Bab 24 - Seriously?!

2.1K 297 292
                                    

"Kapan lo pulang?" tanya Zeea yang sedang berbicara dengan ponselnya.

Memutar bola mataku malas dan tidak begitu tertarik dengan percakapan antara dirinya dengan Kakaknya, mungkin. Aku tidak peduli.

"Masih beberapa hari lagi? Lama ih! Lo udah pergi 3 hari. Kalau lo semakin lama, oleh-oleh buat gue kapan sampenya?" rengeknya.

"Ya udah. Bye."

Memutuskan panggilan lalu menaruh ponselnya di atas meja, meraih minuman dan menyedotnya.

"Zeeo?" tanya Ruby.

Zeea mengangguk. "Iya gue titip sesuatu ke dia tapi dia pulang nggak tau kapan."

"Titip apaan?" tanya Ruby lagi.

"Yang waktu itu pernah gue pengenin," jawabnya.

Ruby hanya ber-oh pendek sedangkan aku sama sekali tidak tertarik dengan perbincangan ini, mau dia berapa lama disana pun aku tidak peduli.

Zeeo sempat meneleponku tapi tidak aku jawab, lalu berusaha kembali menghubungiku menggunakan ponsel Oscar dan ketika aku jawab aku mendengar suaranya jadi langsung aku matikan.

Sonia memaksaku untuk meneleponnya kembali, tapi setelah Oscar mengatakan jika Zeeo sudah pergi, otakku berpikir jika hal yang aku lakukan saat itu adalah bodoh. Menelepon kembali dan berharap dia akan menjelaskan semuanya, benar-benar bodoh.

"Jezz," panggil Ruby.

Aku menoleh. "Hmm?"

"Lo belum baikan sama Ken?" tanyanya.

"Kapan gue berantem?" aku balik bertanya.

"Aneh aja, setiap dia telepon nggak lo angkat. Dia kirim lo pesan nggak lo bales, dia nyamperin lo ke rumah, lo nya nggak mau ketemu," jelasnya.

"Lagi males aja," jawabku asal.

"Ruby."

Aku dan yang lainnya kaget ketika aku mendengar ada suara orang lain selain kita disini. Kami sedang berada di rumah Ruby dan keadaan rumahnya sedang kosong, tidak ada siapa-siapa selain aku, Zeea, Ruby dan para pembantunya.

Serempak, kami menoleh ke arah suara dan sedikit tercekat ketika melihat sosok yang paling Ruby hindari akhir-akhir ini.

"Keluar!" perintah Ruby tegas.

"Gue mau minta maaf," balasnya.

"Gue bilang keluar!" suara Ruby meninggi.

Aku berdiri, menghampiri Nathan. "Lo mending keluar, daripada terjadi keributan."

Nathan menghela nafasnya. "Gue tau, lo udah nggak akan mau denger apa-apa lagi dari gue. Gue kesini cuman mau minta maaf, atas kesalahan besar yang udah gue buat."

Aku memilih untuk kembali duduk, tadinya aku ingin mendorong Nathan keluar. Tapi tidak ada salahnya memberinya kesempatan untuk berbicara.

"Gue emang nggak pantes dimaafin, kesalahan gue udah fatal banget," lanjutnya.

Aku menoleh pada Ruby dan terlihat matanya mulai berkaca-kaca. Cengeng.

"Gue nggak maksa lo buat maafin gue, tapi gue mau minta maaf yang sebesar-besarnya. Maaf kalau gue udah bikin hati lo hancur, cowok kayak gue emang nggak pantes buat cewek sebaik lo."

"Gue tau gue itu cowok paling bodoh, gue menyia-nyiakan cewek sebaik lo, cewek sesabar lo, gue emang nggak pandai bersyukur dengan apa yang udah gue punya."

"Gue nyesel dan gue minta maaf."

Runtuh pertahanan Ruby, dia menangis dan Zeea segera memeluknya.

Never ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang