"apaan nih?" tanya vano heran saat menerima plastik alfamart dariku.
"liat aja."
vano membuka plastik itu, ia mengeryitkan dahinya dan menoleh padaku. sedetik kemudian tawanya pecah, "aneh-aneh aja, kamu."
ia lalu mengeluarkan isi dari plastik itu, yang berupa lays rasa rumput laut, chitato rasa mie goreng, oreo, 2 kotak susu stoberi, dan handuk kecil. tadi, saat perjalanan kesini, aku sempat mampir kealfamart untuk membeli beberapa makanan kecil untuknya.
"maksudnya apa nih?" tanyanya sambil mengangkat satu-satu barang yang tadi kusebutkan itu.
"in case you're hungry.." kekehku.
"gue disini dikasih makan kok, kei." vano tertawa pelan. "tenang aja. ngga usah khawatir gue ngga dikasih makan gitu deh."
"ngg.. bukan gitu." kataku canggung. "maksudnya kalo lo pengen nyemil-nyemil gitu."
"iya." katanya sambil memasukan kembali makanan ringan itu kedalam plastik. "makasih ya, keiya shakira."
untuk pertama kalinya, ia memanggil nama lengkapku. dan entah mengapa, itu membuat hatiku senang.
"terus ini buat apa?" ia mengangkat handuk kecil berwarna putih itu keudara.
aku menggeleng, "ngga tau. tapi, kali aja lo butuh."
"eh, kei." panggilnya, "tunggu sini ya, bentar."
"mau kemana?" tanyaku saat ia bangkit.
"ngga kemana-mana. bentar, tunggu, duduk disini aja. oke?"
aku mengangguk. vano kembali masuk kepintu besi itu. pintu yang menghubungkannya dengan sel penjara yang menjadi tempat tidurnya dua hari belakangan. dua menit kemudian ia kembali lagi, dengan gitar ditangannya.
"gue mau nyanyi," ujarnya saat sudah duduk didepanku lagi.
"emang bisa?" cibirku.
"yeeh, belum liat aja." desisnya, "kalo lo udah liat gue nyanyi juga udah dah pasti klepek-klepek."
aku hanya tersenyum. ia lalu mendekap gitarnya, menggenjrengnya hingga menghasilkan nada yang indah.
"i'm not a perfect person, there's many things i wish i didn't do," matanya terpejam seiring tangannya terus memetik senar gitarnya.
"but i continue learning, i never meant to do those things to you, and so i have to say before i go
that i just want you to know,
i've found a reason for me, to change who i used to be, a reason to start over new, and the reason is you."
vano kembali membuka mata, ia tersenyum padaku yang juga tersenyum padanya. ia menaruh gitarnya dibangku sebelahnya. ia masih menatapku. "and the reason is you," ujarnya datar. tanpa nada lagu yang barusan ia nanyikan.
kutundukkan kepalaku. jantungku berdegup kencang. mungkin kali ini wajahku sudah semerah tomat, aku tidak tahu.
"eh, gue naro gitar dulu deh. abis itu kita jalan-jalan."
aku masih tak menjawab. saat aku menaikkan kepalaku, ia sudah tidak ada dihadapanku, gitarnya juga tak ada. ia benar-benar masuk untuk menaruh gitar dan cemilan yang kuberi tadi.
"jalan-jalan yuk?" vano kembali lagi dan berdiri disampingku.
aku menoleh dan menatapnya, "emang boleh?"
"selow, kakak ipar gue polisi juga. makanya gue dibebasin, semalem gue juga makan diluar kok sama temen-temen yang pada jenguk,"
"oh," aku mengambil tasku, "yuk."
"kemana ya?" tanyanya saat kami sudah diluar kantor polisi. tak heran, kalau vano terlihat memakai baju bebas seperti ini karena kakak iparnya adalah polisi. ia sekarang mengenakan jeans panjang dengan kaos hitam. "lo udah makan?"
"belum sih,"
"yaudah, makan yuk!"
vano mengajakku makan diwarung tenda yang tak jauh dari kantor polisi. berbagai macam menu makanan tersedia diwarung tenda ini.
"mau nasi goreng?" katanya menawarkan.
"boleh deh,"
"yaudah, gue pesenin. lo duduk disana gih," ia menunjuk meja lesehan yang masih kosong itu. warung tenda ini memang sedang ramai mengingat ini adalah waktu pulang kerja jadi banyak orang yang memutuskan mampir kesini untuk mengisi perut.
"lo tadi kesini naik apa?" tanya vano saat ia kembali setelah memesan nasi goreng.
"naik angkot,"
"besok ngga usah kesini, kei."
aku mengeryitkan dahi, "kenapa?"
"karena besok gue bebas," ucapnya dengan senyum bangga.
"oh ya?" aku melebarkan mata sambil tersenyum.
vano mengangguk yakin. "sebenernya gue ngga dipenjara, kakak ipar gue kan komandan disana. orangtuanya si bayu yang gue tusuk juga ngga nuntut soalnya si bayunya udah membaik." ia menghela nafas, "ini permintaan kakak gue aja yang minta gue dipenjara katanya biar gue kapok,"
"udah kapok kan?" tanyaku sambil melotot main-main.
"iya kapok banget. takut kalo lo jauhin gue kalo gue buat masalah lagi."
"ya jangan buat masalah dong!,"
"iya,"
"van, lo bukannya ngerokok ya?" entah mengapa pertanyaan itu meluncur dari bibirku. tapi memang aku sempat bertanya-tanya kenapa ia tidak pernah terlihat merokok lagi padahal dulu ia sering sekali merokok bahkan dikantinpun ia berani.
"iya, kenapa?"
"udah berhenti ya?"
ia menggeleng, "belum. kenapa? mau nyuruh gue berhenti ngerokok?"
"ngg.. ngga gitu," kataku sambil menggeleng, "bingung aja. gue ngga pernah liat lo ngerokok lagi soalnya."
"oh itu," ia memajukan wajahnya lagi kedekatku, "gue masih ngerokok kok. tapi, ngga didepan lo."
"k-kenapa?"
"gue ngehargain lo lah! takut lo kenapa-kenapa kena asep gue,"
pesanan kami akhirnya datang. kami memakan nasi goreng kami masing-masing.
"kei," vano meletakkan sendok diatas piring lalu menatapku, "kalaupun lo nyuruh gue berhenti ngerokok, gue bakal berhenti kok."[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity
Teen FictionKami sekelas. Tapi, percayalah, aku tidak pernah berbicara dengannya. Dengan si pembuat onar di kelas. Dengan si murid paling urakan di sekolah. Suatu hari, dia menggedor pagar rumahku. Wajahnya memar, terdapat darah di ujung bibirnya. Dia babak bel...