19

84.5K 6.2K 159
                                    


"apa yang dibilang kak renata, bener. gue sering cerita ke dia tentang lo. tapi, ngga usah lo pikirin. gue bakal ngomong sendiri ke lo kok suatu saat nanti, tunggu aja."

aku mengernyitkan dahi, ia hanya tersenyum.

maksudnya, apa?

apa yang akan ia bicarakan denganku?

tunggu saja?

tunggu, apanya?

banyak pertanyaan di kepalaku yang ingin kutanyakan padanya saat ini, tapi bunyi klakson dari mobil kak renata menginterupsiku untuk segera naik.

"apa kata si revan itu?" tanya kak renata di balik kemudi saat aku baru saja duduk di sebelahnya.

aku tergelak, "bukan apa-apa kak."

kak renata mengangguk lalu kembali fokus pada jalanan di hadapannya.

"ya belok kiri, rumahku yang itu kak." aku menunjuk rumahku lewat kaca depan mobil.

"yang pagar hitam?" tanya kak renata.

aku mengangguk.

"makasih kak renata," sebelum turun aku menoleh pada kak renata sekali lagi.

"sama-sama," jawabnya, "makasih juga loh udah bantuin revan kalo dia lagi kenapa-kenapa. maaf juga kalo dia suka ngerepotin."

"ah, sama-sama kak. vano ngga pernah ngerepotin aku kok."

kak renata tergelak. "boleh kupeluk?" katanya sambil merenggangkan kedua tangannya.

aku memgangguk dan berhambur kepelukan kak renata.

"makasih ya sayabg." ucap kak renata seraya melepaskan pelukan.

aku mengangguk. "makasih sudah diantar kak."

kak renata tersenyum.

"oh iya, mau mampir dulu kak?"

ia menggeleng. "sudah malam. nanti suamiku nyariin hehe"

"yaudah. aku turun ya?"

kak renata mengangguk. aku melambaikan tangan pada mobil kak renata yang beranjak pergi.

aku senang. memeluk kak renata setidaknya sama seperti memeluk vano.

++

sekarang, aku sudah ada dikamarku, membaca novel. lalu kurasakan getaran dari meja disampingku.

revano: lg ngapain?

keiya: baca novel

revano: bsk ketemu yuk balik sekolah
revano: diwarping aja

keiya: besok mau ke sekolah?

revano: iyalah!
revano: ada sesuatu yg mau gue omongin

keiya: apa?

revano: bsk aja

keiya: ok deh

revano: oh ya yang tadi,
revano: ga usah dipikirin
revano: apalg sampe ganggu tidur lo. ga usah bgt

keiya: iya van haha

revano: yaudah tidur ya udah mlm
revano: jgn baca novel mulu

keiya: iya vaaan

revano: jangan iya-iya aja!
revano: tidur cepet!

keiya: iya van.

revano: goodnight kei.
revano: gue kangen.

-

keesokan paginya, aku berangkat sekolah dengan mang ical--ojek langgananku. bang arya tidak pulang semalam, bisa kutebak ia lembur atau ada party.

"argh!"

aku merasakan seseorang menabrakku dari belakang. menyebabkan aku jatuh tesugkur keaspal. aku sedang dalam posisi ingin melempar bola volly saat itu.

"aduh, sakit!" erangku sambil memegangi kakiku yang sangat perih karena bergesekan dengan aspal tadi saat jatuh. celana olahragaku pun ikut robek memyebabkan kulit dengkulku ikut robek juga.

teman-temanku langsung berhamburan kearahku yang terduduk lemas diaspal.

"tha, sakit, tha!" desisku saat atha menghampiriku lalu duduk dihadapanku dengan tatapan cemas.

"yaiyalah!" pekik atha, "namanya juga abis jatoh."

"tha, tolongin gue tha. lemes banget gue!" air mataku hampir turun kalau saja tak kutahan dengan alasan malu. "darah tha!!"

"iya iya nanti dulu," atha mencoba menenangkanku dengan mengusap
bahuku, "anak-anak lagi manggilin pak yayat."

memang.

pak yayat yang mana guru olahragaku sedang ada dikantor karena ada orangtua murid yang datang karena ia adalah wali kelas 12. juga anak laki-lakinya sudah berada dikantin sekarang. jam main volly untuk mereka sudah habis maka ini giliran kami para perempuan yang bagaimapun pasti tak bisa menggendongku untuk ke uks.

"woi, misi-misi!" seseorang tengah mencoba masuk kelingkaran yang dibuat teman-teman untuk mengepungku.

vano.

ya, dia sekarang tengah berusaha mengangkat tubuhku. ia menggendongku.

aku bisa merasakan detak jantung vano berdebar kencang karena kepalaku terletak didadanya. aku buru-buru menutupi wajahku dengan telapak tangan, bukannya apa, aku takut ia melihatku dengan wajah jelek pasca menangis kesakitan tadi.

setelah sampai-kutebak- uks, vano menurunkan ku diranjang. aku melepaskan kedua telapak tanganku. ini memang diuks.

kududukan diriku dan bersandar pada tembok.

kulihat vano sedang mencari-cari sesuatu dilemari.

setelah mendapatkannya, ia berlari lagi dan duduk disebelahku.

ia mengambil kapas, obat merah, dan segelas air dingin dari kulkas.

vano mencelupkan kapas pada gelas berisi air dingin.

"gue aja!" kataku saat ia ingin menempelkan kapas itu pada lututku yang berdarah.

"ngga," desisnya. "gue aja!"

aku mengangguk lemah dan membiarkannya menempelkan kapas itu pada lutut perihku.

"argh!"

"perih ya?" ia menatapku lekat, "sori, soalnya kalo ngga di bersihin nanti infeksi."

setelah membersihkan lukaku, ia meneteskan obat merah dan menutupnya dengan plaster yang ia ambil disaku celana jeansnya.

"thanks,"

"sama-sama, kei."

"kok lo ada disini?"

vano menoleh, "emang kenapa? gue masih resmi murid sini loh, surat pemecatan gue masih diproses."

"bukan gitu ih!" pekikku, "kok bisa tiba-tiba nolongin gue dilapangan gitu?"

"gue dikantin daritadi," katanya, "terus si dhira kekantin lari-larian, gue tanya ngapain eh dia jawab mau beli air dingin buat keiya katanya lo jatoh ya gue samperi lo lah, gue takut lo kenapa-kenapa."

"oh," jawabku, "plaster dari mana nih?" kataku sambil menatap plaster bergambar hati yang melekat di setiap luka ditubuhku.

"tadi gue beli dulu baru nyamperin lo dilapangan."

"masih sempet-sempetnya ya beli plaster?!"

"iyalah, gue mah ngga panikan," jelasnya, "coba kaya si dhira, ngapain dia beli air dingin dulu kekantin? bukannya bisa langsung bawa lo ke uks dan obatin disini? gue tau pasti dia kaya gitu karena panik."

aku tertawa renyah.

"eh, kei."

"hm?"

"gue mau ngomong,"

"ya? ngomong aja!"

"gue s--"[]

SerendipityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang