Ilusi 11

183 48 8
                                    

"Seperti halnya mencintai. Tidak perlu berulang kali kau ketahui. Tidak perlu juga kau sesali. Jika retak perbaiki, jangan malah semakin di injak. Jika belum sembuh, jangan malah semakin di buat rapuh."

-Aulia Trisia.

***************

"Rasya Anjasmara!" Seorang perempuan menyambutnya di ambang pintu seraya menelentangkan kedua tangannya. Seulas senyum terukir di bibir Rasya membuat pipinya menjadi bolong membentuk lesung pipi.

"How are you, darling?" Perempuan itu bersuara lagi. Rasya berjalan menghampirinya sambil menelentangkan tangannya juga untuk menyambut pelukan perempuan itu.

"Masih tetap sama. I miss you." Keduanya saling berpelukan, lalu perempuan itu tersenyum masih dalam pelukan. Kecupan di pipi dan pelukan hangat yang Rasya dapatkan.

"Masuk dulu sayang, rumah ini masih tetap sama."

Rasya tersenyum, wajahnya yang semula keruh berubah menjadi bening, memancarkan kharismanya.

"Selalu membawa tawa setiap menginjakkan kaki di rumah ini." Lagi dan lagi ini Rasya yang sesungguhnya. Senyum lebar dan wajah yang amat manis ditunjukkannya. Rasya mengitari matanya mencari titik perbedaan akan isi rumah ini. Namun tidak ada yang berubah. Tetap sama. Tetap nyaman. Walau di tempat ini banyak aturan yang mengikatnya.

"Bukankah karena aku? Hm." Wanita itu menggoda dengan tawa jahilnya. Senyumnya sangat ramah, tatapan matanya terlihat seperti memangsa namun menawan selayak wanita anggunnya. Ya masih sama. Walau waktu yang membuatnya berubah.

Rasya tersenyum membalas ucapan wanita itu. Dia duduk di sofa tua berwarna merah keruh. Kayunya masih kuat menumpu dirinya. Hanya saja busa sofa yang makin tertekan ke dalam, membuat semakin tipis tingkat keempukan ketika diduduki.

Wanita itu ke dapur mengambil minum dan kue kering yang sudah spesial dia buat. "Gimana dua tahun kamu di Jakarta?" Dia meletakkan kue dan juga air mineral di meja, lalu duduk di samping Rasya.

"Tidak ada yang istimewa grandma." Rasya memakan cemilan kue kering buatan wanita itu. Ya, wanita itu grandma-nya. Masih cantik. Hanya saja waktu yang membuatnya berubah karena kemakan usia.

"Grandma bangga dengan kamu. Menggunakan waktu muda dengan sebaik mungkin. Lulus SMA lebih cepat dibandingkan teman-teman sebayamu."

Rasya menghela nafas, dia menyenderkan punggungnya dan menaruh kepalanya pada tumpuan sofa tua itu. Wajahnya menghadap ke langit-langit rumah.

"Grandma pernah mengalami masa muda?"

"Tentu. Mana mungkin grandma langsung tumbuh berumur seperti ini tanpa merasakan masa muda."

"Menurut grandma masa muda itu seperti apa?" Rasya bertanya dengan posisi duduknya yang sudah semula tegap.

"Ketika kamu masa tuanya tidak merasakan kesulitan."

Rasya kembali bertanya dengan alis mengangkat.

"Gini Rasya. Lihat ayahmu. Apa dia menikmati masa tua yang menyenangkan?"

"Entahlah. Baginya pekerjaan dan keluar kota yang dia lakukan."

"Nah. Sebab itu. Ayahmu bekerja keras ketika dia sudah mulai merasakan hari tuanya."

Grandma melanjutkan perkataannya, "ketika kamu menyia-nyiakan masa muda dengan hal percintaan masa remaja, kemudian mencari popularitas hanya untuk di puji agar banyak penggemar, maka itu sia-sia."

"Tapi itu waktu yang sesuai dengan umur grandma. Dari pada sudah tua baru mencari popularitas dan baru mencoba masa percintaan yang menyebabkan rusaknya keharmonisan rumah tangga."

Ratu IlusiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang