The Promise

377 36 28
                                    

Judul : The Promise
Genre : Romance
Penulis : Khun

Hazel sedang berdiri sendiri, menyaksikan hujan yang turun dan mengalir pada jendela kamarnya. Tak ada apapun disana, selain sepi dan keheningan-pula, suara air hujan yang bergemerisik melanda atap rumahnya.

"Apa yang sedang aku tunggu?" ucapnya lirih. Kristal mulai mengalir, tumpah dari pelupuk matanya yang terasa hangat dan tampak sembab.

Iris hitam matanya masih mengkilap dibalik air yang terus menggenang pada kelopak matanya. Sebenarnya, hanya perih yang dirasa. Matanya dan hatinya.

Jarinya masih sibuk memainkan kalung merah yang berbentuk setengah hati yang menggantung sempurna di lehernya.

"Sial!" teriaknya lantang, memecah suasana. "Apa yang terus aku tunggu?"

Kalung yang sedari tadi menemani sepinya hari dan hati Hazel mulai lepas dari tempatnya bersanggah.

Hazel menggenggam erat kalung tersebut. Lalu, melemparnya keluar jendela yang telah dibukanya sedari tadi. Benda merah yang kini terbaring di atas tanah, langsung diserbu oleh genangan air yang tak terhitung jumlahnya.

Di kala rabunnya penglihatan Hazel yang tertutupi oleh air mata, bayang seseorang mulai tertangkap jelas oleh retina matanya. Ia bergeming dan terus mengerjap, meleburkan cairan kristal tersebut dari pelupuk matanya.

"Bukankah diriku yang selama ini engkau tunggu!?"

Suara bariton mulai terdengar di antara berisiknya suara air hujan, menggema berulang kali di gendang telinga Hazel.

Perempuan itu mulai menutup rapat matanya, seakan melarang dirinya sendiri untuk percaya dengan apapun yang sedang dilihatnya saat ini. Ia juga menutup rapat mulutnya dengan kedua tangannya, tak mau bersuara dan menanggapi siapa pun sosok yang semakin nyata hadir di hadapannya.

Mata kembali terbuka. Saat ini, indra penglihatannya yang lebih banyak berbicara dibandingkan indra pengecapnya. Lidahnya terasa kaku tak dapat bersuara.

Keajaiban. Itulah apa yang mungkin ada di pikiran Hazel saat ini. Melihat seseorang yang seharusnya tak mungkin dilihatnya lagi. Hingga kapan pun.

Di bawah derasnya hujan yang turun, seorang lelaki berjas putih berdiri dengan senyuman tipis di bibirnya. Sebelah tangannya menggenggam erat setangkai mawar merah. Dan di tangan yang satunya lagi, terdapat kalung berbentuk setengah hati yang menggantung menghiasi jari.

Lelaki itu menatap tajam ke arah Hazel. Sorot matanya menusuk penuh ke dalam pupil mata perempuan tersebut.

Butuh waktu beberapa menit bagi Hazel untuk membuat bibir tipisnya melengkung. Perempuan itu tersenyum dingin.

Dengan sigap Hazel berlari ke arah lelaki tersebut melalui jendela pembatas antara kamarnya dengan tempat dimana lelaki itu berpijak. Perempuan itu menerobos segalanya demi meraih lengan yang terbuka baginya.

Pelukan hangat langsung menyambut tubuh Hazel yang mulai menggigil akibat dinginnya air hujan. Lelaki itu adalah alasan bagi Hazel untuk tersenyum saat ini.

"Hazel," tutur lelaki tersebut dengan suara berat yang terkesan dalam. Sorot mata sang empunya nama langsung menatap ke arah sumber suara. "Aku ingin selalu bersamamu!"

"Kenang selalu diriku bersamamu." Sang lelaki memberikan bunga dan kalungnya pada Hazel. "Aku mencintaimu."

"Tetapi, mengapa engkau harus meninggalkanku?"

"Memang benar diriku tak hidup dalam dekapmu. Tetapi, kau harus percaya bahwa diriku akan selalu hidup dalam bayangmu. Aku akan selalu hidup dalam pikiran dan hatimu. Bahkan, aku akan selalu hidup dalam deru nafasmu!"

Luluh. Air mata Hazel pecah, tumpah bersama air hujan yang menyapu wajahnya. Perempuan itu tak bersedih. Melainkan, mengalir dalam suasana haru.

Tak sampai sepuluh menit hangat pelukan itu terasa, Hazel mulai menyadari apa yang baru saja ada di hadapannya telah hilang bersama hembusan udara dan aliran air hujan yang membasahi dunia.

Kini, dua kalung yang berbentuk setengah hati telah berpadu menjadi satu. Liontin itu menggantung indah di leher Hazel. Begitu pula dengan mawar merah dalam genggaman tangannya. Hal itu membuktikan apa yang dilihatnya merupakan sebuah kenyataan. Bukan ilusi semata.

"Kini, aku akan lebih mencintai bayangku. Mencintai logika dan perasaanku. Dan juga mencintai deru nafasku. Terima kasih wahai pujangga cintaku. Karena dirimu, aku akan lebih mencintai setiap apa yang ada pada diriku."

*

Flash Fiction Collection [Event 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang