Ilusi 17

36 4 0
                                    

Bandar Lampung, Januari 2014.


Seperti yang Ara suka bilang, semesta suka sekali bercanda. Suka mengambil setengah bagian tawa dari manusia. Kali ini, satu tahun yang lalu,ditempat yang sama Ara pijak dengan jarak tak terlihat, Arno mengiyakan segala ucapan masuk akal adiknya. Terlebih dari itu, Arno merasakan yang selama ini tidak masuk diakalnya. Salah satunya yaitu perihal jatuh cinta. Saat pertemuan kali pertama di taman komplek dua tahun yang lalu dengan gadis itu, Arno belum menyadari sebuah perasaan yang diam-diam menghantuinya. Jujur, saat pertemuan dia dengan gadis tersebut Arno tidak menyangka bahwa itu adalah awal dari kedekatan mereka. Gadis itu bernama Tia. Ternyata mereka satu sekolah yang sama dan bahkan satu angkatan. Pertemuan Tia dan Arno berjalan mulus, selayaknya pertemanan bagaimana umumnya. Tapi ternyata benar, kalau pertemanan antara laki-laki dan juga wanita tidak mungkin murni, pasti salah satunya ada yang jatuh. Tia merupakan gadis yang benar-benar asik jika dijadikan teman, selain parasnya cantik dia juga orangnya humble atau lebih tepatnya receh.Cocok jika dipautkan dengan Arno.

Tapi selang beberapa bulan mereka berteman, ternyata Arno sudah salah memasuki ruang. Dia terjebak disuatu ruang dan menjatuhkan dirinya bertubi-tubi. Yang paling menyesakkannya adalah ini terjadi disatu waktu yang sama dengan Ara dan dengan pemeran yang sama. Arno bukan marah dengan gadis itu, tapi dia marah dengan dirinya sendiri. Apalagi ketika kejadian itu tepat didepan matanya.

***

Arno berlari dari lapangan ke koridor ketika melihat gadis dengan rambut panjang sepunggung dan tinggi yang tidak kalah darinya. Arno kalah cepat dengan langkah gadis itu. Tapi dengan cekatan Arno tetap mengikuti dengan langkah di belakangnya. Namun, seketika Arno menghentikan langkahnya ketika langkah kaki gadis itu berbelok ke taman belakang sekolah. Hatinya berdebar, pikirannya tiba-tiba saja keluar dari porosnya, dan hal yang dia takutkan terjadi.

Dari kejauhan Arno berjalan dan mengikuti langkah kaki gadis itu, tapi belum sempat dia melangkahkan lagi kakinya suara teriakan gadis itu membuatnya seketika terpaku diantara tembok yang menutupi dirinya. Padahal hanya dua langkah lagi dia sudah sampai ditaman belakang sekolah dan ditempat gadis itu sekarang.

Suara tangis yang sangat jelas Arno dengar. Selang dari beberapa waktu suara parau yang terdengar keras.

"Rasya bilang sama gue lo gak akan ke Jakarta, bener kan sya. Itu bohong kan! Bilang enggak Sya!"

Itu suara Tia. Teriakan parau itu sangat menyayat hati Arno. Siapa orang itu yang bisa membuat gadisnya menangis seperti ini? Arno mengepalkan tangannya dia melangkah beberapa hingga pada langkah ke tiga dia berhenti. Arno menolehkan kepalanya, badannya masih setengah tertutupi tembok namun pandangannya sangat jelas melihat objek didepannya. Itu Tia dalam pelukan laki-laki. Menyakitkannya lagi, laki-laki itu adalah temannya sendiri. Orang yang Ara suka dan tepat dibelakang gadis itu berdiri Ara dengan kaku.

Arno seketika diam, dia bergeming, hatinya hancur melebur dengan emosi. Gadis yang beberapa bulan ini mampu membuatnya tertawa sekarang ini sudah membuatnya luka. Entah mengapa hatinya begitu sakit ketika melihat gadis itu menangis untuk pria lain. Namun bukan hanya itu, yang membuat Arno semakin kecewa adalah keberadaan Ara yang benar-benar tidak berdaya. Persetan dengan perasaannya yang sudah mulai tumbuh, tapi melihat adiknya berdiri kaku didepan pasangan yang sedang berpelukan itu adalah hal terpatah yang paling sakit dia rasakan.

Arno ingin merengkuh tubuh adiknya. Namun dia tidak bisa lakukan. Jika Arno memaksa langkahnya kesana, ia takut bisa merusak semuanya. Dengan logika dan perasaan yang benar-benar kecewa dia pergi dari sana. Berlari ke lapangan kemudian membabi buta mencetak skor ketika melempar bola basket. Teman-temannya pada bingung akan Arno yang tiba-tiba saja datang dengan emosi yang tidak stabil dan lebih menyeramkannya lagi mata hitam elang milik lelaki itu berubah seperti iblis. Aura Arno pun menghitam, bahkan teman-temannya pun hanya bisa diam dan tidak mencoba mendekati ketika lelaki itu sudah seperti ini.

Hal terpatah adalah ketika orang yang berarti didalam hidup juga disakiti dengan orang yang kita sayangi apalagi orang yang disayangi itu menangis untuk pria lain dan pria itu adalah temannya sendiri. Lengkap sudah. Kadang alur semesta suka berliku-liku padahal yang dilihat oleh mata manusia belum tentu benar apa maunya semesta.

Arno meneguk air mineral dalam botol tanpa jeda. Keringat dan juga air mineral yang tumpah karena minum sambil tergesa-gesa itu membasahi tubuhnya. Tanpa sadar Arno meremas botol mineral itu sampai air yang tersisa dalam botol itu tumpah tanpa arah. Saat ini Arno sedang duduk di pinggir lapangan dengan pukul yang menunjukan siang hari.

"Arno." Panggilan itu membuat Arno menoleh. Perempuan dengan seragam putih abu-abu, rambut sepunggung yang dibiarkan tergerai itu sedang berdiri disampingnya. Arno mengacuhkan gadis itu.

"Gue mau bicara No." Suara lemah dari mulut gadis itu sempurna membuat emosi Arno membuncah. Dia berdiri kemudian menatap tajam kedua mata gadis itu. Ia memotong jarak mereka, dan sekarang jarak mereka tidak ada celah, hanya beberapa kepalan tangan. Arno menundukkan tubuhnya untuk sejajar dengan gadis itu kemudian dengan penuh penekanan berbicara.

"Mulai hari ini anggap aja kita orang asing yang gak pernah bertemu dan juga saling mengenal. Lo gak tau siapa gue dan begitupun sebaliknya." Kemudian Arno berdiri seperti semula dengan jarak yang masih sama.

"Hal istimewa apa yang ada didiri Rasya sampai-sampai orang yang gue sayangi merasa sangat kehilangan dan rela untuk menghabiskan airmatanya untuk lelaki itu? Oh iya, termasuk lo."

"Rasya mau pindah kota No. Kalau untuk pertanyataan seistimewa apa dia, ya, dia berarti untuk gue."

Seketika Arno terkekeh, senyumnya tercetak. Ia menurunkan pandangannya menatap wajah gadis didepannya itu.

"Lantas gue untuk lo apa?"

Arno berdiam untuk beberapa saat, dia kaget akan mulutnya yang begitu saja mengeluarkan kata-kata tersebut. Kenapa dia harus semarah ini? Kenapa dia tidak menerima kalau Rasya dianggap istimewa untuk gadis itu. Kenapa emosinya menggebu-gebu seakan-akan hatinya menyuarakan bahwa gadis ini adalah miliknya.

"Maa-maaksudnya?" Gadis yang dipanggil Tia itu menjawab dengan gelagapan. Dia kaget akan sifat Arno yang tiba-tiba seperti ini.

Tatapan mereka bertemu, Arno tidak menjawab apa maksudnya. Ia melangkah mundur kemudian berbalik dan melangkah pergi dengan banyak tanda tanya dibenak gadis itu.

Begitulah yang terjadi dibeberapa dua tahun belakangan ini. Arno menganggap semuanya baik-baik saja, berpura-pura tidak mengenal satu sama lain dan yang lebih menyakitkannya adalah sikap Arno yang benar-benar mengacuhkan gadis itu. Bahkan yang dulu kenal dekat seperti kertas dengan ujung pena, bisa tidak menyapa bahkan lebih hebatnya menganggap tidak pernah ada kehadirannya. Sebenarnya Arno yang sepihak bersikap seperti itu. Sedangkan Tia sudah berusaha jelas untuk mendekat namun lagi dan lagi Arno yang memberi sekat.

Arno melajukan kendarannya ke tempat tujuan. Ia tadi sempat menghubungi Ara untuk mempertanyakan keberadaan gadis itu. Sempat beberapa kali panggilan masuk ditolak mentah-mentah, sampai akhirnya Ara mengaku sedang dimana ia sekarang. Deru motornya melaju kencang beradu dengan suara bising kendaraan yang lain dan dengan suara bising kegaduhan yang ada dihatinya.

Arno sekarang mengerti ternyata jatuh cinta tidaklah semudah itu. Ia juga mengerti bahwa patah memang semenyakitkan ini. Ia bodoh, seharusnya berpikir-pikir dulu ketika ingin memberikan ruang dihatinya. Seharusnya dia mempersiapkan juga hatinya untuk patah. Seharusnya ia juga tahu bahwa kembaran dari jatuh adalah patah. Tapi, bukankah jatuh cinta itu datang tiba-tiba? Bagaimana mana mau menyiapkan, mengelak saja dia tidak bisa lakukan.

**************












Ratu IlusiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang