Chapter 22

464 22 7
                                    

a/n ucapan syukur yang sedikit lebay.

Gak nyangka cerita ini bisa lanjut sampai part 20 keatas. Padahal sebelumnya sempat pesimis banget sama kelanjutan cerita ini. Sempet kepikiran mau nge un-publish aja. Saking ga yakin banget.

Tapi, setelah gue dapet komen, kritikan, vote dari kalian itu semua bikin gue semangat untuk segera menyelesaikan cerita ini. Ok lebay! tapi ini beneran loh. Ya walaupun gue selalu lama nge post. ehehe

Komen yang berisi kritikan, kata semangat atau apapun itu. ASLI. Itu bener-bener membantu dalam kelanjutan sebuah cerita atau karya apapun untuk menjadi lebih baik lagi.

Itu si menurut gue ya. Setiap orang kan berbeda pendapat. eheh.

OH IYA! MAKASIH UNTUK 500pengikut! Omaygod! Gak nyangka asli. Seneng banget! ini baru 500, gue udah bangga dan lebay banget ya:'

Semoga kalian bukan jadi pengikut akun ku saja yaa, tapi juga jadi pengikut cerita ku yang jelas masih biasa-biasa aja dibanding author lainnya. heehe.

JADIKAN MEREKA MOTIVASIMU, DIL!

Oke ini banyakan curcolan gue ya? hehe , tapi makasih sekali lagi.*peluk*

Dilla.

Selamat membaca!

***


Sudah lima hari setelah kepulangan Acha dari Rumah Sakit. Dan sudah lima hari juga Acha menjalani terapi di dalam rumahnya. Sekarang, kondisinya sudah membaik walau masih harus melakukan pemeriksaan kondisi kepalanya beberapa hari kedepan. Acha sudah dapat berjalan normal kembali setelah dua bulan lamanya badannya tidak digerakkan.

Dan juga. hari ini, hari pertamanya kembali sekolah setelah kejadian itu. Acha disambut meriah oleh teman-teman nya. Tak sedikit yang menyapa dan memberikan pelukan ketika bertemu di koridor sekolah atau didalam kelas.

Seperti jam pulang saat ini. Acha, Vera dan beberapa siswa lainnya yang sedang menunggu jemputan, sedang berbincang seru di depan gerbang sekolah.

Satu per--satu jemputan mereka pun datang. Tinggal lah Acha dan Vera.

Cellin dan Mia terpaksa pulang lebih dahulu karna mereka mempunyai urusan masing-masing. Mia yang harus menjemput adiknya. Dan Cellin yang harus mengikuti les sore hari ini.

"Kenapa lo nge--jauhin gue?"

Pertanyaan seseorang dari sebelah Vera, terpaksa menghentikan tawa Keduanya.

Vera memandang kaget siapa yang berdiri disamping nya. Sedangkan, Acha. Ia bersikap seakan biasa saja.

"Maksud lo apa?" Tanya Acha menatap lurus kedepan,  tidak memandang lawan bicara nya.

Vera yang hendak memundurkan tubuhnya terpaksa menghentikan niatnya. Karna, ditahan oleh Acha agar tetap berdiri pada posisinya.

"Lo udah tahu maksud gue." Jawab singkat Elang.

"Dan lo juga udah tahu alasan nya kenapa. Jadi, ga ada yang perlu di omongin lagi." Jawab Acha membalik kan perkataan Elang.

Situasi kali ini benar-benar panas. Vera menahan napasnya. Ia benar-benar berada di posisi yang salah.

Keadaan justru menjadi hening. Tidak ada yang kembali berbicara. Ini awkward banget sumpah! Batin Vera.

Sampai akhirnya, sebuah kendaraan bermotor berhenti didepan mereka.

"Hmm...Cha?" Panggil Vera, tidak enak juga mesti pulang duluan ketika kondisi menegangkan ini. Bagi dirinya.

"Udah gakpapa. Duluan aja." Ujar Acha tersenyum pada Vera menunjukan Ia akan baik-baik saja.

"Yakin? Kalo gak, gue disini deh nungguin kalian selesai bicara." Ucap Vera.

"Udah ih. Balik sana! Udah di jemput tuh. Kalo gak gue yang naik nih?"

"Ya udah deh. Gue duluan ya." Pamit Vera, lalu menatap Elang penuh selidik. "Lang! Jangan macem-macem ya!" Peringat nya. Lalu berjalan dan menaiki motornya.

Sekarang tinggal lah, Acha dan Elang. Suasana menjadi semakin hening. Padahal disekitar mereka masih banyak orang yang berlalu lalang.

"Pulang sama, Gue!"

"Gak perlu. Gue dijemput kok."

Elang memasukkan kedua tangan nya pada kantong celana sekolah nya. Pakaian nya sangat berantakan tidak se–rapi tadi pagi.

"Sama siapa?" Tanya Elang menatap Acha.

"Sama Mama. Udah lah. Lo balik sana!" Bentak Acha. Sebenarnya Ia tidak berniat membentak tetapi nada bicaranya malah keluar membentak.

"Ya udah. Gue temenin." Jawab Elang singkat. Seakan, tidak berpengaruh pada bentakan dari Acha.

Acha tak menjawab. Ia lebih memilih diam daripada harus membalas perkataan dari Elang.

Tak ada yang memulai percakapan lagi. Sampai, sebuah motor yang sangat dikenal Acha berhenti didepan mereka.

Pengendara itu membuka helm nya. Dan menampakkan seseorang yang sangat tidak disukai, Elang.

"Hai, Cha!" Sapanya pada Acha, dan bersikap seakan tidak ada Elang.

Elang bersikap biasa saja, tapi tampak jelas wajahnya terlihat tidak menyukai orang yang berada didepan nya.

"Mau pulang bareng aku, Cha?" Tawar Dimas menatap Acha penuh harap.

Acha menggeleng. "Aku dijemput kok."

Dimas menghela napasnya. "Oh, oke. Lain kali aja ya berarti." Ujarnya. Namun, tak dijawab Acha.

Acha menggerutu dalam hati, kesal karna Mama nya harus lama menjemput disaat situasi nya sedang seperti ini.

Tiba-tiba, ponsel Acha bergetar. Ada panggilan masuk. Acha mengangkat nya.
Elang memperhatikan raut wajah, Acha. Ia terlihat kecewa.
Panggilan terputus. Belum sempat, Acha memasukan kembali ponsel nya. Elang dan Dimas sudah mempertanyakan pertanyaan yang sama.

"Kenapa?" Ujar kedua nya kompak.

Acha mengernyitkan alisnya bingung. Lalu Ia pun menjelaskan. "Mama gue telat jemput. Dia belum bisa keluar kantor." Jelas Acha, Ia tak ingin mendapat pertanyaan lagi dari keduanya.

"Ya udah pulang sama gue!"

Baik Elang atau Dimas, saling beradu tatap tak suka. Ini kedua kalinya mereka mengucapkan kata bersamaan.

"Gue naik ojek aja." Tolak Acha. Lalu berjalan menuju pangkalan ojek yang berada tidak jauh dari sekolah.

Sial. Acha merutuk dalam hati. Kenapa hari ini cobaan begitu banyak menimpa dirinya.

"Gak ada ojek kan? Ya udah.  Ayuk balik sama gue." Entah sejak kapan Elang berdiri lagi disamping nya. Dan kini hendak menarik Acha balik dengan nya.

Acha melepaskan genggaman nya. Ini gak aman. Ia tidak mau terus-terusan berada di dekat Elang.

Ada perasaan yang harus di jaga. Hingga membuat rasa itu tak lagi bisa Ia teruskan.

Mendapat penolakan dari Acha. Membuat elang mengusap wajah nya kasar. Ini bukan saatnya.

Acha memilih pulang bersama Dimas. Tanpa berkata lagi Ia menaiki motor Dimas.

Dimas tersenyum penuh kemenangan.

Acha tak berani memalingkan wajahnya ke belakang.

Elang menatap datar tanpa ekspresi, punggung yang perlahan menjauh dari hadapan nya.

***

a/n tambahan.


Cuman 700 kata. Hmm dikit ya.

ya udahlah gapapa. *timpuk panci* Besok gue janji kok dibanyakin lagi. ehehh.


STAYEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang