Epilog

4.2K 137 6
                                    

Jalal keluar dari ruang pemeriksaan dengan lunglai dan perasaan yang hancur. Tak ada pilihan yang harus ia pilih. Dokter hanya bisa mengatakan bahwa salah satu dari mereka akan selamat tergantung dari ketahanan fisik masing masing. Itu artinya ia seperti sedang berada di tepi jurang yang curam dan disana ia melihat Jodha dan bayi mereka hampir terperosok kedalamnya tanpa bisa ia selamatkan. Memilih salah satu pun ia tetap tak bisa. Wajah penuh kesedihan yang ditunjukkannya itupun langsung ditangkap oleh Arsa dan Rukaiya akan adanya sesuatu yang tidak beres.

"Kak, bagaimana keadaan kak Jodha dan bayi kalian?" Tanya Rukaiya bersama Arsa yang sedang menggendong Junio yang kini masih menangis sesenggukan dengan mata yang memerah.

"Jodha akan menjalani proses operasi sebentar lagi. Hanya saja......................,"

"Hanya saja apa kak?" Tanya Rukaiya merasa was was.

"Yang bisa diselamatkan hanya salah satu dari mereka," ucap Jalal lirih kemudian tanpa tenaga lagi ia pun jatuh meluruh diatas lantai sambil menundukkan wajahnya, menyembunyikan tangis pedihnya menyampaikan berita buruk itu.

"Tidak, itu tidak mungkin. Aruna....................," Arsa menggeleng gelengkan kepalanya tanpa sadar bahwa Junio telah mendengar percakapan mereka.

*************************************************

Suasana hening menyelimuti ruang tunggu yang terletak persis didepan ruang operasi. Sesekali isak tangis Hamida dan Meena saja yang menggema dalam ruangan itu. Sementara Jalal, ia kini larut dalam lamunannya sendiri dengan pandangan mata yang kosong, ia menatap kearah luar jendela tanpa bisa berpikir dengan jernih. Sementara Arsa kini tengah sibuk menenangkan Rukaiya yang juga nampak sangat terpukul. Arsa mengkhawatirkan keadaan Rukaiya yang kini tengah hamil muda. Semua orang nampak shock dan terpukul serta khawatir menunggu proses operasi selesai. Tanpa mereka sadari, bahwa ada seseorang yang tengah berusaha untuk menyelamatkan Jodha dan juga bayinya dalam bentuk lain berupa doa yang tulus dan pengharapan yang penuh untuk keselamatan mereka berdua.

"Ya Tuhan, jangan ambil mommy sama adik Junio ya. Junio janji gak akan nakal lagi. Junio janji gak akan nyusahin mommy lagi. Kasih Junio kesempatan bisa lihat adik Junio, bisa main sama adik Junio. Junio janji, semua mainan Junio, akan Junio kasih ke adik Junio. Kalau Tuhan bisa nyelamatin mommy sama adik Junio, Junio lela kok gak beli mainan lagi, yang penting mommy sama adik bisa ada disini sama Junio dan daddy. Kasihani daddyku, Ya Tuhan. Daddy pasti akan lepot ngulus Junio sendili kalau mommy gak ada. Daddy gak akan bisa masak seenak masakan mommy. Apa Tuhan gak kasihan liat Junio nanti jadi sakit pelut? Junio kan cuma bandel, tapi gak nakal. Jadi, kasihanilah kami Tuhan. Selamatkan mommy dan adik Junio," Junio menegadahkan kedua tangannya sambil berlinang airmata. Ia kini sedang duduk sendiri dipojok ruangan tanpa ada yang sadar bahwa kini ia tengah sendirian meratap dan mengharap keajaiban akan terjadi untuk mommy dan adiknya.

*******************************

JODHA POV

Aku menggendong bayi perempuan mungil ditanganku dengan penuh rasa bahagia. Aku dan bayiku kini melangkah bersama menuju sebuah cahaya putih nan indah yang memukau mataku. Perlahan demi perlahan, langkah kami semakin dekat dan terasa semakin ringan. Senyum lebar terukir dari bibir manis bayi perempuanku yang walau terlihat ia belum mengerti apapun yang kini sedang ia lihat. Aku bahagia, melangkah tanpa beban bersama malaikat mungilku ini. Namun tiba tiba saja, langkah kakiku terhenti saat sayup sayup kudengar rintihan seorang anak laki laki yang terdengar menangis begitu pilu menyayat hati. Hatiku terasa teriris mendengar suaranya. Kutengok kekanan dan kekiri untuk mengetahui darimana sumber suara tersebut, namun tak jua kunjung kutemukan sosok bersuara kecil yang menggetarkan hati ini. Kutengok sebentar kearah bayiku yang kini telah tertidur pulas, akupun kembali pada tujuanku untuk menuju cahaya putih tadi, namun lagi lagi ketika langkahku semakin dekat, rintihan tangis itu kembali menggema di telingaku. Pedih dan menyanyat hati. Kembali kutengok dan mencari sumber suara itu, namun lagi lagi tak kutemukan sosok yang terdengar tengah menangis itu. Rasa penasaranku akan suara itu kini membuatku menjadi berputar putar dan mengayunkan langkahku kesana dan kemari tanpa tujuan hingga tak kusadari aku kini tengah menjauh dari arah cahaya yang hendak kuhampiri tadi. namun anehnya, aku justru menemukan cahaya lain yang membuatku tertarik untuk mendekat dan seolah mengajakku untuk masuk kedalamnya. Cahaya itu seolah menarik tubuhku dengan kuat hingga aku harus mendekap bayi yang berada didalam gendonganku dengan kuat agar dekapanku tak terlepas dari tubuhnya. Bersamaan dengan itu, suara tangis yang selalu terdengar ditelingaku tadi perlahan lahan mulai menghilang dan berganti dengan suara tawa seorang anak laki laki dan seorang pria dewasa yang sepertinya terdengar tak asing bagiku.

SECOND CHANCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang