Setelah memakai baju steril berwarna hijau, aku segera masuk ke dalam ruang ICU. Tempat di mana kini Prilly terbaring lemah.
Bip...
Bip...
Bip...
Hanya suara dari alat pendeteksi jantung yang terdengar kini. Setidaknya itu menjadi bukti bahwa Prilly masih berada di sini untuk berjuang.
"Sayang.." ucapku seraya duduk di kursi yang ada di sebelah kasurnya kemudian menatap wajah cantiknya yang kini dipasang oksigen dan juga terdapat perban di kepalanya.
"Gue bego banget emang ya? Bisa-bisanya lupa ambil bunga yang ada di tangan sahabat gue sendiri" ucapku kemudian menyelipkan jari-jariku di jari tangannya.
"Dia sahabat kecil gue Prill. Namanya Andin. Gue niatnya pengen ngenalin dia sama lo secara langsung sambil ketemu. Eh, taunya malah kaya gini" aku tersenyum miris.
"Lo pasti bangun kan? Ini karena masih malem makanya lo tidur, iya kan Prill?" aku menggenggam lebih erat tangannya.
"Besok pagi pasti lo udah bangun dan nyuruh-nyuruh gue buat sarapan sama mandi, iya kan?" ucapku menempelkan tangan Prilly ke pipiku sembari menyusut air mata yang keluar.
"Kita pacaran baru tiga hari, Prill. Masih banyak yang belum gue tau dari lo" ucapku sembari mengelus wajahnya.
Cukup lama aku di ICU, tanpa berbicara apapun, hanya menatap wajah pucatnya sembari terus menggenggam tangannya. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke kamar rawat mama. Ya, memang Prilly di rawat di rumah sakit yang sama dengan mama.
"Bangun ya, gue kangen sama lo. I will always love you tomboy" ucapku kemudian mengecup keningnya dan mengelus rambutnya.
"Bang, gue balik ke kamar mama dulu ya. Sekali lagi gue minta maaf" ucapku pada Bang Ricky yang duduk di sebelah papa.
"Gue juga minta maaf sama lo Li. Udah pukulin lo kaya tadi" ucap Bang Ricky yang membuat aku tak menyangka.
"Papa mau ke mana sekarang?" tanyaku pada papa.
"Papa pulang aja Li. Kamu istirahat ya, kabarin papa kalau mama udah pulang" ucapnya sembari mengacak rambutku.
Aku mengangguk kemudian masuk ke dalam kamar mama setelah berpamitan dengan papa. Di sana hanya ada Andin yang sedang menatap ke luar dari jendela yang berada di sebelah kasur.
"Lo gak pulang?" tanyaku. Ia menoleh kaget kepadaku. Kemudian pandangannya terjatuh pada wajahku yang babak belur.
"Gue mau pulang gak enak, masa mama sendiri di sini. Itu muka lo kenapa bisa bonyok gitu? Gue obatin ya," ucapnya kemudian mengambil kapas dan obat merah.
"Gue dipukulin abangnya Prilly. Gara-gara gue Prilly kecelakaan" ucapku sambil sesekali meringis karena perih.
"Gue liat dari dalem cafe tadi. Gue ingetin sama lo, jangan pernah nyalahin diri lo sendiri. Karena semuanya udah diatur sama yang di atas"
"Tapi... awwshh! Sakit oneng!" ucapku meringis karena Andin menekan kapasnya kuat pada dahiku yang luka.
"Gue bilang jangan salahin diri lo sendiri kunyuk!" ucapnya.
"Iye, iye. Bawel lo. Lo pulang ya, gue pesenin taksi" ucapku setelah ia selesai mengobati luka di wajahku.
"Udah malem, gue takut Li"
"Yaudah deh. Lo di sini dulu aja"
"Terus lo tidur di mana?"
"Gampang. Lo dulu aja" setelahnya, Andin telah terlelap di sofa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenangan
RomanceLima tahun merupakan waktu yang tak singkat untuk melewati hari-hari ini tanpa kehadiran dirimu.