Ilusi 12

141 47 3
                                    

"Setidaknya, luka tidak boleh terlalu lama basah. Setidaknya juga yang belum sembuh, harus ada yang tumbuh."

-Aulia Trisia

***************

Rasya masih bergeming di depan pintu rumah Ara. Dia mengetuk sudah sebanyak 3 kali, namun tidak ada juga jawaban ataupun tindakan yang dia terima. Kata orang, jika tamu berkunjung harus mengetuk sebanyak 3 kali, jika tidak dapat jawaban itu artinya tuan rumah sedang tidak ada ataupun tidak ingin menerima tamu. Rasya mendesah.

Di umurnya yang sudah mau menginjak 18 tahun, nyalinya belum juga sempurna dibentuk. Bukannya apa. Seumur-umur dia agak geli jika mencoba hal romantis seperti ini. Ya. Baginya dengan tindakan datang ke rumah teman wanita lalu mengajak lari pagi itu sama saja sudah masuk ke hal romantisme dalam hubungan cinta. Cinta? Apa itu? Rasya menggeleng lagi. Dia takut dengan tindakannya seperti ini membuat Ara memakinya dan juga muak terhadapnya.

"Ngapain lo geleng-geleng DJ begitu?"

Rasya mendongak. Dia menyengir lalu menggaruk tekuknya.

"Gak." Kekehan lagi yang dia keluarkan. "Ara ada?"

Arno mengangkat alisnya lalu melirik genggaman tangan Rasya yang sedang memegang bunga matahari.

"Lo ke sini mau numpang panen kuaci?"

"Eh?" Rasya menyadari apa yang sedari tadi dia genggam. Dengan malu dia menyembunyikan tangannya ke belakang punggung.

"Gue udah liat. Percuma lo sembunyiin."

"Boleh?"

"Boleh apaan?"

"Masuk. Hehe."

"Hm."

Dengan semangat Rasya memasuki rumah itu.

"Tunggu."

Rasya menghentikan langkahnya yang baru saja menginjak ambang pintu.

"Lepas dulu tuh sepatu. Atau lo emang berniat kesini untuk jadi tukang bersih-bersih? Kebetulan juga, gue lagi gak ada materi untuk mempekerjakan orang. Kali aja lo berminat, tanpa di gaji."

"Hehe." Saking semangatnya Rasya lupa untuk melepas sepatunya. Setelah melepas alas kakinya ia puun masuk dengan salah tingkah lantaran di tatap tajam Arno. Bukannya dia takut, hanya saja tidak bisa mengelak apalagi dia kemari tujuannya ingin bertemu Ara. Lagian, kita harus baik dan sabar di depan keluarganya teman spesial bukan?

Arno mengikuti Rasya dari belakang. "Ngomong-ngomong, itu bisa di panen?"

Rasya yang baru saja menduduki bokongnya di sofa itu mengerutkan keningnya, bingung.

"Bunga matahari."

"Ini?" Rasya menunjukkan setangkai bunga matahari berwarna kuning matang itu.

"Gue belum sarapan. Itu bunga bisa langsung di panen jadi kuaci gak?" Arno bertanya datar, antara polos atau pura-pura polos.

Rasya sontak langsung menyembunyikan lagi bunga matahari itu ke belakang punggungnya. Sedangkan Arno yang melihatnya menyungging senyum tipis.

"Jadi tujuan lo ke sini apa?"

"Mau menanam bunga matahari. Ya, menurut lo aja gimana."

"Oke. Silakan. Halaman belakang juga perlu ada hiasan. Sepertinya lucu, kalau halaman belakang ini jadi taman bunga."

Arno mengangkat alisnya. "Yaudah." Kemudian dia melangkah ingin meninggalkan Rasya dari ruangan tamu tersebut.

"Eh. Bukan gitu. Gue ke sini mau ketemu Ara. Bukan jadi tukang bersih-bersih ataupun jadi tukang kebun."

Ratu IlusiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang