"kalaupun lo nyuruh gue berhenti ngerokok, gue bakal berhenti kok."
aku tersentak kaget mendengarnya. apa segampang itu ia akan berhenti merokok kalau-kalau aku yang menyuruhnya?
"ngga," kataku, "itu hak lo buat ngerokok atau ngga, cuma ya kurang-kurangin aja."
"oke!" katanya sambil memakan sisa nasi goreng dipiringnya itu sedangkan aku sudah habis duluan.
"lo naik taksi aja ya? bentar gue cariin."
kini aku sedang duduk di single seat halte yang ada didepan kantor polisi ini, sedangkan vano berdiri didepanku, menunggu kedatangan taksi.
beberapa menit kemudian, vano menyetop taksi didepanku. ia membukakan pintu penumpang lalu menyuruhku masuk.
"makasih," aku lalu masuk kedalam taksi dan ternyata vano juga ikut kedalam taksi. "loh kok lo ikut naik?"
"pak ini anterin dia yaa," ia tak menjawab pertanyaanku tapi malah mengajak bicara pak supir.
pak supir menoleh dan tersentak sebentar. "loh dek vano?"
"lah pak bidin?" vano lalu berjabat tangan dengan pak supir, ia lalu menoleh padaku. "taksi langganan rumah gue."
"ini anterin kerumahnya ya paak," perintah vano sambil menunjukku.
"owalah, ini pacar dek vano toh?"
"bu--"
"iya." baru saja aku mau menjawab bukan, vano sudah menginterupsiku. ia lalu menoleh, "iya aja biar cepet."
"yaudah anterin ya pak pacar saya," katanya sekali lagi sambil mengeluarkan selembar seratus ribuan, "nih pak." lalu ia berikan uang itu pada pak bidin.
"van, gue bisa bayar sendiri."
"udah, ngga apa-apa. ini artinya gue ngehargain lo sebagai perempuan."
"tapi kan, tadi makan lo juga yang bayar?"
"iya udah ngga apa-apa," ia lalu mendesah. "udah ya gue turun, nanti dicariin."
aku mengangguk. ia tersenyum dan sebelum turun ia mengusap punggung tanganku tanpa mengucapkan kata apapun.
-aku sampai dirumah tepat pukul enam sore, untung bang arya belum pulang jadi aku tidak usah mencari alasan mengapa aku pulang telat.
setelah sampai didalam kamar, aku merebahkan tubuhku diatas kasur. aku tidak menyangka kalau vano akan sebaik ini padaku. apa dia melakukan ini kepada orang lain? aku tidak tahu.
tanpa menunggu bang arya pulang, juga tanpa mandi, aku memejamkan mataku untuk tidur.
-
keesokan paginya, aku terbangun oleh suara berisik dikamar sebelahku. yaampun, tidak biasanya bang arya seberisik ini.
akupun menghampiri kamarnya dan langsung mendorong pintu kamarnya. aku tersentak karena melihat laki-laki seusia bang arya bertelanjang dada sedang berjoget-joget memunggungiku. dengan cepat aku langsung menutup pintu dan berharap mereka tidak melihat. aku segera turun kebawah untuk mencari bang arya.
dia ada disana, sedang menyeduh kopi, dengan tanpa baju, sehingga menperlihatkan dada bindangnya.
"pagi," kata bang arya sambil menyeruput kopinya.
"itu dikamar abang siapa sih?"
"temen abang," ia mengeryitkan dahi, "kenapa emang?"
"berisik banget." desisku, "joget-joget ngga jelas gitu. ngga pake baju lagi,"
"loh kamu liat?"
aku mengangguk malas.
"wah, dosa." ucapnya sambil geleng-geleng, "mata kamu udah ngga suci lagi ngeliat gituan." katanya sambil terkekeh.
"dih apaan sih?" aku memutar bola mata.
bang arya tersenyum menggoda.
"mending kei mandi," cetusku lalu segera naik ke kamar.
saat melewati kamar bang arya, kudengar mereka sedang karoke lagu hymn for the weekend dari coldplay feat. beyoncé.
aku memutar bola mata dan masuk kedalam kamarku untuk siap-siap kesekolah.
"emang abang ngga kekantor apa?" tanyaku saat mobil bang arya baru saja keluar dari komplek.
"ngga, bos abang lagi keluar negeri."
"oh,"
setengah jam kemudian, aku sampai disekolah dan setelah pamit seperti biasa, aku masuk kedalam sekolah.
"keiya!"
aku mengedarkan pandangan untuk mencari siapa yang memanggilku. ternyata ricco. ia melambaikan tangan kearahku lalu ia menghampiriku.
"kenapa, co?" tanyaku.
"ngga apa-apa," kami lalu melanjutkan langkah kami menuju kelas. "lo inget kan hari ini ulangan pkn, kei?"
"inget kok."
"kei, lo udah tau berita vano masuk penjara?"
aku menelan ludah. "u-udah,"
"ngga abis pikir, bisa-bisanya ya dia sampe masuk penjara gitu," rico menggelengkan kepala. "tapi, gue ngga pernah liat lo ngobrol deh sama vano?"
"e-emang ngga pernah,"
"kenapa gitu?"
aku hanya menggedikkan bahu dan mempercepat langkah menuju kelas. saat aku sampai, kulihat atha sedang menulis esay ulangan harian pkn yang akan diadakan abis istirahat nanti.
"tau dari mana?" tanyaku seraya menaruh tas diatas meja.
"kemarin kan dikasih kisi-kisinya,"
"nanti gue liat ya."
"selow,"
aku mengacungkan jempol dan merasakan ponselku bergetar didalam tas.
revano: keiya
revano: pulang sekolah gue jemput ya tunggu diwarping[]

KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity
Novela JuvenilKami sekelas. Tapi, percayalah, aku tidak pernah berbicara dengannya. Dengan si pembuat onar di kelas. Dengan si murid paling urakan di sekolah. Suatu hari, dia menggedor pagar rumahku. Wajahnya memar, terdapat darah di ujung bibirnya. Dia babak bel...