keesokan harinya, aku diantar bang arya untuk kesekolah seperti biasa. saat sampai disekolah, bunda ami memanggilku. kalau kalian mau tahu, bunda ami adalah guru kesiswaan (bk) disekolahku. umurnya masih sekitar 40tahunan, dan beliau tidak mau dipanggil 'ibu', beliau lebih senang dipanggil bunda.
"ada apa, bunda?"
"masuk yuk ikut bunda." beliau mengajakku masuk kedalam ruang bk. aku masih bingung, ini adalah kali pertamaku masuk bk. ada apa?
"sini duduk dulu nak."
bunda menyuruhku duduk disebelah wanita berkerudung krem yang kukira-kira umurnya adalah 30 tahun.
"ini renata, kakaknya vano, nak." ucap bunda ami.
lantas aku menoleh, wanita tadi tersenyum kearahku. aku mengulurkan tangan untuk salim dan disambut hangat olehnya.
"ini keiya ya?"
"i-iya kak."
"revan cerita banyak lho tentang kamu," ujar kak renata sambil tersenyum.
"he he, iya kak." aku terkekeh, "ada apa ya kak?"
"ah, ngga. aku cuma mau ketemu kamu aja, cantik kamu itu kaya yang dibilang revan."
"he-he, m-makasih kak."
"nanti kita ngobrol lagi ya! aku urus kepindahan revan dulu," kak renata terkekeh, "eh ralat, urus pengeluaran revan dari sekolah ini dulu."
"iya kak,"
"jadi kamu boleh kembali lagi ke kelas kamu, nak." kata bunda.
"oke," aku berdiri, "makasih bunda." setelah menyalimi bunda, aku menoleh pada kak renata, "kak, aku kekelas dulu yaa."
"iya, nanti kita ngobrol lagi yaa!"
"oke kak!" setelah salim lagi pada kak renata, aku kembali kekelas.
didepan bk, kulihat atha baru saja datang sambil membawa beberapa buah kertas karton.
"kok dari bk kei?" tanyanya dengan tatapan bingung, "ngapain?"
"ada kakaknya vano," jelasku sambil melangkahkan kaki.
"oh, ngapain?"
"mau ketemu aja sama gue."
"kei gue mau nanya deh," atha memberhentikan langkahnya, "lo suka ya sama vano?"
++
bel istirahat berbunyi seraya miss arita meninggalkan kelas. aku dan atha berniat keperpustakaan untuk menyusul dhira yang tadi disuruh miss arita untuk mengembalikan kamus.
aku belum bercerita. tadi, saat atha menyanyakan hal itu padaku saat perjalanan kami kekelas, aku hanya menjawab tidak tahu karena memang itu yang kurasakan. aku tidak tahu betul perasaanku pada vano seperti apa. maksudku, mungkin benar aku menaruh perhatian lebih denganya setelah selama seminggu belakangan ini aku menghabiskan waktu dengannya. tapi, aku tidak mau terburu-buru dengan menilai perasaanku, biarlah semuanya berjalan begitu saja seperti air mengalir dari hilir ke hulu.
saat kami berdua baru melewati tangga untuk menuju lantai bawah dan kemudian ke perpustakaan dibelakang sekolah, seseorang memanggil dan melambaikan tangannya padaku. wanita berkerudung krem. seingatku, ia adalah kakaknya vano.
"ada apa kak?" tanyaku setelah berada disampingnya.
"ah, ini aku mau ngobrol aja sama kamu. bisa?"
aku menoleh pada atha, dan atha mengangguk dengan mimik muka mengatakan: yaudah sana ngobrol, gue samperin dhira sendiri aja.
setelah itu aku mengajak kak renata ke kantin untuk mengobrol sambil duduk dan meminum atau memakan sesuatu.
"kak renata mau apa?" tawarku.
"hm, aku mau bakso aja deh." katanya, "kaya nya enak."
aku terkekeh, "emang enak kak. aku pesenin dulu yaa."
setelah mendapat dua mangkuk bakso yang dibawakan oleh kang iman, aku kembali duduk didepan kak renata.
"kenapa kak?" tanyaku.
"ah, makan dulu keiya." katanya sambil menyuapkan bakso kemulutnya. "revan banyak cerita tentang kamu loh, walaupun aku udah ngga tinggal serumah sama dia, tapi kalau aku pulang ke rumah dia suka cerita-cerita."
"oh ya? he he."
"katanya kamu baik dan suka nolong."
aku tergelak ringan.
"terus kata dia, orangtuamu ada dikecelakaan pesawat itu juga? apa bener?"
"i-iya, kak." jawabku dengan suara bergetar.
"bener kata revan, kamu cantik!" kata kak renata secara tiba-tiba, mengalihkan pembicaraan sebelumnya.
"m-makasih, kak. kak renata juga cantik,"
"kamu udah tau revan di drop out?" kak renata menaruh sendok dan garpu diatas mangkuk yang sudah habis isinya itu dan menggesernya kesebelah. its getting serious now.
"udah kak," kataku seraya menaruh sendokku diatas mangkuk.
"sebenarnya dia itu anak baik, sopan sama orang yang lebih tua. aku bukannya membela dia karena dia adikku, tapi dari sudut pandangku, dia memang anak baik." ujar kak renata. "tapi sejak orangtua kami meninggal, jadi sedikit nakal."
"iya kak," responku. "menurut sudut pandang aku juga, dia orangnya baik."
serius. kupikir di dunia ini tidak ada orang yang baik dan tidak baik, semua sama. coba kita lihat seorang pencuri, bisa saja dia mencuri karena sedang butuh? bisa saja dia sebenarnya tidak ingin melakukan itu, ya kan?
"eh dia juga cerita katanya kamu orangnya pemarah, judes, jutek."
"hah judes?" kataku kaget.
"ngga tau itu anak, cantik manis begini dibilang judes dan jutek?"
"he he makasih kak."
"waktu dia diserang, minta tolongnya kerumahmu kan?"
aku mengangguk. "padahal sebelum itu dia ngga pernah bicara sama aku, loh."
kak renata menatapku kaget. "ngga pernah bicara gimana? dari sebelum itu, revan sudah banyak cerita tentang kamu."
"oh ya?" tanyaku kaget. kak renata mengganguk yakin.
"eh, sudah bel. kamu masih ada pelajaran kan?"
tak terasa memang, bel masuk telah berdering. aku pamit pada kak renata dan ia berkata kalau ia menginginkanku untuk mampir kerumahnya sepulang sekolah nanti. kubilang lihat nanti kalau aku tidak ada kegiatan lain sepulang sekolah.
senang rasanya mengobrol dengan kak renata meskipun seringkali aku terlihat canggung berbicara dengannya. tapi, dari situ aku tahu kalau vano pernah—atau bahkan sering,membicarakanku meskipun aku tidak tahu apa yang ia bicarakan.[]

KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity
Novela JuvenilKami sekelas. Tapi, percayalah, aku tidak pernah berbicara dengannya. Dengan si pembuat onar di kelas. Dengan si murid paling urakan di sekolah. Suatu hari, dia menggedor pagar rumahku. Wajahnya memar, terdapat darah di ujung bibirnya. Dia babak bel...