorang yang baru saja mendorongnya. Mengangkat ponsel yang aku genggam dan mendapat pantulan diri Oscar dari layarnya.

Derap langkah kakinya mendekat, sampai lah dia tepat di belakangku.

"Turun, nanti jatuh," perintahnya.

Menghembuskan nafasku lalu turun dan berdiri di samping Oscar. "Mereka kapan sadar?"

Oscar mengangkat tangannya lalu merangkul bahuku dan mengelusnya, sedangkan aku menaruh kepalaku di bahunya. "Pasti sadar, tunggu aja."

"Nunggu itu nggak enak, apalagi nunggu tanpa kepastian."

"Gue tau, lo yang sabar aja."

"Lagian, gue masih bingung kenapa mereka bisa jadi kayak gini."

Oscar diam, lalu mengangkat tangannya dari bahuku dan merogoh saku jaketnya. Mengeluarkan ponsel dan membuka sebuah video.

"Gue mau lo liat ini, tapi jangan lo lempar HPnya nanti setelah lo liat video yang bakalan gue kasih."

Keningku berkerut. "Video apaan?"

Oscar menyodorkan ponselnya, aku mengambilnya lalu menontonnya. Di video ada rekaman cctv pada sebuah mobil yang menunjukkan jika mobil tersebut berada di sebuah... bandara sepertinya. Mobil melaju, dan dipercepat lalu berhenti di.. arena balap?

"Ini mobil siapa?" tanyaku pada Oscar.

"Zeeo."

Aku menonton lagi, dan tak lama dari situ datang sebuah mobil lainnya yang berhenti di hadapan mobil Zeeo. Si pengendara mobil itu keluar, dan membuatku sedikit terkejut.

"Ken?"

"Iya."

"Jadi... mereka...?"

"Lo liat aja dulu."

Video jalan dipercepat lagi, dan kini terlihat cctv entah dari mobil siapa terlihat melaju kencang membelah keramaian ibukota. Tak lama dari itu layar terbagi menjadi dua dan menampakkan cctv dari kedua mobil. Mereka terus melaju sampai masuk ke jalan tol, astaga.

Sebelum sesuatu yang buruk terjadi, aku mengembalikan ponsel Oscar lalu menutup kedua wajahku. "Salah gue Os, ini salah gue. Bener-bener salah gue."

"Jezz, udahlah. Merekanya aja yang terlalu bodoh."

"Nggak, kalau gue nggak kasih Zeeo jalan buat kembali, semuanya nggak akan jadi gini."

"Jezz..."

"Gue cuman cape sama Ken yang nggak kunjung ngasih kepastian, dan disaat gue cape sama Ken, Zeeo datang dan gue kasih jalan buat dia. Harusnya gue nggak ngasih dia jalan, harusnya gue-"

"Sssttt, jangan bilang gitu." Oscar memelukku, mengusap punggungku guna untuk menenangkanku. "Gue mau minta satu hal sama lo," ucapnya.

Melonggarkan pelukannya lalu mendongak dan menatapnya. "Apa?"

"Janji sama gue, setelah mereka berdua sadar gue minta lo buat tinggalin mereka berdua."

Ucapan Oscar bagai api yang tiba2 menyulut desiran darahku. Meninggalkan mereka berdua? Bukankah hal tersebut sangat tidak adil untukku?

Never ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang