23

5.9K 456 33
                                    

Maafkan buat kata-kata kasarnya yaaa:"""

#####

Tubuhku melemas saat melihat gadis yang tergeletak di aspal dengan banyak darah karena terpental cukup jauh. Ia menyebrang jalanan tanpa melihat kanan-kiri. Bodohnya aku tak mengetahui jika ia bukan kembali ke cafe melainkan menjauh dari cafe.

Dia Prilly.

Dia Prilly.

Dia Prilly.

Aku langsung berlari ke arahnya tanpa memperdulikan klakson dari banyak kendaraan karena aku menyebrang sembarangan.

"Permisi, permisi" ucapku sembari membelah kerumunan para warga yang menyaksikan kejadian tadi.

"Biar saya aja, mas" ucapku kepada seorang laki-laki yang mencoba mengangkat tubuh Prilly. Sebelumnya aku memegang kepala Prilly dengan kedua tanganku, tak peduli dengan darah yang mengenai tanganku.

"Maafin gue Prill, maaf." ucapku dengan air mata yang sudah tak bisa dibendung lagi karena melihat wajahnya yang mulai memucat.

"A..Ali" panggil Prilly dengan susah payah. Tangannya mencoba menggapai wajahku.

"Gue di sini, Prill. Lo tahan. Kita ke rumah sakit sekarang. Gue mohon tahan!" ucapku memegang tangannya dengan erat kemudian menggendongnya.

Beruntung saat itu bang Ricky baru saja keluar dari cafe, aku segera menghampirinya. Tak peduli jika Bang Ricky akan membunuhku karena telah menyebabkan adiknya seperti ini.

"Bang! Cepetan ke rumah sakit!" ujarku panik. Ricky membalikkan tubuhnya dan sepertinya terkejut dengan Prilly yang bercucuran darah.

"Shit! Adek gue kenapa bisa kaya gini anjing!" Ricky mengumpat sembari terus melajukan mobilnya dengan cepat.

"Nanti gue jelasin. Yang penting kita selamatin Prilly dulu" ucapku dan tetap menggenggam erat tangannya.

"Prill lo masih denger gue kan? Tahan Prill!" ucapku kemudian mengecup keningnya dalam.

"A..Ali. Gu..gue. Sa..yang. Lo"

"Gue lebih, Prill. Lebih. Gue sayang dan cinta banget sama lo. Gue mohon bertahan demi gue!" ujarku mengguncang kepalanya saat matanya mulai menutup sedikit demi sedikit.

"PRILL, SADAR PRILL! BENTAR LAGI KITA SAMPE, GUE MOHON SADAR PRILL!" teriakku saat Prilly sudah tak sadarkan diri. Ku peluk kepalanya dengan erat sembari terus berdoa dalam hati.

"Prilly udah gak sadar, bang! Cepettt!" ucapku.

"Arrgghhh! Ayo cepet turun!" ujar Ricky tak kalah panik setelah kami sampai di rumah sakit.

"Suster! Cepetan tolong adik saya!" ucap Ricky memanggil suster yang kebetulan lewat. Tak lama datang banyak perawat dan membantu membawa Prilly ke ruang ICU.

"Mohon maaf, mas-mas nya tunggu di luar dulu" ucap suster tersebut kemudian menutup pintu ICU rapat-rapat.

"Lo jelasin sama gue kenapa adik gue bisa kaya gini, bangsat!" Ricky menarik kerah bajuku saat aku baru saja duduk di kursi depan ICU.

"Gue gak tau kalo dia bakalan ninggalin cafe, bang. Gue kira dia balik nemuin lo. Dan dia ketabrak mobil dan kepental jauh" ucapku tak berani menatap wajah Bang Ricky.

BUGGGHH!

BUGGGHH!

BUGGGHH!

Tiga pukulan berhasil melayang di wajahku sampai aku tersungkur. Entah mengapa rasanya wajahku mati rasa padahal darah telah keluar dari ujung bibirku.

"Itu pukulan karena lo sia-siain kepercayaan gue, lo gak bisa jagain adik gue, dan yang terakhir karena lo udah khianatin adik gue!" ucap Bang Ricky dengan emosi yang tak bisa ditahan.

"Prilly cuman salah paham, bang. Dia belum denger penjelasan gue" jelasku lagi sembari mencoba berdiri dengan memegang tembok. Entah ada apa dengan bang Ricky, ia kembali menarik kerah bajuku. Tak peduli dengan aku yang mulai sempoyongan.

"Brengsek!"

"Berhenti!" Tangan Ricky yang terkepal dengan jarak lima sentimeter depan wajahku terhenti karena teriakan tersebut.

"Jangan sakiti anak saya. Apa gak bisa dibicarakan baik-baik?" Papa. Ternyata papa yang menyelamatkan aku dari pukulan Bang Ricky.

"Arrgghhhh!" Ricky melampiaskannya dengan menonjok tembok.

Papa membantuku untuk duduk di kursi depan ruang ICU sembari membersihkan luka diujung bibirku dengan sapu tangan miliknya.

"Ricky, ada masalah apa dengan anak saya?" aku mengerutkan keningku tak mengerti pada papa yang sedang menghampiri Bang Ricky.

"Adik saya ada di dalam karena Ali, anak bapak" ucap Ricky. Tatapannya tak lepas dari wajahku.

"Baik. Saya mengerti, mungkin ini masalah pribadi kalian. Saya mewakili Ali, minta maaf dengan sebesar-besarnya. Dan saya yang akan tanggung biaya pengobatan adik kamu" ucap papa menepuk bahu Ricky sekilas kemudian menghampiri aku.

"Kamu mau cerita sama papa apa yang terjadi?" ucap papa setelah duduk di samping aku.

"Dengan keluarga pasien?" belum sempat aku menjawab pertanyaan papa, pintu ICU terbuka. Aku segera berdiri menghampiri suster tersebut.

"Saya kakaknya sus!" ucap Bang Ricky cepat.

"Silahkan, ada yang akan dibicarakan oleh dokter" ucap suster tersebut.

"Gue ikut, bang" ucapku memberanikan diri. Bang Ricky hanya menatapku sekilas kemudian masuk ke dalam ruang ICU.

"Begini, luka di tubuh pasien cukup banyak. Kepalanya mengalami benturan yang sangat keras, sehingga terdapat darah yang cukup banyak di dalam otaknya. Juga banyak tulang-tulang yang rusak, dan yang paling parah ada di kaki. Saya belum bisa memastikan apa kakinya masih bisa digerakan lagi apa tidak"

"Maksud dokter lumpuh?" tanyaku.

"Bisa dibilang seperti itu. Tapi semoga saja setelah sadar, kakinya bisa digerakkan. Karena saya belum bisa memastikan untuk saat ini" jelas dokter lagi.

"Lakukan apapun yang terbaik buat adik saya, dok!" ucap bang Ricky cepat.

"Pasti. Akan saya lakukan. Untuk saat ini pasien masih kritis, dan usahakan yang menjenguk satu orang-satu orang" jelas dokter itu lagi.

Aku dan Bang Ricky pun pamit keluar. Bang Ricky memilih untuk masuk ke dalam ruang ICU terlebih dahulu, sementara aku menunggu di luar.

"Gimana keadaan adiknya Ricky?" tanya papa setelah aku duduk di sebelahnya.

"Dia kritis pa. Keadaannya juga parah. Di otaknya ada banyak darah, tulang-tulangnya rusak dan kakinya bisa aja lumpuh" ucapku sembari mengacak rambutku frustasi.

"Kamu mau cerita sama papa?" tanya papa sembari mengelus punggungku erat.

Aku mengangguk pelan kemudian menceritakan semuanya detail. Setelahnya papa memelukku sebentar dan menepuk bahuku.

"Papa yakin, Prilly pasti bisa sembuh," ucap papa.

"Ali takut pa. Ali takut, sesuatu yang buruk terjadi sama Prilly. Sementara dia belum denger penjelasan Ali"

"Yakin kalo Prilly bisa bangun dengan keadaan yang baik-baik aja." ucap papa meyakinkanku. Aku tersenyum tipis. Tak lama pintu ICU terbuka dan Bang Ricky keluar. Aku menarik nafas kemudian masuk ke dalam ruang ICU.

#####

Soreee!
Maafkan kalo gaada feelnya di part ini yaaa :v
Btw makasih responnya di part sebelumnya yaa!
Vote & comment terus ya, thankyouuu!

Bandung, 3 July 2016

KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang