Ilusi 7

315 122 38
                                    

Jika tanpa kehadiranku membuatmu gila seperti ini, dipastikan aku tidak akan pernah lari apalagi untuk pergi. Tapi jika aku datang kembali dan membuatmu bertambah gila lagi, apakah yang harus ku perbaiki?

-Rasya Anjasmara

*

Genggam erat tanganku jika kamu bukanlah ilusi yang ku buat sendiri. Karena ku sudah jengah berteman dalam sepi apalagi mimpi.

-Arasia Lintang

*****

Plak

Suara tamparan itu sontak membuat Rasya berdiri dari kursi, pasalnya dia tengah serius mengobrol dengan Yanti, mamahnya Ara. Rasya menangkap seorang lelaki seumuran dengannya sedang berdiri diambang pintu sambil memegang pipi kanannya yang mulai merah akibat ulah Ara.

Rasya meringis melihat itu dan dia panas dingin takut terjadi apa-apa dengan Ara setelah apa yang diperbuatnya barusan, namun tak di sangka lelaki yang bernama Arno itu malah bersikap manis bahkan tidak memaki Ara sama sekali, luar biasa! Arno yang Rasya kenal dengan sifat kerasnya kepada siapapun perlahan sudah melembut.

"Ada tamu rupanya," Rasya memundurkan langkahnya ketika Arno mendekat kearahnya, dia gugup bukan main terutama bingung harus bersikap seperti apa. Jujur Rasya bukan kali pertama main dan bertemu dengan penghuni rumah ini, namun keadaan seperti ini lebih parah dari biasanya yang dia saksikan.

Semua barang pecah berserakan, sikap beraninya Ara terhadap kakaknya sendiri, keadaan Yanti yang begitu mengerikan, oh iya satu lagi, kemana ayah Ara?

Apa semua ini penyebab lelaki paruh baya itu? Sudah berapa kali keadaan di lewatinya dalam rumah ini? Memang jika dilihat kalian akan bilang; "ngapain susah-susah memikirkan keadaan keluarga Ara? Emangnya kamu siapa dari keluarga itu?" Atau kalian akan berkata "itu bukan hal terpenting untukmu, Rasya Anjasmara."

Seketika Rasya mengangguk, bukan karena meng-iya-kan pertanyaan atau seruan kalian, tapi karena bahunya yang sontak saja di tepuk-tepuk oleh seorang yang memiliki mata elang itu.

Arno mengunci matanya dan dia terperangkap, bingung.

Tatapan itu tersirat makna, tapi dasarnya memang Rasya kurang peka. Jadi dia hanya menanggapi dengan wajah datar dan mata mencari semua memori atau bahkan arti dari tatapan tadi.

"Ehem" Rasya berdeham setelah berpikir lumayan panjang dan melihat lawan bicaranya tadi sudah berlalu sedang menuntun Yanti ke kamar.

Sepenggal celotehan Arno yang dilontarkannya kepada Yanti terdengar di ruang tamu ini, begitu manis tapi membuat meringis. Rasya merasakan luka yang Arno rasakan sebagai lelaki.

Rasya mengalihkan pandangannya. Bola mata indah itu, wajah manis nan menggemaskan dulu yang dia idam-idamkan, namun sekarang berubah menjadi datar membuat Rasya tak gentar untuk bertanya penyebab itu semua.

Ara mengangkat satu alisnya, mengisyaratkan dia sedang bertanya. Rasya mengerti akan maksud itu, maka sebagai jawaban dia lantas bergerak untuk memungut pecahan barang-barang yang berserakan. Ternyata Rasya tak mau kalah, dia juga membalas pertanyaan itu dengan tindakan dan tidak banyak bicara.

Maklum, itu bukanlah tipenya. Karena tipe-nya sekarang adalah perempuan yang diam-diam tersenyum tipis sambil mengikuti gerak tubuhnya, yang ikut membereskan keadaan ruangan yang berantakan ini.

****

"Jadi gitu,"

Arno menutup dongengnya kepada Rasya yang sedang serius mendengarkan.Mereka sekarang tengah berada di balkon kamar Arno. Sambil menghisap rokok di mulut, Arno menyampaikan semua kisah keluarganya kepada Rasya.

Ratu IlusiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang