Bab 31 - Who? Him

1.5K 273 286
                                    

Setelah aku menangis beberapa saat akhirnya dokter Carla berhasil menenangkanku, dia kembali memeriksaku dan hasilnya benar-benar positif. Aku memohon padanya agar tidak mengatakan apapun dan pada siapapun tentang hal ini untuk sekarang.

Bagaimana ini bisa terjadi?

Tidakkah semesta bahagia sudah membuat diriku semakin jatuh terpuruk?

"Kamu tidak bisa menyembunyikan lebih lama Jacquelyn, kandunganmu sudah berusia lima minggu, dan semakin lama akan semakin membesar." Dokter Carla mengingatkanku.

Duniaku hancur, kehidupanku hancur, masa depanku hancur.

Ya Tuhan, tidak adakah yang lebih hancur dari ini?

Dokter Carla mengusap bahuku. "Tenangkan dirimu, ajak seseorang untuk membicarakan hal ini. Kamu tidak boleh stres Jacquelyn."

"Kalau nanti keluar dari kamar Mom sama Dad nanya, jawab aku demam biasa," pintaku pada dokter Carla.

"Tapi kamu harus-"

"Iya nanti aku kasih tau mereka, tapi nggak sekarang," potongku cepat.

Dokter Carla tersenyum tipis. "Resep sudah saya tuliskan, isinya ada vitamin untuk..."

Perkataannya mengambang diudara, otakku terus berpikir bagaimana ini bisa terjadi. Bagaimana bisa aku hamil? Aku tidak percaya, sungguh sangat tidak percaya.

Aku masih belum selesai memulihkan perasaan kehilangan-ku, dan sekarang aku diserang dengan sebuah fakta mengejutkan tentang kehamilan-ku. Kepalaku sakit dan rasanya seperti akan pecah.

Dokter Carla menyodorkan kertas padaku, dan refleks aku menerimanya tanpa mengolah kata yang keluar dari mulutnya sama sekali. Yang aku dengar hanya ketika dia berdiri sambil mengusap bahuku. "Kalau ada apa-apa, kamu bisa hubungi saya."

Aku mengangguk. "Terimakasih dok."

Dokter Carla berjalan menuju ke arah pintu, bergegas aku bangkit berdiri lalu meraih testpack dan resep lalu menyimpannya di saku piyamaku. Duduk kembali di atas kasur, dan sedikit terkejut ketika Ken sudah masuk ke dalam kamar.

"Dokter bilang apa?" tanyanya ketika dia baru saja mendaratkan bokongnya pada sisi kasur.

"Kecapean, demam biasa," jawabku bohong.

Ken menatapku tepat di bola mataku, sesaat kemudian dia memejamkan matanya, meraih tanganku dan aku terkejut ketika melihat tangannya dililit dengan perban. "Gue minta maaf."

"Tangan lo kenapa?" aku mengabaikan permintaan maafnya dan malah terfokus pada tangannya.

"Tadi siang lo kemana?"

"Ini tangan kenapa Kennard?"

"Tadi siang lo pergi kemana Jacquelyn? Gue nyariin."

Lucu, saling mengabaikan pertanyaan satu sama lain karena enggan membahasnya.

Aku menghembuskan nafasku, belum sempat aku menjawab, Mom dan Dad sudah masuk ke kamar. Ada besitan perasaan bersalah ketika aku melihat ekspresi khawatir dari mereka, ingin rasanya aku kembali menangis karena hari ini aku tahu bahwa aku sudah mengecewakan mereka secara diam diam.

"Jacy kamu harus banyak istirahat, dokter bilang kamu kecapean sama banyak pikiran." Kata Mom, membuat Ken berdiri sedangkan Mom mengambil tempat Ken. "Sayang, Mommy mohon sama kamu buat jaga diri kamu, jangan rusak diri kamu, Mommy sayang sama kamu. Mommy tau kamu lagi bener-bener down, tapi Mommy nggak mau liat kamu jadi kayak gini." Mom menarikku ke dalam pelukannya, dia mengusap rambutku lembut.

Memejamkan mataku dan meneteslah airmataku di pipi, Ken melihatnya dan langsung mengusap air mataku. Daddy yang berdiri di samping Ken lalu menatap Ken dan mengajaknya keluar.

Never ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang