Jangan Menyerah Untukku!

35 0 1
                                    

Judul : Jangan Menyerah Untukku!
Genre : Teen.
Penulis : Al.

Deon Pramudya.

Usahaku untuk mendekati Ani tak pernah membuahkan hasil.

Dia tetap seperti itu meski setahun sudah berlalu.

Perempuan imut yang beda kelas denganku itu tetap saja menjauhiku. Meskipun aku sudah berbuat sebaik apapun. Berbagai cara kutempuh. Mengganggunya ketika istirahat, memberinya hadiah ketika hari ulangtahunnya, menyingkirkan siapapun yang berani mengejeknya, dan berbagai hal lainnya.

Semua sama saja.

Ketika aku datang ke kelasnya hanya untuk sekedar mengajaknya ke kantin, ia akan menatapku datar lalu mengajak Raka, temannya yang selalu baik kepadaku, pergi ke kantin. Raka sendiri masih melambai meminta maaf kepadaku, berbeda dengan Ani yang seolah menganggapku angin lewat.

Mungkin aku salah. Mungkin aku terlalu berharap. Mungkin aku, Deon Pramudya, memang sudah mengganggunya selama setahun ini. Dia pasti tidak menyukai sifatku ini. Sifat jahilku dan semua sifatku lainnya. Pasti itu sangat mengganggunya.

Ya, mungkin memang sudah seharusnya aku berhenti.

Tetapi ... setahun sudah berlalu, apa aku akan langsung menyerah? Aku tidak ingin. Aku pasti bisa mencobanya. Lagi dan lagi.

Satu hal yang memaksaku menyerah hanya satu.

Ani yang terganggu dengan kehadiranku.

Benar. Itu benar. Aku memang harus menyerah meski aku tak ingin.
***

Ani Mudyasari.

Aku menguap kecil, menatap langit kelabu di atas sana sebelum beralih kembali kepada bacaanku. Paragraf demi paragraph kubaca. Namun, lagi-lagi, setelah sekian kalinya dalam hari ini, Deon menggangguku.

Tidak. Kali ini dia tidak datang secara fisik di hadapanku. Aku hanya seorang diri di perpustakaan sekolah ini.

Deon datang dalam benakku.

Aku tidak suka hal itu. Oleh karenanya, aku kembali membaca buku yang kuambil beberapa menit yang lalu. Namun gagal. Bayang-bayang Deon menggangguku. Ah, aku benci.

Aku benci diriku. Sesosok perempuan yang sangat—berusaha—cuek.

“Sudahlah,” aku bergumam pelan, menutup buku yang bahkan sulit kuingat kalimat terakhir yang kubaca darinya. “Pasti Deon akan mendekati yang lain.”

Aku sadar betul tentang Deon yang memilik banyak sahabat perempuan. Setidaknya ada beberapa dari mereka yang lebih menakjubkan daripada diriku. Cantik, kaya, dan selalu ada. Sementara aku? Perempuan cuek yang bahkan tidak terlalu cantik, kuakui itu. Dan aku takut, ketika Deon bersamaku, dia justru pergi kepada yang lain.

Ah, betapa pecundangnya seorang Ani Mudyasari ini.

Kemudian kutempelkan dahiku pada meja perpustakaan. Kedua mata kupejamkan, berusaha mencari ketenangan dari diriku sendiri.

Suasana hening cukup untuk membuatku lebih baik. Tidak lagi ada—

“Ani.”

Aku tersentak, buru-buru mengangkat kepalaku. Mataku membelalak kaget mendapati Deon sudah duduk di seberangku. Sejak kapan dia di sana? Astaga. Hilang dari benak, namun muncul di dunia.

“Ngapain kamu di sini?” Lagi-lagi aku mencoba cuek, seraya menatapnya agak sinis.

Deon membuang nafas kasar lalu menatapku serius. “Kamu ... bener-bener nggak suka kalau aku ada ya?”

Eh? Apa maksudnya? Tunggu, apa yang terjadi? Apa Deon mau menyerah?

“Aku harus menyerah ya?”

Tidak! Bukan itu! Lakukan sebaliknya!

“Ya, mungkin itu benar. Jadi ... Ani, tolong. Tolong katakan kepadaku bahwa aku mengganggumu.”

Aku tak berani menjawab. Lidahku kelu.

Inilah yang kutakuti.

Ketika Deon akhirnya menyerah. Ketika aku sudah terseret dalam jeratannya.

Mimpi buruk. Deon yang menyerah adalah mimpi buruk.

Tapi ... Deon, kumohon, jangan menyerah.

Aku buru-buru membereskan semua buku yang ada di meja. Mataku bergerak panik sebelum mendapati wajah Deon yang kecewa. Apa dia pikir aku sangat membencinya sampai enggan menjawab ucapannya?

“Ti-tidak...,” aku menundukkan kepala sebelum mengangkat kepalaku kembali. “De-deon ... semangat ... se—dikit lagi.”

Wajah Deon tampak kaget, nyaris tak percaya. Aku tersenyum tipis sebelum membawa buku-bukuku, meninggalkan Deon sendirian di sana.

Tidak ada jawaban dari Deon sampai aku mendekati pintu perpustakaan, Deon tiba-tiba merangkulku dari belakang, membuatku oleng dan hampir menjatuhkan bawaanku.

“Tentu saja, Ani! Tentu saja! Maafkan aku yang menyerah tadi. Aku menyukaimu.”

Benar. Deon yang heboh dan tak ditebak inilah yang membuatku kepikiran setiap malam.
*

Flash Fiction Collection [Event 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang