Setelah membuka helm yang melindungi kepala, aku melirik ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. Pukul setengah delapan. Sedangkan kelas telah mulai sejak setengah jam yang lalu. Memang jarak dari kampus Prilly ke kampusku lumayan jauh, sehingga memakan waktu.
Puk!
Pukulan di bahu kananku membuat aku membalikkan tubuh dengan cepat.
"Andin? Lo kok bisa ada di sini sih?" tanyaku terkejut melihat kehadiran sahabat kecilku.
"Gue ngampus di sini sekarang. Biar gue tebak, lo pasti telat?!" ujarnya sembari mengacungkan jari telunjuk ke arah wajahku.
"Mending bolos sekalian, daripada dapet hukuman!"
Kami tertawa bersama setelah mengucapkan kalimat yang biasa kami ucapkan dulu.
"Lo masih menerapkan sistem itu?" tanyanya terkekeh setelah aku mengajaknya duduk di kantin.
"Gue udah tobat kaliii. Cuman sesekali doang, kaya sekarang" balasku tertawa kecil.
"Eh iya. Emang lo gak masuk kelas?" tanyaku lagi.
"Gue masuk jam 10. Lo utang banyak cerita sama gue, Li!" ucapnya sebal.
"Saking banyaknya gue gak tau mau mulai darimana!" balasku.
"Kenapa mama bisa stroke?" tanyanya menatapku serius.
"Pokonya waktu itu gue lagi di luar dan ditelfon kalo mama masuk rumah sakit. Pas gue nyampe, dokter langsung bilang kalo mama kena stroke. Dan malemnya, papa langsung gak pulang. Sampe sekarang" jelasku panjang lebar.
"Astagfirullah. Li, lo kenapa gak pernah cerita sama gue sih? Gue gak bisa bayangin keadaan lo saat itu!" ucapnya dengan mata berkaca-kaca. Ia selalu begitu, mudah tersentuh.
"Gue gak mau ngerepotin keluarga lo, Din. Selama ini gue udah banyak ngerepotin keluarga lo" ucapku.
"Lo gak ngerepotin gue Li. Enggak. Kalo kaya gini gue ngerasa jadi sahabat yang jahat banget tau gak? Disaat sahabat gue susah, gue gak ada. Bahkan gue gak tau Li" ucapnya. Air matanya mulai membasahi pipinya. Tanganku terulur untuk menghapus air matanya.
"Lo gak jahat Din. Gue gak mau nambah pikiran lo, udah ya, jangan nangis lagi. Mama juga udah baikan ko, udah bisa jalan sedikit-sedikit, udah mulai lancar juga ngomongnya" jelas ku mengusap puncak kepalanya.
"Lo mah suka gitu. Udah tau gue cengeng" ucapnya sembari mengusap hidungnya yang tampak memerah.
"Harus dikurangin tau ga cengeng lo ituuu, mana ingusan lagi ihhh. Tar cowok pada ilfeel tau gak" ucapku mencubit hidungnya.
"Peduli amat. Lo masih utang cerita lagi. Kenapa lo bisa putus sama cewek lo itu" ucapnya sembari mengambil tisu dan mengelap hidungnya yang berair.
"Masih nyambung sama cerita tadi. Tiga bulan terakhir dia berubah total sama gue, dan akhirnya gue putusin dia. Karena gue yakin. Keadaan keluarga gue yang buat dia berubah" ujarku.
"Bener-bener tu cewek! Matre! Gak liat apa sahabat gue ganteng gini! Ck!" dumelnya panjang lebar membuat aku terkekeh.
"Udah lah, gue udah males banget bahas tu cewek! Najong"
"Dih, alay loo"
"Bodo amattt"
"Heh jomblo!"
Tiba-tiba saja saat aku sedang mengobrol dengan Andin, Dika datang dengan tas tersampir di bahu kanannya.
"Lo kalo ngomong ngaca dulu dehh" ucapku setelah Dika duduk di antara kami dengan wajah bingung menatap Andin.
"Sorry ya, gue sih jadi sama dia. Nah elo?" ucapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenangan
RomanceLima tahun merupakan waktu yang tak singkat untuk melewati hari-hari ini tanpa kehadiran dirimu.