Aku dan Prilly memekik kaget saat melihat mama tiba-tiba kembali pingsan.
"Mba Suti panggil ambulans! Cepat!" seru ku panik.
Sembari menunggu ambulans datang, aku terus mencoba supaya mama sadar dengan menggunakan minyak kayu putih.
"Gue ambilin lo minum dulu ya" ucap Prilly sembari keluar dari kamar mama. Aku mengangguk.
"Lo tenang, mama pasti sembuh. Nih minum dulu" Prilly menyodorkan segelas air putih dan langsung ku teguk.
"Makasih" jawabku tulus.
Tak lama kemudian ambulans datang, aku dan Prilly ikut dalam mobil ambulans untuk menemani mama sedangkan Mba Suti menjaga rumah.
Aku dan Prilly menunggu di luar sementara mama ditangani di UGD. Aku tak bisa duduk tenang. Sesekali aku bangun dan berjalan bolak balik, sesekali menyandarkan kepalaku pada tembok.
"Lo tenang dulu dong, mama pasti baik-baik aja" ucap Prilly menghampiri aku yang sedang menyandarkan kepala di tembok.
"Gue takut Prill" ucapku lirih. Prilly menarik tubuhku kemudian mengusap punggungku menenangkan.
"Gue ada di samping lo. Lo tenang" ucapnya. Aku mengelus kepalanya berulang kali dan sesekali ku kecup pucuk kepalanya.
"Dengan keluarga ibu Rina?"
Suster dari dalam UGD keluar. Membuat aku dan Prilly bangkit dari duduk.
"Iya, saya anaknya" ucapku menghampiri suster yang masih berdiri di depan pintu UGD.
"Ibu Rina sudah bisa dijenguk, silahkan" ucapnya. Aku segera menggenggam tangan Prilly dan masuk ke ruangan.
"Mama saya kenapa dok?" tanyaku pada dokter yang sedang memasang infus.
"Jantungnya kambuh lagi. Tapi kamu tenang aja, mama kamu kelelahan sepertinya. Jadi sementara mama kamu dirawat dulu" jelas dokter tersebut, aku mengangguk mengerti.
"Silahkan diurus administrasinya supaya ibu Rina bisa dipindahkan ke ruang rawat biasa. Saya permisi ya" ucap dokter tersebut dan berlalu dari hadapanku.
"Gue boleh minta tolong? Tolong jagain mama dulu ya, gue mau bayar dulu" ucapku pada Prilly kemudian mengecup keningnya singkat.
"Biaya administrasinya sudah dibayar semua mas, termasuk biaya obat-obatannya" jelas suster yang bekerja di meja administrasi.
"Hah? Sama siapa mba?" tanyaku bingung.
"Em, maaf mas, saya gak bisa kasih tau" jelas suster tersebut.
"Yaudah deh. Gak ada nitip apa gitu mba yang bayar nya?" tanyaku masih penasaran.
"Enggak mas" ucapnya. Aku mengangguk kemudian berlalu kembali menuju kamar rawat mama.
Aku berjalan sembari terus memikirkan siapa yang mau membiayai semua keperluan mama?
Tiba-tiba saja mataku menangkap bayangan seorang lelaki tegap yang sedang melihat ke dalam UGD lewat kaca. Aku menggelengkan kepala. Tak mungkin. Saat aku akan menghampirinya, lelaki tersebut telah pergi.
"Udah? Muka lo kenapa? Kok kaya orang bingung gitu sih?" tanya Prilly saat aku menghampirinya.
"Gapapa. Maaf ya, jadi gagal gini acaranya" ucapku merasa tak enak.
"Lo apaan sih? Kesehatan nyokap lo lebih penting Li" ucap Prilly kemudian menghampiri dan mengelus lenganku. Aku segera memeluk tubuhnya erat.
"Gue beruntung punya lo" ucapku sembari mengecup pucuk kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenangan
RomanceLima tahun merupakan waktu yang tak singkat untuk melewati hari-hari ini tanpa kehadiran dirimu.