26

7.4K 527 38
                                    

"Bang! Prilly kenapa?!" tanyaku sembari menghampiri Bang Ricky yang sedang menatap gusar ke dalam ruang ICU.

"Tadi dia sempet kejang, Li" jawab Bang Ricky sembari mengacak rambutnya.

"Gue takut, bang. Kemaren gue mimpi buruk tentang dia," ucapku kemudian mensejajarkan tubuhku dengan Bang Ricky.

"Yang bisa kita lakuin sekarang cuman berdoa, Li. Berdoa yang terbaik buat Prilly. Kalo kita mau Prilly kuat, berarti kita juga harus kuat" ucapnya menepuk bahuku.

Aku benar-benar tak bisa tenang sekarang. Fikiranku melayang pada mimpi kemarin malam. Jangan sampai itu merupakan pesan terakhir Prilly.

"Prilly harus kembali melakukan operasi!" ucap dokter yang baru saja keluar dari ICU. Aku dan bang Ricky langsung menghampiri dokter yang bernama Alex tersebut.

"Lakukan yang terbaik dok!" ucapku dan Bang Ricky.

"Baiklah, sekarang saya akan memindahkan Prilly ke ruang operasi," ucap dokter Alex dan kembali masuk ke ruang ICU.

Setelahnya aku dan Bang Ricky telah berjalan di samping ranjang Prilly yang didorong menuju ruang operasi.

"Gue yakin lo pasti bisa, Prill. Lo cewek yang kuat! Janji sama gue untuk tetap di sini! Gue sayang sama lo" ucapku sebelum Prilly di bawa ke dalam ruang operasi.

"Kak Ricky di sini, Prill. Kakak gak akan ninggalin Piyi sampe kapanpun. Kamu juga harus gitu! Kakak mohon bangun!" ucap Bang Ricky.

"Baik, pasien akan dioperasi dulu. Silahkan tunggu di sini" ucap suster yang bertugas kemudian menutup pintu ruang operasi.

"Ali," aku membalikkan tubuh ke belakang. Ku dapati mama yang sedang duduk di kursi roda dengan didorong oleh papa. Aku tersenyum senang melihat pemandangan tersebut.

"Maaf ma, pa. Tadi Ali lupa pamit. Prilly harus cepet dioperasi, jadi Ali panik" ucapku setelah menghampiri mama dan papa.

"Iya gapapa. Prilly masih belum sadar dari kemarin?" tanya mama.

"Belum ma, malah tadi kejang dan sekarang harus dioperasi" ucapku sembari menunduk sedih.

"Kamu harus kuat, berdoa terus sama Allah, sayang" ucap mama memegang bahuku.

"Ali, mama sama papa tinggal dulu gapapa? Mama biar istirahat dulu. Kalo udah beres telfon papa aja, biar supir jemput" ucap papa perhatian. Aku tersenyum kemudian mengangguk sebagai jawaban.

Tak lama kemudian mama dan papa telah meninggalkanku. Hatiku terasa lega, akhirnya. Keluargaku kembali utuh. Dan aku ingin Prilly sadar melengkapi kebahagiaanku kini.

Ceklekk

Pintu ruang operasi terbuka menyadarkanku dari lamunan. Aku dan Bang Ricky langsung menghampiri dokter Alex yang tampak celingukan.

"Gimana dok, adik saya baik-baik aja kan?" sambar Bang Ricky.

"Operasinya lancar. Cuman saya masih was-was sama reaksi tubuhnya nanti. Semoga tubuhnya bisa nerima ya," jelas dokter tersebut masih belum bisa membuat aku bernafas lega.

"Apa udah bisa ditengok?" tanyaku.

"Bisa. Tapi sebelumnya Prilly harus dipindah ke ruang rawat terlebih dahulu" ucap dokter Alex. Aku dan Bang Ricky mengangguk kemudian tak lama para suster mendorong ranjang Prilly ke kamar rawat.

"Li, lo dulu ya. Gue mau beli makan dulu," ucap Bang Ricky.

"Siap, bang!" jawabku kemudian masuk ke dalam kamar rawat Prilly.

"Hey sayang. Lo masih betah tidur ya? Bangun dong" ucapku sembari menggenggam erat tangannya. Sama seperti kemarin, hanya suara dari alat yang tertempel di tubuh Prilly yang menyaut. Bedanya kali ini di ruang rawat biasa, bukan ICU.

"Prill, gue lagi bahagia banget sekarang. Coba lo tebak kenapa?" aku sudah seperti orang gila karena berbicara sendirian.

"Orangtua gue udah baikan, Prill. Dan gue pengen lo bangun ngelengkapin kebahagiaan gue."

"Prill, gue udah gak kuat. Gue kangen sama lo, kangen bawelnya elo, kangen juteknya elo. Pokonya gue kangen sama apapun yang ada di diri lo" ucapku.

"Lo gak boleh ninggalin gue, Prill. Gue pengen lo nemenin hari-hari gue terus. Lo denger gue kan? Pokonya lo harus bangun! Gue tunggu!"

Setelahnya aku hanya diam menatap wajah cantiknya yang kini memucat dan juga tirus. Sembari menggenggam erat tangannya.

"Lo nirusin, Prill. Bangun ya, udah itu lo makan yang banyak biar chubby lagi" ucapku terkekeh kecil. Tiba-tiba saja setelahnya Prilly kembali kejang-kejang.

"Astaga, Prill! Lo kenapa?" aku langsung bangun dari dudukku dan memegang tubuh Prilly menenangkannya.

"DOKTER! SUSTER! TOLONGGGG!" teriakku panik sembari terus mencoba menenangkan Prilly.

"Prill, bangun! Tahan! SHIT! INI DOKTER PADA KEMANA SIH?" umpatku kesal. Tak lama kemudian dokter dan suster datang membawa seluruh peralatan.

"Masnya tolong tunggu di luar dulu ya," ucap suster tersebut.

"Gak! Saya mau di sini nungguin pacar saya!" ucapku tegas.

"Tapi, mas-"

"Saya gak akan ganggu!" ucapku lagi. Suster tersebut akhirnya memperbolehkan aku menunggu di dalam ruangan.

Aku terus memperhatikan gerak-gerik para medis yang sedang mencoba membantu Prilly. Perasaanku mulai cemas ketika dokter Alex telah menggunakam alat pengejut jantung.

"Li, ini kenapa lagi?!" tanya Bang Ricky panik.

"Kejang lagi, bang" jawabku tanpa mengalihkan pandanganku.

"Mohon maaf. Kami telah berusaha semampu kami. Tetapi tubuh Prilly sepertinya menolak. Prilly telah tiada," ucap dokter Alex. Jantungku seperti berhenti saat itu juga. Tanpa memperdulikan para suster yang sedang mencabuti alat dari tubuh Prilly, aku langsung menghampiri Prilly yang telah terbujur kaku.

"Prill, ini gak mungkin kan? Lo pasti masih tidur aja kan? Lo gak mungkin ninggalin gue, Prill. Engga!"

"Gue bahkan belum ngomong apapun sama lo, Prill! Gue gak bisa tanpa lo!"

Aku terus mengguncang tubuh Prilly yang kini telah memucat dan kaku. Tanpa memperdulikan wajahku yang telah basah dengan air mata, aku menciumi seluruh wajah Prilly.

"Maafin gue sayang. Ini semua salah gue. Soal janji lo, gue gak tau bisa nepatin apa enggak. Karena gue gak yakin bisa buka hati gue lagi" ucapku dengan suara yang bergetar

"Maaf, mas. Jenazah akan dimandikan dulu" ucap suster. Aku mundur beberapa langkah dan mendekati Bang Ricky.

"Bang," panggilku dan langsung memeluknya erat.

"Maafin gue, bang. Gue gak bisa jagain adik lo. Ini salah gue. Semuanya salah gue," ucapku.

"Udah gak ada gunanya lagi kita saling menyalahkan, Li. Prilly udah tenang di sana" ucap Bang Ricky menguatkanku sembari menepuk bahu.

#####

Aku meremas gundukan tanah yang masih basah tersebut. Masih belum bisa menerima kepergian gadis tomboy kesayanganku. Aprillya Kirana Nabilah. Kini tak ada lagi suaranya yang manja dan juga jutek, tak ada lagi wajah cemberut yang sangat menggemaskan. Tak menyangka bisa secepat ini ia meninggalkanku.

"Ali, pulang ya. Udah sore" papa menghampiri aku yang sedang berjongkok di samping nisan Prilly. Entah sudah berapa lama aku di sini, dan yang aku lakukan hanya diam menatap nisan bertuliskan Aprillya Kirana Nabilah.

"Prill, gue pulang dulu ya. Lo harus inget. Bagi gue, lo tetap hidup di dalam hati gue. Sama kaya yang lo bilang di mimpi gue saat itu. Love you Prill, gue harap suatu saat nanti kita bisa ketemu lagi di sana. Di keabadian"

#####

Haluuuu, selamat malamm, masih ada yang on kah? Hihihi. Boleh kalii di vote & comment buat part akhir iniii, bcs next part udah epilog *ehhhkeceplosan 😜😆
Btw, maapkeun kalo ga ngefeell

Bandung, 14 July 2016

KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang