14

5.6K 458 4
                                    

Kemarin, sebelum aku pamit pulang, aku berjanji pada Prilly untuk menjemputnya pulang. Dan saat ini aku telah berada di parkiran kampusnya. Seperti de javu, aku tersenyum mengingat kembali saat ketiga kalinya aku bertemu dengannya.

Setelah sepuluh menit aku menunggu kedatangan Prilly, tiba-tiba saja aku merasakan pelukan pada perutku. Aku tersenyum kemudian membalikkan tubuh.

"Lo?!-" tenggorokan ku tercekat. Seketika senyumku menghilang. Bisa-bisanya dia kembali menampakkan wajahnya di hadapanku dan langsung memelukku. Fanny.

"Li, aku minta maaf sama kamu" ucap Fanny dan langsung memelukku kembali.

"Lo apa-apaan sih!" ucapku menyentak tubuhnya, namun bukannya melepas, ia justru mengeratkan pelukannya.

"Lo tuh emang gatau diri ya! Lo yang nyia-nyiain gue, dan sekarang lo juga yang minta-minta ke gue!" hardikku sembari menunjuk wajahnya. Beruntung parkiran saat itu sepi.

"Aku ngaku salah Li. Waktu itu aku cuman-"

"APA?! Udah cukup jelas kalo lo cuman mau manfaatin harta gue! Dan bodohnya gue pertahanin hubungan itu dibalik kebusukkan lo!" ucapku lagi dengan emosi yang tak tertahan.

"Maaf Li, maafin aku!" ucapnya kembali menubruk tubuhku dengan pelukan. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Jengah.

"A...Ali"

Aku sontak melepaskan pelukanku dari Fanny dan berbalik menatap Prilly yang baru saja keluar kampus.

"Oh, jadi karena dia, kamu ninggalin aku, Li?" ucap Fanny menatap Prilly remeh.

"Jaga mulut lo! Prill ini gak kaya yang lo liat!" ucapku kemudian menghampiri Prilly.

"Sorry gue ganggu waktu kalian" ucap Prilly menghiraukan pernyataan ku tadi dan langsung berjalan keluar kampus.

Aku segera berlari mengejar Prilly tanpa memperdulikan panggilan dari Fanny.

"Prill! Prill! Tunggu" ucapku terus memanggil namanya. Sedangkan ia terus mempercepat jalannya.

"Ikut gue dulu, lo salah paham" ucapku setelah berhasil mencegah Prilly. Prilly berubah menjadi pendiam dengan wajah datar. Aku mengajaknya ke suatu tempat.

"Ayo, naik dulu. Nanti gue jelasin" ucapku menyuruh Prilly naik ke atas rumah pohon.

"Sebelum gue jelasin. Lo cemburu?" tanyaku setelah kami berada di atas rumah pohon.

"Gak" jawabnya tanpa melihat wajahku.

"Mata lo gak bisa bohong, sayang" ucapku menggenggam erat tangannya.

"Gak usah sosoan manggil sayang, apalagi bilang nyaman lah, cinta lah, sayang lah. Omong kosong!" ucapnya menarik tangannya kembali.

"Cerita gue sama dia udah tamat. Ibarat baca buku, buku yang gue baca saat itu udah beres. Dan sekarang gue mau baca buku baru" ucapku memegang bahunya.

"Dan kalo buku lo yang sekarang udah tamat, lo pasti nyari buku baru lagi" jawabnya.

"Huft, oke. Lo terlalu pintar. Dan gue berharap buku kali ini happy ending"

"Gak usah banyak omong deh lo. Gue cuman butuh tindakan, bukan omongan" ucap Prilly melirikku sinis.

"Lo butuh tindakan yang kaya gimana buat buktiin kalo gue sayang sama lo?" tanyaku.

"Simpan aja tindakan itu buat mantan lo!"

"Hey. Udah dong, jangan ngambek. Dengerin ya, tadi itu, gue kan nunggu lo di parkiran, tiba-tiba ada yang meluk gue. Gue kira itu lo-"

KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang