Seusai makan di kantin, kami kembali kekelas. Dari kejauhan kulihat anak-anak Geng Rusuh Vano semuanya sedang berkumpul di depan kelasku, sehingga menghambat perjalanan kami untuk masuk ke dalam kelas."Eh gue mau mintain uang kas dulu nih, mumpung lagi pada kumpul." ucap Dhira setelah kami berhasil masuk kedalam kelas. Tadi, saat melewati kerumunan itu, kudengar mereka membicarakan tentang balas dendam. Tapi, Vano tidak ada disana.
Aku dan Atha kembali ketempat duduk kami lalu memutuskan untuk mendengarkan lagu saja dari headset yang kami bagi berdua.
Tak lama kemudian, anak-anak yang tadi sedang kumpul didepan kelas berlari masuk kedalam kelas, disusul Pak Buyung dengan penggaris kayu andalan di genggamannya.
"Yang tadi bolos pelajaran saya, coba maju!" teriak Pak Buyung disertai tatapan elang khasnya sambil menggetok penggaris kayunya ke papan tulis.
Kami semua terdiam. Satu persatu dari mereka--yang tadi bolos-- melangkah menuju depan kelas, sesuai dengan perintah pak buyung.
Tiba-tiba, vano masuk kedalam kelas setengah berlari, dalam keadaan seperti biasa; baju tidak dimasukkan kecelana dan rambutnya yang hampir menyentuh alis. Pak Buyung seketika menolak ketika Vano ingin mencium tangannya.
"Kamu tadi bolos pelajaran saya?" Cecar Pak Buyung.
Vano tak langsung menjawab, ia melirik teman-temannya sejawatnya yang sedang berbaris rapih di depan papan tulis.
"I-iya Pak, saya ikut bolos."
"Ikut keruangan saya!"
Pak Buyung beserta teman sekelasku yang tadi bolos melangkah keluar kelas. Selain guru Sejarah, Pak Buyung merangkap guru kesiswaan yang banyak ditakuti oleh murid-murid kecuali; ya anggota geng rusuh itu.
Dua menit setelahnya, wanita berkerudung hijau memasuki kelasku. Ialah Bu Inne, guru Bahasa Indonesia kami yang sudah cukup tua. Umurnya 49 tahun.
"Mana itu sigeng rusuh?" Bu Inne menatap kearah belakang.
"Lagi dipanggil Pak Buyung, Bu." jawab Rico.
"Bagus deh," Bu Inne menghela nafas lega, "Jadi saya bisa lega mengajar disini kalo mereka ngga ada."
-
"Dhir, lo jadi mau nyari kamus ngga?" tanya Atha sambil membereskan mejanya.
Dhira menoleh, "Jadi. yuk temenin?"
"Eh, mau kemana?" tanyaku penasaran.
"Itu gue disuruh beli kamus Bahasa Inggris sama Miss Novi, katanya sih buat di perpus kita. Lo mau ikut, Kei?"
"Yah gue ngga bisa ikut. Udah ada janji sama Abang gue. Ngga apa-apa kan, Dhir?"
"Santai," jawab Dhira seraya berdiri, "Kan udah ada Atha."
"Yaudah yuk jalan."
Kami melangkah beriringan di koridor. Saat melewati ruang Bimbingan Konseling, kami serempak menoleh.
"Gila ya, dari istirahat sampe sekarang belum pada keluar juga tuh dari BK." celetuk Dhira, maksudnya adalah anak-anak yang tadi dipanggil Pak Buyung, sampai sekarang belum kembali, tas merekapun masih ada didalam kelas. Untung ada Rico selaku ketua kelas yang mau menjaga tas mereka sampai kembali.
"Pada betah kali." ucap atha. Kami semua tertawa.
"Aduh, lupa!" aku memberhentika langkahku. Aku tiba-tiba teringat sesuatu.
"Kenapa, Kei?" Tanya Atha dan Dhira bersamaan.
"Hape gue ketinggalan dikolong meja, gue ambil dulu ya? Kalian duluan aja kedepan."
![](https://img.wattpad.com/cover/74133433-288-k16820.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity
Teen FictionKami sekelas. Tapi, percayalah, aku tidak pernah berbicara dengannya. Dengan si pembuat onar di kelas. Dengan si murid paling urakan di sekolah. Suatu hari, dia menggedor pagar rumahku. Wajahnya memar, terdapat darah di ujung bibirnya. Dia babak bel...